demor |
Inilah idaman bahwa orang hidup dan berkerja untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Inilah sasaran hidup mereka dan mereka siap mengorbankan segalanya untuk meraih cinta-cita itu. Dengan cara inilah kamu “menemukan hidup dalam dirimu”. Dengan cara inilah kamu menemukan identitas dirimu sendiri. Seorang penulis mengatakan: “Dunia Barat mempetahankan bahwa tiap orang menemukan identitas dirinya hanya dengan memisahkan dirinya dari sesama dan dari segala yang melingkupi dunia.” Kebebasan dan kebahagiaan berarti kemerdekaan dan mencukupi dirinya sendiri.
Mentalitas budaya dari berbagai budaya di dunia dari masa lalu hingga kini ternyata amat sulit dimengerti. Mentalitas budaya lain mengatakan bahwa barangsiapa terpisah atau terasing dari komunitasnya dianggap sebagai orang yang bernasib malang. Saling ketergantungan, kesatuan social, dan saling memenuhi satu sama lain merupakan nilai-nilai budaya yang patut dibanggakan. Di Afrika saya bilang, “Orang menjadi orang melalui orang lain”. Artinya, identitasmu tergantung pada keluarga, rekan, dan komunitas yang berkaitan denganmu dan relasimu dengan mereka.
Pada masa lampau banyak orang berusaha mengembangan ego, seperti para raja, para penakluk dan para dictator. Tetapi dewasa ini di dunia Barat pengembangan ego menjadi cita-cita bagi setiap orang. Mental individualisme meresapi segala lapisan kegiatan kita. Itulah bagian dari globalisasi liberalisme baru dan hal itu menghancurkan budaya-budaya masyarakan lain. Di Afrika, kami menyaksikan perkembangan individulisme yang tak terelakkan, khususnya di bidang ekonomi. Hal ini dikatakan bukan untuk mengadili atau mempersalahkan siapa pun. Budaya Barat berkembang dengan cara demikian dan kita mempertanyakan bagaimana hal itu bisa terjadi. Bukan berarti kita mempersalahkan siapa pun.
Sebenarnya individualisme bukanlah sesuatu yang baru. Apa yang kelihatan baru dan tanda-tanda zaman manakah yang nampak pada kita? Tanda-tanda zaman yang nampak jelas pada kita adalah tumbuhnya kesadaran bahwa mentalitas individualisme nartistik secara psikologis, social, politik, ekonomi, spiritual dan ekologis menghancurkan eksistensi kita.
Kehancuran Individualisme
Pada tahun 1979 hingga 1984 terbentuk tim sosiologi di bawah pimpinan Robert Bellah. Mereka mengadakan penelitian tentang pengaruh psikologis mental individualism di Ameriks Serikat. Penemuan mereka amat mengejutkan. Pengaruh mental individualisme ternyata amat mendasar, yaitu mengakibatkan orang menjadi merasa terasing, kesepian, haus kasih, tak bahagia, dan tak sanggup membangun pershabatan.Di tengah mentalitas budaya individualisme, para tenaga terapi dan para penasihat telah menyadari tugas mereka untuk membantu setiap orang untuk mengembangkan dirinya untuk meraih cita-cita mulia orang Barat menjadi orang “kepenuhan atau keutuhan diri”. Tetapi para psikolog dewasa ini baru menyadari bahwa cara berpikir macam ini hanya akan menuntun orang berpusat pada diri sendiri dan narsistis, dan hanya akan mengarahkan dirinya menjadi sakit mental, baik psikologis maupun neurotis. Individu yang hanya mengutaman diri sendiri akan kehilangan kontak dengan realitas.
Keterasingan dengan realitas macam itu tidaklah sehat sama sekali. Generasi Barat macam ini lahir dengan dipaksa segera dewasa, atau istilahnya gerenarsi “diperam”, setelah perang dunia kedua dan tumbuh ditengah gelombang protes pada tahun 1960-an. Tujuan hidup mereka hanya untuk mencukupi diri sendiri. Penulis dewasa ini, seperti Ken Wiber menyebut mentalitas hidup hanya untuk mencukupi diri sendiri dengan generasi egois, istilahnya karena “sakit diperam”.
