Pada awal tahun 2004 diterbitkanlah “The Da Vinci Code” oleh Dan Brown. Buku novel legenda itu menjadi terlaris. Bahkan buku itu menjadi inspiratif dalam dunia perfilman dan laku keras melebihi yang lain. Apa yang bisa kita tangkap sebagai tanda-tanda zaman, mengapa buku-buku dan film-film semacam itu laku keras di masyarakat?
“The Da Vinci Code” merupakan novel sejarah. Bagaimanapun juga terkait kesalahan-kesalahan historis dan mengungkapkan suatu kebodohan yang masuk akal. Apalagi bila hal itu dipahami dalam sejarah seni dan struktur Gereja Katolik. Hal itu membangkitkan gelombang kritik dari berbagai tingkat akademik, gereja, teologi dan terutama para sejarahwan. Tetapi semakin mendapat tanggapan dan kritik buku itu semakin tenar.
“The Da Vinci Code” menjadi amat menonjol bukan karena buku itu mengandung suatu kebenaran atau kesalahan tetapi dalam memicu kita dan masyarakat untuk mencari buku-buku yang mengungkapkan kebenaran sejati. Banyak orang, terutama angkatan muda telah menjadi jenuh dengan segala macam kepastian: kepastian religious, kepastian ilmu pengetahuan, kepastian budaya, kepastian politis, dan kepastian historis. Segalanya dipertanyakan. Mereka merasa bahwa orang tidak lagi percaya apapun yang disampaikan dari pihak yang berwenang apalagi telah dikatakannya selama berabad-abad. Zaman kita adalah zaman kesangsian yang tak terduga. Suatu pendapat apapun bentuknya adalah baik sebagaimana yang lain. Siapa saja bisa mengatakan bahwa beberapa pendapat adalah kuno dan membosankan, tetapi yang lain mengatan bahwa pendapat ini amat menarik.
Para pembaca “The Da Vinci Code” terkagum-kagum karena cara penyajian yang kontroversi melebihi versi yang selalu pasti, sehingga menimbulkan minat ingin tahu. Pewahyuan-pewahyuan yang terjadi pada masa lampau selalu menarik perhatian. Barangkali hal itu benar atau tidak benar, tetapi tidak diperbudak oleh infalibilitas yang berwenang, agama atau awam. “The Da Vinci Code” dialami sebagai salah satu cara mengungkapkan kebebasan berpikir diantara banyak cara berpikir yang lain. Cara ini memberi inspirasi kebebasan berpikir agar tidak hanya sekedar menerima dari kekangan otoritas dan dogma.
Para ilmuwan menyebutnya sikap pos-medernisme. Popularitas “The Da Vinci Code” menjadi ukuran kebebasan berpikir pada masa kini. Inilah tanda-tanda zaman yang perlu kita pahami.
Posmodernisme
Modernisme merupakan abad pemikiran yang masuk akal atau dikenal zaman iluminasi. Abad ini seirama dengan pandangan dunia mekanisme Newton. Abad ini juga ditandai majunya kapitalisme industri dan pertumbuhan ekonomi yang tiada batasnya. Optimisme modernitas yakin akan kepastian mutlak bahwa kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan pemikiran akan sanggup menyelesaikan segala permasalahan manusiawi dan bahwa dunia magis dan kepercayaan magis akan lenyap. Agama, moralitas dan seni akan tersingkir menjadi urusan pribadi. Masyarakat mendewakan perkembangan politik dan ekonomi.
Secara bertahap, pada pertengahan abad 20 rencana dan mimpi modernitas mulai mengalami kehancuran. Bahkan negara-negara industri sendiri mengalami kehancuran, misalnya Negara Jerman yang dibawah kuasa Nazi Jerman dan negara-negara fasisme di seluruh dunia mulai bertindak yang tak masuk akal dan tak manusiawi. Kekerasan dan kekejaman serta cara-cara penganiayaan tak merealisasikan cita-cita perkembangan manusiawi.
