BREAK
Loading...

Kerugian Sistem Kerja Kontrak Dan Outsourcing Bagi Buruh

Sistim kapitalis

MERDEKA FILES, Jakarta - Pertama, Praktek ini merupakan suatu taktik bagi para majikan/pengusaha untuk mengeruk keuntungan lebih besar di atas penderitaan kaum buruh. Bagi buruh tetap, perusahaan mempunyai tanggung jawab untuk menjamin berbagai jaminan sosial seperti jamsostek, THR, bonus, pesangon jika ter-PHK dan, Uang pensiun, dsb. Sementara bagi buruh/pegawai kontrak, ia hanya mendapatkan upah yang sesuai dengan UMP saja. Tidak lebih, bahkan mayoritas dari buruh kontrak dan outsourcing upahnya dibawah ketentuan UMK/UMP. Bila sakit ia tidak mendapat santunan kesehatan. Bila ia di-PHK, ia tidak mendapat pesangon betapapun ia sudah lebih dari 5 tahun. Bila ia kritis terhadap kebijakan perusahaan yang merugikan kaum buruh/pegawai, ia diputus kontraknya atau dipaksa mengundurkan diri secara sepihak. 



Sudah menjadi ketakutan umum bagi buruh kontrak, bahwa ketika ia bergabung dengan Serikat Buruh. Pada saat itu pula juga mengancam statusnya kerjanya. Dengan mempermainkan waktu kontrak sependek mungkin (sekitar 3 bulan, 6 bulan hingga setahun), maka status kepastian kerja sangat rentan di pihak buruh/pegawai. Besar kemungkinan bagi buruh/pegawai yang bergabung dengan Serikat Buruh/Pekerja/Pegawai sejati dan terlibat dalam perjuangan akan di-PHK, dimutasi, dipaksa mundur dan tidak diperpanjang lagi kontrak 3 bulan berikutnya. 


Kedua, Hakekat outsourcing adalah menyerahkan beberapa bagian pekerjaan di luar produksi utama kepada pihak di luar perusahaan. Bahasa lain dari outsourcing adalah sub-kontrak/order. Fenomena ini meluas di kalangan industri sektor jasa seperti perbankan dan niaga, namun kini juga telah berkembang di industri manufaktur hingga yang paling modern. Persoalan oursourcing lagi-lagi adalah bentuk penghisapan untuk menumpuk keuntungan lebih besar dan upaya dari perusahaan untuk lepas tanggung jawab atas perbaikan nasib buruh. Karena jika buruh bekerja dalam status outsorcing bisa dipastikan dia adalah buruh kontrak. 

Banyak perusahaan IT di AS yang berpindah ke India untuk mencari upah buruh yang lebih rendah. Beberapa komponen di luar yang inti seperti mesin mereka sub-kontrakkan. Demikian juga di Eropa dan Jepang, banyak perusahaan otomotif, elektronik, garmen, sepatu, dsb, yang membikin perakitan sebagian part-part-nya di negeri-negeri dunia ketiga dengan upah buruh yang murah untuk mendapatkan sebesar-besarnya keuntungan. 

Banyak majikan/perusahaan yang awalnya mempekerjakan buruh tanpa melalui perjanjian kerja, bahkan buruh hanya menggunakan KTP untuk melamar kerja tetapi setelah buruh bekerja 3 bulan atau lebih majikan/pengusaha memanggil si buruh untuk menandatangani perjanjian kerja dengan alasan dilakukan perpanjangan kontrak. Kontrak tersebut biasanya dalam bahasa asing (bagi perusahaan asing) dan sering pula kontrak hanya atas dasar persetujuan secara lisan. 

UU No 13/2003 Pasal 57 ayat 1 Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. Dan dalam pasal 2 Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu. 

Selain dua praktek diatas tidak sedikit pengusaha yang melakukan perpanjangan kontrak hingga lebih satu kali bahkan tidak sedikit buruh yang menandatangani kontrak hingga puluhan kali yang kemudian si buruh tetap menjadi buruh kontrak meskipun masa kerja telah melebihi 3 tahun. Padahal dalam pasal 59 ayat 4 “Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun”. 

Fenomena terbaru yang berkembang saat ini adalah semakin banyak pengusaha dengan kedok memberikan sarana pendidikan dan pelatihan mereka mendirikan Pusat. Banyak buruh yang salah dalam memandang karena seolah-olah perusahaan baik dengan memberikan sarana pendidikan dan pelatihan gratis. Padahal jika kita pahami lebih dalam maka akan terkuaklah keculasan para pengusaha tersebut. Mereka sejatinya menghindari tenaga kerja buruh/pegawai baru dengan status masa percobaan/training. Sebab, apabila buruh/pegawai yang sudah mampu bekerja dengan baik di Pusat Pelatihan tersebut maka mereka akan melakukan rekruetmen dengan status ikatan dinas dengan masa kerja 3-5 tahun. Padahal mereka bekerja dengan status buruh kontrak dengan masa kerja yang sangat panjang dan menindas buruh mereka di kontrak sampai dengan 5 tahun. Apabila belum selesai masa kontrak/ikatan dinas buruh ingin keluar dari perusahaan maka mereka diberikan denda sebanyak biaya pendidikan dan pelatihan perusahaan. Kondisi kerja dan peraturan yang dialami oleh buruh di Indonesia sama dengan apa yang dialami oleh buruh migran.
Sebarkan Artikel Ini :
Sebar di FB Sebar di Tweet Sebar di GPlus

About Unknown

WEBSITE ini didedikasikan untuk ilmu pengetahuan dan HUMAN BEING, silahkan memberikan komentar, kritik dan masukan. Kami menerima artikel untuk dimuat dan dikirim ke kawanram@gmail.com. Selanjutnya silahkan menghubungi kami bila memerlukan informasi lebih lanjut. Salam PEMBEBASAN!
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :

Post a Comment

PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.

Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.

Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.