Dewasa ini banyak orang muda merasa bahwa, di samping individualisme, diri mereka tertekan. Mereka tetap berjuang demi kebebasan pribadi mereka, untuk memenjadi diri sendiri, untuk merealisasikan diri, untuk menuntut haknya, untuk mengambil sikapnya sendiri.
Generasi muda Barat dewasa ini cenderung mencari spiritualitas yang berpusat pada diri sendiri juga. Pada dasarnya spiritualitas pribadi merupakan reaksi dari tuntutan harus produktif. Sekian banyak orang yang telah mengadakan penelitian dan mengadakan refleksi hidup spiritual telah menemukan, sebagaimana yang dialami para mistikus bahwa kita harus berani menanggung beban tugas yang sulit dan menyakitkan hati untuk bisa keluar dari mentalitas mementingkan diri sendiri, individualistis, dan egois. Rencana-rencana yang mengabaikan kebenaran dan hanya mengutamakan spiritualitas pribadi hanya akan menuntun kita ke jalan buntu. Lebih lagi banyak orang yang menganggap dirinya guru-guru spiritual hanya semakin meningkatkan egoisme mereka sendiri. Rencana-rencana dan guru-guru spiritual macam ini tak akan memuaskan rasa haus akan spiritualitas yang benar dan sejati.
Di Eropa, Amerika Utara dan Australia, Gereja-Gereja menjadi kosong. Sebaliknya, di tempat lain dan khususnya di Afrika, Gereja-Gereja membludak dan baik Kristen maupun Islam berkembang pesat. Hal ini bukan karena sikap kembali ke masa lampau atau fundamentalisme. Dugaan saya inilah pertanda orang mencari spiritualitas dan penyembuhan dalam solidaritas dengan sesama masyarakat.
Di Afrika dan di Afrika Diaspora orang berjubel dan berkumpl bersama di Gereja-Gereja untuk pelayanan dan untuk saling menopang dan untuk merasakan betapa kita bersatu secara harmonis sambil bernyanyi dan berdoa. Di Gereja-Gereja Barat orang akan duduk sendiri dan sedapat mungkin sejauh mungkin dengan orang lain. Tak ada kebersamaan.
Inilah perbedaan antar ubuntu (menjadi pribadi dengan dan melalui sesama) dan individualism Barat (menjadi pribadi dengan memisahkan diri dari masyarakat). Beberapa orang percaya bahwa kita bisa menemukan Allah bersama sesama, sementara orang lain mengatakan bahwa kita hendaknya menemukan Allah secara pribadi. Kelompok pertama menginginkan kebersamaan dalam Gereja atau ibadat bersama. Sementara kelompok lain ingin mengembangan spiritualitas secara pribadi. Dalam hal ini David Tacey memperingatkan kita akan adanya ”kesepian dahsyat yang mengakibatkan pencarian spiritualitas secara pribadi”.
Ada kesamaan masalah dalam memperjuangkan keadilan dan hak-hak asasi manusia. Banyak orang berpendapat bahwa tanpa kebebasan pribadi dan kebebasan batin, kebebasn social pun dirong-rong dan dirusak oleh mentalitas individualisme. Seandainya semua orang telah secara social memperoleh kebebasan bukan berarti bahwa mereka telah dibebaskan dari mentalitas egoisme pribadi atau sikap mencari kepentingan sendiri. Kebebasan batin, kebebasan dari sikap mementingkan diri sendiri itulah yang harus kita perjuangkan.
Sebenarnya konsep hak-hak asasi manusia telah mengembangkan banyak hal demi keadialan dunia, tetapi di balik itu ada unsur sikap mementingkan diri sendiri juga. Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak asasi tiap pribiadi. Kita hendaknya menyadari bahwa kita harus berjuang untuk kepentingan bersama. Dalam budaya individualitme bila mengusahakan keadilan biasanya mengusahakan kepentingan bersama melawan egoisme orang-orang tertentu. Tetapi hal itu tidaklah benar. Kepentingan bersama hendaknya memelihara dan menghormati kepentingan pribadi juga.