Pada waktu bersamaan negara-negara komunis yang mengikuti pemikiran modernism dan visi perkembangan manusia mulai menggunakan sistem totalitarianisme dan penindasan. Hingga akhir abad ini kedua regim baik kapitalisme maupun komunisme mengalami kehancuran. Ternyata hanya menyisakan satu negara adikuasa yang berusaha menghancurkan terorisme dengan tidak memperhitungkan ekologi yang mrusak dunia. Apakah hal demikian ini merupakan kemajuan manusiawi?
Tak mengherankan hingga kini kita memiliki generasi skeptis terhadap semua idiologi. Tak ada yang menarik lagi. Tak ada cara lagi menyelamatkan dunia. Segala aktivitas berhenti.
Cita-cita religius mengalami nasib sama. Banyak skandal telah menggoncang gereja-gereja dan merusak wewenang gereja. Bagi banyak orang dewasa ini, semua wewenang dari berbagai religious berubah menjadi penguasa esklusif, pemecah-belah dan penindas, (khususnya bagi para wanita). Di samping itu rasionalisme ilmu pengetahuan masa lalu, kecuali mukjijat juga disangsikan kemampuannya. Sebaliknya terjadilah kekaguman terhadap drakula, kekuatan asing dan ajaib atau magis dengan segala ritualnya serta super natural. Memang mereka tidak percaya kepada hal-hal ini, tetapi hanya mengaguminya. Inilah yang Nampak dalam buku seperti “Harry Potter, Anak Ajaib” dan buku-buku serupa.
Secara mendasar semua orang saat ini merasa tidak aman. Kita banyak mendengar berita buruk: perang, penyalahgunaan wewenang, dan perusakan lingkungan, belum lagi bencana tsunami dan badai. Dalam keadaan macam ini, kita merasa tidak aman dan putus harapan. Dewasa ini masyarakat hidup dengan rasa tertekan dan berusaha mencari jalan untuk membebaskan diri dari tekanan batin. Joanna Macy, seorang penulis rohani bengatakan, “Rasa takut akan peristiwa yang akan terjadi pada masa depan sungguh menekan batin, berat untuk menyebutkan dan takut untuk menghadapinya”.
Pada masa lalu masyarakat bergantung pada yang pasti dan bertindak mengikuti adat budaya. Pada masa kini budaya tradisional telah terpecah belah: Budaya Barat, Budaya Afrika, Budaya Asia, dan Budaya-Budaya Adat. Sulitlah bagi masyarakat untuk menentukan budaya mana yang mesti menjadi pegangan hidup. Kita tenggelam perlahan-lahan di lautan ketidakpastian. Bila kita mempersalahkan pihak-pihak yang berkaitan pun tak akan menyelesaikan masalah.
Beberapa orang mencoba mengalihkan masalah dengan minuman atau bahkan dengan ganja. Beberapa yang lain bunuh diri. Yang lain lagi masih bisa mempertahankan diri dengan kekayaan dan milik. Lainnya kiranya bisa dimengerti, mencoba bertahan dengan olah raga, hiburan, atau sex agar bebas dari rasa tidak aman.
Tanggapan yang amat mengesankan terhadap ketidakpastian hidup pada masa posmodernisme dunia adalah dengan kembali ke masa lampau.
Kembali ke masa lampau
Fundamentalisme adalah gerekan yang penuh tekad dan giat serta berbahaya yang ingin kembali ke fundamentalisme masa lampau, atau yang mereka pikir memang fundamental pada masa lampau. Pada masa lampau nampak ada kepastian, wewenang, dan kebenaran mutlak. Hal ini kebanyakan terwujud dalam dogma-dogma agama. Tidak mengherankan bila mereka ingin kembali ke masa lampau yang penuh kepastian mengingat pada masa kin terjadi ketidakpastian dan rasa tak aman. Banyak kelompok ingin kembali ke fundamentalisme: Kristen fundamental, Muslim fundamental, Hindu fundamental, Israel fundamental. Kelompok-kelompok ini terjadi konflik satu sama lain. Kebenaran pasti macam apa yang mereka tawarkan untuk menjadi pegangan bersma dalam masyarakat? Kebenaran macam inilah yang mereka tawarkan di tengah dunia yang tidak aman.
