Upah murah, ketidakpastian kerja (lewat sistem kontrak dan outsourcing serta PHK), dan ketiadaan jaminan sosial kerja merupakan masalah yang tiap harinya bersentuhan dengan buruh Indonesia. Masalah ini berhubungan erat dengan masalah-masalah lain yang ada pada rakyat mayoritas. Seluruh rakyat berhadapan dengan kebutuhan hidup yang tinggi, ketiadaan lapangan pekerjaan, mahalnya biaya kesehatan dan pendidikan, dll, semakin menyebabkan buruh maupun rakyat mayoritas sulit untuk hidup sejahtera, apalagi untuk mengembangkan aspek-aspek kemanusiaannya (belajar, berkesenian, bersosial) sebagai manusia.
Pada saat yang sama, ada sebagian kecil masyarakat yang hidup mewah, berkecukupan bahkan tidak perlu mengeluarkan keringat setetes pun, uang terus mengalir ke brankas mereka. Mereka adalah para pemilik perusahaan/pemilik modal, dimana perusahaannya sendiri seringkali bahkan bukan dijalankan oleh dirinya, melainkan oleh para direktur dan manajer yang diupah tinggi. Mereka juga menguasai bank-bank, pertambangan, industri (pabrik dan jasa), menguasai industri media (tv dan Koran), dan menguasai seluruh barang-barang konsumsi dan kebutuhan hidup sosial manusia lainnya.
Penggolongan masyarakat tersebut (golongan mayoritas: rakyat bekerja keras-hidup sulit & golongan minoritas: para pemilik modal, tidak bekerja-hidup mewah, dan menguasai dan mengatur kehidupan masyarakat) merupakan hasil dari pembagian masyarakat dalam sistem ekonomi kapitalisme. Kapitalisme, sebuah sistem ekonomi dimana kapital (modal, kekayaan) dan pemiliknya menjadi “Tuhan-Tuhan” baru yang diciptakan dan menjadi penguasa dunia saat ini. Seluruh kebutuhan sosial manusia/masyarakat (makan, pakaian, rumah, sekolah, kesehatan, transportasi, kesenian, bahkan agama, dsb.) diubah menjadi barang dagangan dan dikuasai oleh para pemilik modal. Yang tidak mampu membeli tidak bisa mendapatkannya. Bahkan seluruh nilai-nilai luhur budaya (solidaritas, saling berbagi, tolong menolong dan sebagainya) dihancurkan dan digantikan dengan nilai-nilai baru yang semuanya diukur dengan uang, harta dan kekayaan (menjadi barang dagangan yang harus dibeli). Jadi pembagian kelas yang terjadi di masyarakat bukanlah karena nasib yang ‘memang begitu adanya’, bukan juga karena dunia sudah dibagi menjadi dua kelas sebagaimana adanya siang-malam, baik-buruk, kaya-miskin, dst, melainkan terbentuk dari sistem ekonomi yang dijalankan.
Sistem ekonomi-politik kapitalisme dilahirkan, dibentuk, dan lalu dipertahankan oleh pihak-pihak yang diuntungkan oleh sistem itu, yaitu para pemilik kapital/modal. Sebagai contoh para pengusaha/pemilik modal yang bersikeras mempertahankan sistem kerja kontrak dan outsourcing atau menolak upah layak, ini bukan karena mereka tidak tahu kalau buruh tidak sejahtera, tapi karena hanya dengan cara seperti inilah mereka dapat menumpuk keuntungannya dan pada akhirnya dapat mempertahankan sistem kekuasaan modal ini berjalan.
Di sisi lain kelas buruh berkepentingan untuk mendapatkan kesejahteraan. Kepentingan ini jelas bertentangan dengan kepentingan para pemilik modal. Perbedaan kepentingan (antara buruh dan pengusaha) ini merupakan gambaran paling sederhana dan paling jelas bagaimana dalam suatu masyarakat terdapat golongan-golongan yang saling bertentangan kepentingannya, baik secara ekonomi, maupun secara politik. Penggolongan masyarakat dalam ekonomi-politik inilah yang disebut sebagai “kelas-kelas” . Dimana dalam sistem ekonomi kapitalisme, alat-alat produksi (pabrik, tanah, teknologi dll), yang dibutuhkan untuk menghasilkan barang-barang kebutuhan sosial masyarakat justru dikuasai oleh pribadi-pribadi, atau segelintir orang dan bukan menjadi milik sosial (Negara rakyat).