Bila kita mengusahakan kepentingan bersama tetapi dengan mengorbankan kepentingan pribadi kita bertindak keliru dan mungkin lebih buruk. Hak kepelilikan pribadi melarang seorang miskin untuk mencuri sepotong roti, tetapi mensyahkan orang kaya untuk menimbun makanan dan sumber-sumber alam yang lain, walaupun ia sendiri tidak akan menikmatinya. Mentalitas individualime macam ini merajalela dimana-mana, mereka berjuang untuk mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin, sementara jutaan orang menderita mati kelaparan. Orang kaya membenarkan tindakan ketidakadilan dengan terang-terangan dengan menuntut hak-hak asasi mereka untuk memiliki harta semaksimal mungkin, tak peduli betapa pun banyanya orang tak bisa memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup. “Saya memperolehnya atas dasar hukum” katannya. “Itulah hak saya, saya tidak bertanggungjawab atas hidup orang lain.” Mentalitas individualistis macam inilah yang membawa kehancuran. Siakp macam inilah yang membawa kehancuran sesama setiap hari.
Ironis tragis mentalitas individualistis Barat mengancam kebebasan sejati. Individualisme dan pemisahan membawa kita pada “tepi bencana”, kata Robert Bellah. Jelaslah sekarang bahwa mental individualisme adalah lebih berbahaya daripada perusakan lingkungan. Secara ekologi, individualisme Barat membawa kita pada kehancuran.
Kehancuran Dunia
Pada tahun 1995, Richard Lekey dan Roger Lewn menulis sebuah buku yang berjudul, “Ke-enam Pemusnahan: Jenis-Jenis Kehidupan dan Kehidupnnya”. Mereka mengadakan penyelidikan tentang pemusnahan masal yang terjadi di planet bumi berjuta-juta tahun yang lalu, termasuk pemusnahan ke-lima waktu dinosaurus dimusnakan. Paristiwa itu terjadi 65 milion tahun yang lalu. Pemusnahan ke-enam merupakan peristiwa yang akan kita hadapi. Hanya peristiwa kali ini akan terjadi bila asteroida menghantam planet bumi. Hal ini terjadi sebagai akibat egoisme manusia.Kita semua telah mengetahui sejarah kehancuran lngkungan hidup: polusi sungai dan lautan, perusakan hutan, erosi tanah longsor, terjadinya padang gurun di berbagai belahan bumi, diciptakannya rumah kaca penahan polusi bahan bakar, pemusnahan jenis-jenis makhluk hidup, penangkapan ikan berlebihan di sepanjang pantai lautan, exploitasi polulasi di Negara-negara berkembang, bahaya-bahaya sisa-sisa tenaga nuklir dan tak tahu lagi, barangkali akibat percobaan genetika yang tak terbendung lagi. Itulah litani kutukan.
Kita telah berbicara tentang ancaman berbagai dasawarsa. Pada awal tahun 1962, Rachel Carson menulis buku tentang, “Mata Air yang Tenang” yang mengungkapkan bahwa jenis-jenis makhluk hiidup sedang sekarat. Banyak peringatan macam-macam, tetapi gelombang laut terlalu besar untuk dibendung.
Memang , penemuan ilmiah terkini tidak hanya berbicara tentang bencana alam yang bisa terjadi pada masa depan. Tetapi malapetaka yang sedang terjadi saat ini, “Dunia semakin panas”. Saya akan memusatkan perhatian dalam hal ini karena berkaitan dengan tanda tanda zaman.