Gerekan fundamentalis biasanya memasuki dunia politik. Pemerintah militan dan Partai militan biasanya menunggangi agama-agama fundamentalis tertentu: beberapa politikus Amerika menggunakan agama fundamentalis tertentu; Partai militant di Timur Tengah juga memantaatkan Muslim fundamentalis juga; di salah satu Negara bagian India Partainya memantaatkan agama Hindu fundamentalis; dan Israel memanfaatkan Israel fundamentalis. Penggunaan system fundamentalis biasanya mengarah ke kekerasan: kekerasan yang tergorganisasi, revolusi atau terorisme.
Konservatisme baru yang muncul dewasa ini merupakan reaksi dari ketakutan dan rasa tidak aman yang ada. Hal itu juga merupakan proses kembali ke masa lampau, kembali ke prinsip awal, praktek sebelmnya, kepercayaan dan kesadaran akan identitas yang membawa kita pada rasa selamat dan aman dengan masa lampau. Konservatisme Baru dalam Gereja Katolik terwujud dalam gerakan pembaharuan Gereja dalam Konsoli Vatikan II pada tahun 1965.
Di samping terjadinya kegagalan modernisme, masih banyak orang terperangkap dan masih percaya bahwa janji-janji kemajuan bias terwujud. Para pemimpin Negara-negara sedang berkembang masih nekat mewujudkan industrialisasi dan modernisasi Negara, dengan kata lain supaya seperti Negara Barat.
Timbul reaksi terhadap kelompok pos-modernisme yang masih nampak hingga kini. Kelompok ini mau mewujudkan spiritualitas yang pantas untuk masyarakan dewasa ini.
Spiritualitas
Dalam situasi dunia yang tak pasti dan tak aman, spiritualitas dianggap sebagai tempat pelarian yang diperlukan. Barangkali memang benar, dalam situasi seperti ini orang butuh dan haus akan akan spiritualitas. Hal itu memang tulus dan sejati. Itulah tanda-tanda zaman.
Bagaimana pun juga kita belum mendapat tanda yang jelas adanya orang-orang yang telah menemukan kepuasan batin melalui dunia spiritualitas. Beberapa orang telah memulainya, tetapi kiranya hal itu hanyalah menandakan bahwa haus akan spiritualitas mulai menyebara luas, masyarakat sungguh butuh spiritualitas. Orang bisa saja mengatakan bahwa memang manusia pada dasarnyaa butuh spiritualitas dan kebutuhan itu sungguh dirasakan. Dewasa ini masyarakat sungguh sadar akan kebutuhan spiritualitas.
Kebutuhan atau haus akan spiritualitas dialami dalam berbagai macam cara. Beberapa orang mengalami bahwa spiritualitas merupakan kekuatan batin untuk menghadapi masalah hidup sehari-hari, atau spiritualitas dirasakan sebagai bentuk keteangan batin dan bebas dari rasa takut dan cemas. Beberapa orang mengalami dirinya terasing dari dan mereka butuh sesuatu yang lain yang melebihi dirinya agar bisa menyatukan dirinya dengan yang lebih besar. Banyak orang merasakan dirinya memiliki luka-luka batin, sakit hati dan mengalami kehancuran dan butuh disembuhkan. Banyak orang merasa terisolasi dari sesama dan dari lingkungan alam semesta. Mereka butuh koneksi dan harmoni. Meningkatnya masyarakat, terutama kalangan muda butuh berhubungan dengan yang misteri melebihi yang bisa kita saksikan dengan mata sendiri, atau yang kita dengar, cium, rasakan, sentuh, dan pikir dengan panca indera, tak sekedar paksaan materialime mekanis. Yang lain lagi merasakan butuh spiritualitas dalam bentuk rindu akan Allah.
Untuk lebih memahami rasa haus akan spiritualitas, kita bias mengamati bentuk-bentuk spiritualitas yang telah bangkit dan yang telah hidup kembali pada masa kini. Hal itu barangkali muncul di dalam suatu agama itu sendiri dan yang lain tampil di luar institusi agama manapun.
