Erwiana Sulistyaningsih |
MERDEKAFILES, Mataram - Selain mendesak pemerintah, Serikat Buruh Migrant Indonesia juga mendesak PPTKIS segera dibekukan dan pemiliknya diseret dan dipenjarakan untuk bertanggung jawab atas kasus penyiksaan terhadap BMI asal Ngawi Erwiana Sulistyaningsih.
Selain itu tetap harus bertanggung jawab terhadap pengobatan terhadap Erwiana dan membiayai keberangkatan korban ke Hong Kong untuk melakukan penuntutan secara hukum.
"Untuk itu, Pemerintah Indonesia khususnya KJRI di Hongkong harus mendampingi korban menuntut haknya. KJRI juga harus segera membuat daftar hitam majikan-majikan yang menyiksa dan tidak membayar upah BMI. Sistem kerja yang yidak jelas dan memperbudak BMI ternyata juga terjadi di Hong Kong padahal negara ini sudah memberlakukan libur satu hari dalam seminggu.Perlu diti njau kembali soal posisi perjanjian antara Hong Kong dan Indonesia ke depan, " tuntut Mahmudah Direktur LARD NTB dalam diskusi pendalaman kasus Erwiana yang diselenggarakan SBMI di Bekasi.
Selain itu tetap harus bertanggung jawab terhadap pengobatan terhadap Erwiana dan membiayai keberangkatan korban ke Hong Kong untuk melakukan penuntutan secara hukum.
"Untuk itu, Pemerintah Indonesia khususnya KJRI di Hongkong harus mendampingi korban menuntut haknya. KJRI juga harus segera membuat daftar hitam majikan-majikan yang menyiksa dan tidak membayar upah BMI. Sistem kerja yang yidak jelas dan memperbudak BMI ternyata juga terjadi di Hong Kong padahal negara ini sudah memberlakukan libur satu hari dalam seminggu.Perlu diti njau kembali soal posisi perjanjian antara Hong Kong dan Indonesia ke depan, " tuntut Mahmudah Direktur LARD NTB dalam diskusi pendalaman kasus Erwiana yang diselenggarakan SBMI di Bekasi.
Pemotongan upah BMI di Hongkong sebesar Rp15 juta-an juga dianggap terlalu besar dan memberatkan buruh migran, Rata-rata BMI di Hong Kong dipotong gajinya sebesar 3.000 dolar Hong Kong per bulan. selama 8 bulan, Ini bentuk perampasan upah buruh yang bekerja di luar negeri.
Pelanggaran itu bisa saja dilakukan agensi di Hong Kong, tapi bisa juga dilakukan oleh PPTKIS yang memberangkatkan Erwiana ke Hong Kong, " ujar Aidam pengacara dari Bima menambahi dengan sedikit emosional karena sangat marah atas perlakuan yang diterima korban.
Diskusi sebenarnya masih berlangsung waktu artikel singkat ini dibuat untuk diupload di weblog ini. Debat masih dilanjutkan disela-sela pembahasan kasus Wati yang dijual ke Malaysia dan sudah dalam proses persidangan di Pengadilan negeri Mataram. Juga kasus kampung getar di seputar PLTD Mataram yang datang bergerombol ikut dalam diskusi rutin di markas orang-orang merah di Mataram.
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.