Dunia semakin panas
Para ilmuwan menyampaikan kepada kita bahwa pembakaran bahan bakar (bensin, solar, batu bara dan gas) memancarkan carbon dioxide ke udara. Hal itu terjadi sejak Revolusi Industri dan hingga kini semakin meningkat. Dan hingga kini arang dioksida di udara telah mencapai 7 miliar ton setiap tahun.Karbon Dioksida ini telah terkumpul menjadi satu menyerupai selimut raksasa alam semesta dan mengakibatkan suhu dunia meningkat semakin panas dibadingkan suhu dunia masa lampau. Hal itu juga diakibatkan adanya rumah kaca. Tetapi sejak revolusi industri karbon dioxide yang menyelimuti kita semakin tebal meningkat 30 persen.
Bagi banyak orang yang tidak paham, dunia yang semakin panas dianggap biasa saja. Tetapi bagi para ilmuwan, dan terutama dunia metereologi dan geofisika menyampaikan kepada kita bahwa hal ini akan berpengaruh dan memang sudah berpengaruh dahsyat pada suhu udara, di berbagai tempat terjadi kemarau panjang, banjir bandang, dan gagalnya pertanian sehingga persediaan makanan berkurang, dan terutama hal itu merusakan suku bangsa manusia, naiknya permukaan laut di mana-mana.
Permukaan laut semakin naik, terutama karena naiknya suhu lautan menggadakan volume air laut. Bagaimana pun juga lebih dramatis lagi, terjadi larutnya gunung-gunung es dan danau-danau es di Artika dan Antartika yang berakibat semakin meningkatnya tingginya permukaan laut. Bila hal ini berlangsung terus kemungkinan besar tenggelamlah kota-kota pinggir pantai mulai dari New York dan London hingga Lagos, dan pulau-pulau yang berada di tempat yang rendah dan terutama negara-negara yang berada di dataran rendah seperti Bangladesh.
Dugaan awal hal itu akan terjadi pada suatu saat pada masa depan. Tetapi menurut konferensi para ilmuwan (bukan aktivis lingkungan hidup) yang diprakarsai oleh pemerintah Ingris (bukan Party Hijau) pada tahun 2005, menyampaikan bahwa naiknya suhu dunia sedang terjadi dan ternyata lebih cepat daripada dugaan awal dan lempengan es di Antartika mulai meleleh lebih cepat daripada dugaan sebelumnya. Hal itu menyebabkan naiknya permukaan laut dimana-mana hingga 16 kaki (4.88 meter) dan berakibat timbulnya tsunami raksasa, terus-menerus dan menyeluruh.
Konferensi para ilmuwan di Inggris pada tahun 2005 itu juga menunjukkan bahwa karbon dioksida bukan hanya terbang ke udara, tetapi juga menyusup ke dasar lautan dan membunuh plangton persediaan makanan ikan. Akibatnya ikan-ikan dan makhluk hidup di laut terkena dampaknya. Tak seorang pun menduga bahwa naiknya suhu dunia berakibat fatal.
Kalau bangsa manusia akan musnah dengan cara demikian, sebagaimana musnahnya dinosaurus, kita akan menderita berkepanjangan bersamaan dengan segala makhluk hidup yang mengungsi untuk menyelamatkan diri untuk berebut makan. Miliaran orang akan mati. Skala penderitaan manusia sungguh mengerikan untuk dibayangkan.
Jadi, apa yang harus kita buat? Apakah yang hendaknya dilakukan oleh para pemimpin bangsa?
Para pemimpin bangsa menghadapi kesulitan besar dalam mengadakan suatu persetujuan menyangkut program raksasa menghentikan bencana secara efektif. Bahkan bila mereka telah mengadakan kesepakatan, mereka biasanya tidak setia pada persetujuan. Masalah menjadi lebih besar dari pada sebelum diadakan persetujuan. Agen energy internasional memperkirakan bahwa meledaknya polulasi di negera-negara berkembang dan industrialisasi yang gencar dari Negara-negara besar seperti Cina dan India, pada tahun 2040 peningkatan penduduk akan bertambah 62 persen!