Dari dalam suatu agama itu sendiri
Pada pertengahan abad 20, sementara kita berada pada situasi yang tidak menentu dan tak man, muncullah orang yang bertanggungjawab lebih daripada yang lain. Ia membangkitkan kembali popularitas spiritualitas kontemplatif dan tradisi katolik. Dialah Thomas Merton, orang Amerika, penulis dan orang kontemplatif. Ia berhasil membangkitkan jutaan umat katolik dalam hidup rohani, sebagaimana ia sendiri melaksanakannya setahap demi setahap.
Sebagai orang muda ia pun merasakan kebingunan dan kecemasan sesuai dengan zamannya. Ia melakukan pertobatan, menolak dunia, dan meninggalkan dunia dan memasuki biara dengan aturan ketat sebagaimana biara kuno. Tetapi setelah dirinya mencapai kedewasaan dalam hidup rohani, ia pun kembali memeluk dunia yang pernah ia tolak dengan cara baru. Setelah hidup membiara, ia melibatkan diri di tengah masyarakat dengan mengambil bagian dalam gerakan perjuangan hak-hak sosial masyarakat Amereka dan memelopori gerakan anti perang dan ia pun berkembang dalam menekuni dunia mistik a la agama-agama Timur.
Thomas Merton meninggal pada tahun 1968, tetapi tulisan-tulisannya tetap menjadi santapan bagi orang-orang seluruh dunia generasi baru yang haus dan lapar akan hidup rohani.
Pada pertengahan kedua abad 20, rasa haus akan hidup rohani bagi orang Barat dipuaskan oleh hidup rohani gaya Timur, terutama dalam bentuk yoga dan meditasi. Meditasi menjadi popular kembali, walaupun sebenarnaya kebiasaan meditasi telah berlangsung lama sejak tradisi Kristen kuno. Dewasa ini doa menjadi pusat hidup bagi banyak orang semakin berkembang.
Tetapi pengembangan hidup rohani yang tangguh dalam Gereja Katolik dan yang orang Barat dan di tempat lain disadari arti pentingnya adalah hidup mistik.
Hidup Mistik
Biasanya orang-orang mistik dianggap sebagai orang-orang aneh yang tulisan-tulisannya tidak relevan dan tak memenuhi kebutuhan masyarakat. Tetapi dewasa ini banyak orang suka membaca tulisan-tulisan mistikus, baik orang-orang Barat maupun Timur. Bahkan mereka mempelajari dalam konteks sejarah, menerbitkannya dengan catatan-catatan kritis dan ternyata mampu menjawab masalah-masalah zaman pos-moderen yang penuh dengan rasa tidak aman dan tidak pasti. Banyak karaya para miskikus pada abad pertengahan seperti Meister Eckhart, Hildegard dari Bingen, Julian dari Norwich, Cahterine dari Siena, annonim dari “The Cloud of Unknowing” (Awan Kegelapan) dan mistikus terkenal Teresa dari Avila, John dari Salib, dan Ignatius dari Loyola terdapat di took-toko buku berdampingan dengan karya-karya mistik zaman modern seperti Thomas merton dan Thich Nhat Hanh.
Para mistik bukanlah orang-orang yang melakukan tindakan keajaiban, atau didorong daya ajaib, atau mengalami suatu keajaiban. Tetapi para mistik adalah orang-orang yang diakui sebagai orang yang berbakti kepada Allah dengan sungguh-sungguh. Mereka bukan hanya orang yang percaya kepada Allah atau Yang Ilahi tetapi mereka mengalami kehadiran Allah dalam hidupnyata dan di dunia semesta. Sasaran hidup mistik adalah kesatuan dengan Allah, kesatuan dengan yang ilahi yang merupakan kesempurnaat total. Bagi para mistikus segalanya mengalir dari pengalaman kesatuan dengan Allah. Bila para mistikus dipenuhi dengan kehadiran Allah secara misteri mereka menjadi sadar akan kehadiran Allh mereka tidak sanggup mengungkapkan dengan bahasa kita manusia, dan hidup mereka diubah. Mereja menjadi merasa bersukacita, berhabagia, percaya diri, rendah hati, penuh kasih, merasa bebas dan aman. Inilah arti persisnya haus akan spiritualitas.