Lebih hebatnya lagi, para pemilik modal ini kemudian juga aktif dalam politik, mendirikan partai politiknya ataupun menjadi penyokong utama partai-partai politik ini. Akhir dari semua aktivitas politik ini berikutnya mereka pun dapat menguasai parlemen (DPR/DPRD), dan menguasai pemerintahan. Dengan menguasai pemerintahan dan parlemen, maka seluruh kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah dan parlemen (DPR/DPRD) dapat dipastikan merupakan cermin dari kepentingan dari para pemilik modal ini. Ditambah lagi, agar sukses dijalankannya kebijakan ini, perangkat-perangkat dukungan pun dipersiapkan: dari mulai kampanye palsu (alasan kenapa kebijakan tersebut yang diambil), hingga perangkat kekerasan negara (polisi, tentara, pengadilan dan penjara). Sederhananya, negara pun akhirnya dikuasai oleh mereka.
Perjuangan Kelas, Bentuk Perjuangan dan Organisasinya
Bagi kita yang sudah pernah dan terbiasa berjuang menuntut kesejahteraan di sebuah perusahaan, atau di berbagai aksi kawasan atau aksi mogok nasional sudah biasa pula bagi kita melihat keberpihakan negara (pemerintah, aparat, pengadilan, dll) terhadap klas pengusaha/pemilik modal, sebagaimana penjelasan diatas. Tetapi pernyataan ini bukanlah berarti bahwa mayoritas kelas buruh sudah memahami bahwa perjuangan kelas buruh juga harus melakukan perjuangan untuk merebut kekuasaan negara yang dikuasai oleh kelas pemilik modal.
Gerakan kaum buruh yang dipimpin oleh serikat buruh, biasanya hanya menekankan tentang perjuangan ekonomi, yaitu perjuangan yang hanya menuntut sebagian isu atau sebagian tuntutan kelas buruh. Mayoritas kelas buruh pun masih belum paham bahwa akar dari penindasan yang dialaminya saat ini akarnya bersumber dari sistem ekonomi kapitalisme yang dijalankan. Untuk memahami ini, kita harus memahami soal-soal ekonomi politik, dan sejarah perjuangan kelas.
Bahwa dalam setiap masyarakat berkelas, seperti halnya dalam masyarakat kapitalisme, pertentangan klas adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Sejak kapitalisme lahir (lebih dari 300 tahun lalu) pertentangan antara buruh dan pengusaha telah dimulai. Dari perlawanan perlawanan sendiri-sendiri, hingga akhirnya membangun perlawanan bersama dalam sebuah organisasi sekerja yang dikenal dengan nama serikat buruh. Biasanya penindasan di tempat kerja dan “perjuangan ekonomi” di tempat kerja (perbaikan upah, kondisi kerja, dll) yang dilakukan oleh buruh di masing-masing perusahaan menjadi motor penggerak lahirnya sebuah serikat buruh di masing-masing perusahaaan. Kesadaran bahwa, semakin bersatu buruh akan menjadi lebih kuat, dan adanya kesadaran sebagai sesama kelas buruh, mendorong terbangunnya persatuan-persatuan sesama buruh. Ini mendorong terbentuknya penyatuan serikat-serikat buruh sektoral (sering dikenal dengan federasi), atau persatuan serikat buruh lokal/territorial, atau gabugannya menjadi konfederasi serikat buruh. Bahkan persatuannya terjadi hingga antar negara (federasi/konfederasi internasional).
Sementara kelas-kelas tertindas lainnya: kaum tani, pedagang kecil, nelayan dan rakyat miskin lainnya, juga menghadapi penindasan yang sama seperti yang dialami kelas buruh. Seperti halnya kelas buruh, kelas-kelas inipun berjuang hanya memperjuangkan kepentingan kaumnya. Misalnya kaum tani berjuang untuk merebut tanah yang dirampas negara (misalnya perhutani) atau oleh pemilik-pemilik modal (pengusaha tambang, hutan, perkebunan dsb), nelayan yang menuntut subsidi BBM, pedagang kecil yang menolak penggusuran atau perjuangan rakyat miskin lain dalam aksi-aksi menuntut hak-hak ekonomi sesuai dengan masing-masing kepentingan ekonomi kelompoknya. Masing-masing kelompok kelas tertindas ini membangun organisasi perjuangannya masing-masing: serikat tani, nelayan, pedagang kaki lima, rakyat korban penggusuran dan lainnya.