Semua Negara di seluruh dunia hendaknya bekerjasama dalam neghadapi masalah ini. Bila sejumlah Negara setuju untuk melakukan tetapi Negara-negara yang lain, terutama Negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Cina dan India tidak sepakat, maka kita akan punah.
Banyak orang berkomentar bahwa, “Kita tahu apa yang harus dilakukan, tetapi kita tak ada niat untuk melakkanna”. Mengapa? Karena kita masih melekat pada kepentingan sendiri, individualisme kita sendiri.
Mereka yang telah berlimpah ruah kekayaan hendakanya mengencangkan piggang dan mengendorkan standar hidup mereka. Kita hendaknya mengendalikan gagasan pertumbuhan ekonomi yang tiada batasnya. Tetapi kelompok individualisme dan kelompok yang mengutamakan kepentingan sendiri tak memungkinkan kita melakukan hal ini. Politikus yang berusaha mengurangi atau mengadakan pembatasn pertemubuhan ekonomi tak akan terpilih lagi. Kita tak lagi memiliki kebebasan berpolitik untuk melakukan yang terbaik bagi kepentingan umum, karena lebih banyak orang yang tak mau melepaskan mental egoismenya bagi masyarakat luas, terutama bagi generasi mendatang. Mental egoismenya tak mau tahu. Masalah kemanusiaan diingkari dan pemahaman tentang itu ditekan. Memperjuangkan kemanusiaan bangsa manusia berarti bunuh diri.
Kita tidak bermaksud untuk mempersalahkan orang-orang yang bermental egois di tengah kekacauan. Tidaklah pantas untuk memfitnah, menghakimi, atau mengkambinghitamkan siapa pun. Hal ini hanya untuk mengungkapkan bahwa kita semacam memasuki jalan buntu bila kita tak sanggup mengatasi mental mencari kepentingan sendiri, termasuk egoism tersembunyi yang nampaknya indah.
Ada banyak akrvis tangguh yang rela membangkitkan kesadaran dan menggerakkan masyarakat untuk menyelamatkan dunia. Banyak juga guru-guru spiritual menggerakkan masyarakat agar tak dikuasai oleh mentalitas egoism. Joanna Macy mengatakan secara tepat, “Sesuatu yang penting sedang terjadi di tengah kita, dan betapa bahagianya saya. Hal itu berkaitan dengan diri pribadi”. Banyak psikolog, filosof, sosiolog, penulis spiritual dan mistikus dari berbagai agama memahami akibat metalitas egoism yang merusak, dan dalam praktek baik dengan cara-cara baru atau lama memungkinkan kita untuk mengubah mentalitas diri. Banyak penelitian dipusatkan tentang pengaruh egoisme.
Ego dan yang mengatasi
Freud, Jung dan para psikolog yang lain menggunakan istilah “ego” dalam berbagai cara. Tetapi istilah yang secara umum dipakai dan dipahami dewasa ini diantara para psikolog dan penulis spiritual, dan yang ingin saya pakai adalah “Aku” yang dipahami sebagai pusat dunia, sambil mempersalahkan segala-galanya bila sesuatu yang tidak baik terjadi atas diri”ku” dan hanya “aku”. Ego berart demi kepentingan sendiri.Ego berarti kepemilikan. Ego juga berupa keinginan tak terpuaskan yang berkaitan dengan uang dan kepemilikan yang lain. Karena itu mentalitas yang kita warisi dari Barat adalah mentalitas ingin memiliki. Aktivits ekonomi bermotivasi dasar untuk memenuhi dorongan keuntungan pribadi. Ego yang tak terkontrol berusaha mengontrol dunia: manusia, peristiwa, dan alam. Obsesi disertai dengan wewenang dan otoriter.
Ego mengacu dirinya dengan sesame dan bersaing demi pujian dan kekhususan dirinya, demi kasih dan kuasa serta uang. Hal inilah yang membuat kita cemburu, marah dan tersinggung terhadap sesame. Hal itulah yang menyebabkan kita menjadi munafik, dua muka dan tak jujur.