Gambaran pengalaman kesatuan dengan Allah juga termasuk kesatuan dengan sesame dan dengan alam semesta. Fransiskus dari Assisi secara total mengalami persatuan dengan semua saudara-saudari, termasuk juga Saudara Matahari dan Saudari Rembulan. Masyarakan dewasa ini terpukau dan secara mendalam digerakkan oleh pengalaman mistik kesatuan. Yang menarik perhatian dari pengalaman para mistik adalah suatu pengalam keagamaan lebih dari pada dogma agama.
Terjadi pergeseran dari gagasan dan pemikiran menjadi suatu pengalaman, dari pengetahuan intelektual menjadi pendalaman batin, hal ini terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Pada era pos-moderen hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. Yang dibutuhkan adalah pengalaman dan bukan gagasan. Dan para mistikus menjadi tiang penopang utama dalam hal pengalaman keagmaan yang mendalam.
Pada mulanya gerakan Pantekosta merupakan ungkapan rasa haus akan pengalaman akan Allah. Gerakan Pantekosta dan gerakan-gerakan kharismatik yang lain yang berlangsung selama 20 abad, hidup rohani disadari sebagai pencurahan Roh Kudus. Buah-buah Roh nampak dalam sukacita dan bicara dalam bahasa roh. Apapun bentuk dan pengalaman mereka hendaknya dimengerti sebagai rasa haus akan pengalaman rohhani.
Haus akan penyembuhan
Pertanda yang menonjol adanya haus akan hidup rohani dewana ini adalah kebutuhan dasariah untuk penyembuhan. Hal ini tepat sekali khususnya di Negara Afrika. Pada tahun 2004 terdapat sekitar 2 juta orang berkumpul di pantai dekat Logos di Nigeria dengan harapan mendapat penyembuhan dari seorang penyembuh dari Nigeria sendiri. Pada suatu saat di Nairobi, saya menyaksikan perkumpulan sekitar 1 juta orang memenuhi kampus dan lapangan bola milik salah satu universitas, mereka nonton TV tentang penyembuhan yang dilakukan oleh peyembuh Amerika. Di Afrika sendiri, gereja-gereja yang menawarkan penyembuhan, Gereja berkembang pesat. Hal ini terjadi bukan karena kesuksesan para penyembuh, tetapi karena berbicara kepada orang-orang yang amat haus akan penyembuhan.
Gejala semacam ini bukan hanya di Afrika. Penyembuhan atas dasar iman terjadi dimana-mana. Gereja Katolik sendiri cenderung tempat-tempat kudus penyembuhan lebih dari pada penyediaan para penyembuh kharismatik, misalnya Lourdes, Fatima, Medjugorje. Di India dan Sri Langka terdapat tempat-tempat suci dan sungai-sungai suci tempat penyembuhan.
Kebanyakan kita melayani penyembuhan fisik atau lukan-luka batin. Hal itu tidaklah mustahil. Pertanda yang menonjol adalah makin banyak orang suka mengkonsumsi obat luar negeri atau dari Barat, kebutuhan mereka meningkat, mereka butuh yang transenden, sesuatu yang dapat menyembuhkan baik badan, jiwa dan masyarakat, penyembuhan menyeluruh.
Untuk sementara orang Barat telah menjalankan model terapi untuk penyembuhan psikologis. Bila anda sakit fisik, anda hendaknya pergi ke dokter; tetapi bila anda butuh ketenangan batin, kekuatan batin, dan keseluruhan diri hendaknya pergi ke terapis. Tetapi dewasa ini orang-orang Barat butuh lebih dari pada hanya seorang terapis.
Spiritualitas Awam
Terjadi gejala mencolok pada masa kini yaitu gejala pemisahan spiritualitas dari agama. Diarmuid O’Murchu, salah satunya mengatakan bahwa spiritualitas telah ada sejak semula, sedangkan agama baru diperkenalkan kepada kita hanya 5 ribu tahu yang lalu, dan agama tahan demi tahap akan lenyap karena spiritualitas sedang berkembang keluar jangkauan agama-agama.
Walaupun sesuatu pertanda menonjol terjadi, saya tak berpikir perlunya membedakan antara spiritualitas dan agama dalam usaha memahami tanda-tanda zaman. Para peneliti, seperti Mercia Eliade menunjukkan bahwa gejala yang terjadi adalah agama. Dan Filosof, seperti Jaxques Derrida menulis bahwa gejala yang terja sebagaimana dewasa ini entah di luar atau di dalam Gereja sebagai agama atau suatu pengalaman religius. Kita mulai menyaksikan bahwa institusi keagamaan cendering menjadi fosil, legalistis, dogmatis dan otoriter. Apa pun sebutannya pada kenyataannya terjadilah kehausan spiritualitas dan tak mungkin bias di penuhi hanya di dalam Gereja-gereja kita, mesjid-mesjid, sinagoga-sinagoga atau candi-candi.
Salah satu tempat dimana mereka paling terasa haus akan spiritualitas adalah mereka yang telah menemukan sejarah semasta baru, yang akan kita bahas dalam bab 4. Kebesaran dan kemuliaan Allah atau Yang Kudus berada di tengah tersingkapknya misteri alam semesta. Percarian spiritualitas yang tepat hendaknya selaras dengan spiritualitas praktis yang dapat dihayati dalam hidup nyata sehari-hari dan di dalam Gereja bagi mereka yang beragama Kristen. Banyak penulis Kristen menulis tentang penyelidikan sekular demi perkembangan spiritualitas yang selaras dengan Abad Baru. Tetapi pada kenyataannya tak ada seorang pun atau kelompok manapun dapat disebut spiritualitas Abab Baru. Yang kita miliki hanyalah mynculnya banyak peneliti spiritualitas yang mencoba berbagai cara entah yang disebutnya paganism, gaib, ajab, animism, pantheisme atau yang lain. Terjadi beranekaragam spirtualitas. Beberapa ritual dilaksanakannya secara kekanak-kanakan. Tetapi ada jugayang mengusahakan tempat latihan rohani sebagai ajang bisnis “teknology spiritualitas”. Para usahawan memanfaatkannya untuk mencari keuntungan dengan memanfaatkan situasi banyaknya orang peneliti spiritualitas.
Di samping itu, nampak beberapa wawasan spiritualitas sederhana tetapi penuh daya, seperti yang diungkapkan William Bloom tentang pendekatan kudus untuk memahami spiritualiitas baru yang bermunculan di dunia, yang termasuk Abad Baru. Bukankah gejala macam ini merupakan menunjukkan adanya haus akan spiritualitas?
David Trace, peneliti spiritualitas orang muda Australia dapat menolong kita memahami segala yang terjadi di kalangan muda seluruh dunia. Angkatan muda secular dewasa ini dapat meraih melebihi pandangan dunia ilmu pengetahuan dan mekanika dalam usaha meneliti misteri besar yang mendasari segala-galanya. Hal demikian tak mereka alami di Gereja-gereja tradisional. Yang mereka alami adalah ajaran otoriter, liturgy kosong dan dualism. Ajaran dualisme jiwa dan badan adalah sia-sia di jaman pos-modernisme bagi kalangan muda. Mereka butuh spiritualitas yang berbicara tentang tubuh dan sexualitas.
Pengalaman pribadi saya sebagai orang muda, hitam dan putih, di sekolah dan di universitas, lebih dari 30 tahun bahwa tak seorang pun, kecuali fundamentalis dan neo-konservatif, tertarik pada doktrin dan dogma. Tatapi terjadi gejala sukses kelompok Taize, biara ekumenis dan rumah retret di Perancis. Sepanjang tahun ribuan orang muda berkumpul bias samapai satu pecan untuk menikmati suatu kebebasan. Tak ada doktrin dan tak ada dogma dipaksakan. Tak ada khotbah sama sekali biarpun dengan liturgi panjang. Orang-orang muda berkumpul untuk mendiskusikan spiritualitas atau kitab suci atu apa saja yang mereka suka. Ada kesempatan diam dalam waktu lama, doa-doa dan nyanyian-nyanyian, dan upacara sederhana dan meditative.
Kiranya kita amati hal ini sebagai tanda-tanda zaman.
Catatan: Albert Nolan, Jesus’ Today, Orbis Books, Maryknoll. NY, 2006,pp. 3-14.
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.