Mentalitas egois tak percaya kepada siapa pun selain dirinya sendiri (keculai ia sedang memproyeksikan egoismenya terhadap orang tertentu). Tak percaya kepada sesam membuat kita sendiri tak aman. Kita menjadi penuh ketakutan, kawatir dan gelisah. Metanlitas egoism membuat kita kesepian dan ketakutan.
Mengutamakan kepentingan sendiri tak mencintai siapa pun kecuali diri sendiri, mencari kepentingan untuk memenuhi kebutuhan sendiri, itulah daya hidupnya. Ia tak memahami perasaan sesama atau empati, bahkan mentalisme egoism bias bertindak jahat terhadap sesame. Sumber kesengsaran manusia adalah mentalitas egois yang mengutamakan kebanggaan dan cinta diri.
Mentalitas egois bukan hanya dimiliki pribadi-pribadi tertentu, tetapi bias juga menjadi kelompok masyarakat tertentu dan sturuktur yang mendominasi. Napsu kuasa adalah ungkapan mental egoismeyang ingin mengontrol dunia, kalau perlu denga senjata. Napsu aka uang juga mengungkapkan mentalitas egoism yang tak pernah puas denga yang dimiliki. Institusi dan struktur-struktur yang lain diciptakan untuk meraih cita-cita itu. Sistem kemayarkan yang yang didominasi maskulin juga mengungkapkan mentalitas yang sama.
Tetapi ego bukanlah diri sejati. Itu bukanlah diri saya. Itu gambaran salah tentang diri saya. Itu hanya ilusi, bahwa saya adalah individu yang terpisah, bebas, terisolir, otonomi. Apa pun yang saya bayangkan tentang diri saya, pada kenyataannya saya bagian dari tata semesta yang di dalamnya semua saling tergantung dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Kitalah hasil evolusi dan hasil dari didikan sosial dan budaya dan hasil dari kondisi psikologis. Kita tak pernah sampai pada sungguh bebas hingga kita sadar akan hal itu. Bila kita membayangkan bahwa kita sebagai manusia berada di luar dan di atas alam semesta, berarti kita tidak bebas dan sedang menipu diri sendiri. Semua keterpisahan, konflik, dan persaingan di antara manusia, dan di antara manusia dengan ciptaan lain terjadi karena gambaran ego yang hanya ilusi karena mentalitas keterpisahan dan kebebasan.
Kelihatannya, dalam proses evolusi bangsa manusia mengmbangkan perwujudan yang kita sebut ego. Kita mengembangan kesadaran diri yang terpisah dari ciptaan lain. Kita memusatkan pada diri sendiri. Sejak kita masih kecil kita mulai mengembangkan suatu ego. Selanjutnya kita sebut pribadi. Waktu menginjak dewasa kita memanfaat ego, tetapi tetap dalam keadaan terkontrol karena kita berada di tengah masyarakat. Sistem kontrol berasal dari diri kita sendiri, atau dari budya, agama atau hokum masyarakat.
Setelah berabad-abad lamanya ego menjadi amat dominan dalam meraih segla macam cita-cita, khususnya di dunia Barat sejak zaman Renaisan, zaman Iluminasi, dan pada awal zaman ilmu pengetahuan dan revolusi industri. Melalui proses inilah individualisme Baran berkembang.
Sering dikatakan bahwa mencari kepentingan diri adalah sifat alami manusia, dan nampaknya memang benar. Tetapi yang alami tidaklah statis, tetapi berkembang terus-menerus. Ego pun berada dalam proses evolusi dan telah mencapai ribuan tahun. Dewasa ini ego telah sampai pada saat kritis. Ego telah menjadi sarana persak, sehingga ego hendaknya ditransformasi, agar berkembang dengan lebih baik dan lebih universal. Ego hendaknya dikembangkan lagi agar mengarah kepada kesatuan, komunitas dan keutuhan serta kasih.
Catatan: Albert Nolan, Jesus Today, Orbis Books, Maryknol, NY, 2006, pp. 15-25.
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.