Perjuangan ekonomi, perjuangan menuntut kesejahteraan sejatinya tidaklah akan pernah tercapai selama akar dari penindasan itu sendiri yaitu sistem ekonomi kapitalisme tidak dihapuskan. Sederhananya, kita dapat saksikan bagaimana perjuangan menuntut upah minimum yang layak setiap tahunnya terus terjadi. Karena kenaikan upah sebesar apapun akan diiringi dengan kenaikan harga dan munculnya kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya, sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Kenaikan upah menjadi tidak ada artinya dibandingkan dengan kenaikan harga dan kebutuhan sosial lainnya. Demikianlah sistem kapitalisme berjalan, ia akan menyesuaikan diri atas kenaikan upah yang terjadi di buruh. Kesejahteraan dan keadilan bagi buruh dan rakyat banyak tidak akan dapat tercipta dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Oleh karena itu, perjuangan ekonomi atau perjuangan menuntut kesejahteraan yang telah dilakukan oleh gerakan serika butuh haruslah dikembangkan dan menjadi bagian dari sebuah perjuangan politik. Yaitu perjuangan untuk melancarkan perebutan kekuasaan politik: pemerintahan, parlemen, dan akhirnya perebutan siapa yang menguasai negara. Menggantikan penguasa negara yang sebelumnya dikuasai oleh kelas pemilik modal, dengan DIRINYA SENDIRI (kelas buruh dan rakyat mayoritas lainnya). Dititik inilah, sebenarnya kaum buruh (dan rakyat pekerja lainnya) mulai membuat perhitungan sejati dengan kelas penindasnya selama ini.
Dengan dikuasainya negara oleh buruh dan rakyat pekerja, maka berbagai kebijakan yang dihasilkan akan berkebalikan dengan situasi saat ini. Sederhananya saja, misalnya ketika negara dikuasai oleh buruh maka upah buruh akan dinaikkan, tidak boleh ada PHK, jam kerja dikurangi tanpa pengurangan upah sehingga semua orang mendapatkan pekerjaan, sistem kerja kontrak dan outsourcing akan dihapuskan, seluruh kebutuhan-kebutuhan sosial (pendidikan sampai perguruan tinggi, pension, kesehatan: baik pencegahan maupun pengobatan, perumahan, perawatan anak, taman bacaan, internet dan sebagainya) yang semula menjadi barang dagangan (harus dibeli) dirubah menjadi hak yang harus dapat dinikmati oleh semua orang tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Seluruh sumber-sumber kekayaan alam (migas, tambang, hasil hutan dan laut) dan sektor vital untuk rakyat banyak akan menjadi milik negara rakyat pekerja. Pengusaha yang menolak dan melakukan perlawanan seperti lock-out misalnya, bukan saja berhadapan dengan negara melainkan akan berhadapan dengan rakyat. Kaum buruh pastinya, akan siap menjalankan perusahaan-perusahaan yang tidak mau dijalankan pemilik modal. Akhirnya sistem ekonomi pun secara bertahap diubah menjadi sistem ekonomi yang lebih berkeadilan sosial, berpihak ke rakyat banyak dan bukan ke segelintir orang. Sistem ini sering disebut dengan sistem sosialisme, (yang sebenarnya jika membaca sejarah perjuangan kemerdekaan dan konstitusi UUD 45 kita, sistem inilah yang menjadi cita-cita kemerdekaan: mensejahterahkan kehidupan rakyat, dan membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat). Semua hal yang digambarkan diatas sebenarnya sering digaungkan dengan slogan yel-yel; “BURUH BERKUASA, RAKYAT SEJAHTERA!”
Serikat Buruh
Serikat buruh merupakan bentuk organisasi kelas buruh pertama dan saat ini merupakan organisasi terbesar tempat berhimpunnya kelas buruh secara luas dibandingkan bentuk organisasi buruh lainnya. Sehingga tidak dapat terelakkan bahwa perjuangan politik kelas harus juga dimulai dan dibangun dari sini. Melalui serikat buruh inilah, massa kelas buruh dihimpun guna melakukan melancarkan perjuangan ekonomi sehari-hari (kenaikan upah, penghapusan outsourcing dan sistem kerja kontrak dan sebagainya) atau perjuangan untuk isu-isu tertentu.
Perjuangan ekonomi sebagai bentuk awal perjuangan kelas buruh merupakan latihan perjuangan dari seluruh massa kelas buruh. Kemenangan-kemenangan kecil (dipenuhinya tuntutan) dan juga kekalahan-kekalahan yang akan terjadi terus menerus, akan menjadi pelajaran penting dan proses pertumbuhan kesadaran politik kelas buruh. Kemenangan utama dari perjuangan kelas buruh terletak pada semakin bersatunya massa kelas buruh sebagai sebuah kelas dan meningkatnya kesadaran perjuangan kelas buruh dari perjuangan ekonomi menjadi perjuangan politik kelas buruh.
Perjuangan ekonomi yang dilakukan kaum buruh dan dilancarkan oleh gerakan serikat buruh tidak akan serta merta dapat memunculkan “kesadaran politik kelas” yaitu kesadaran perjuangan untuk merebut kekuasaan politik dari tangan kelas berkuasa dan menghapuskan sistem ekonomi yang menindas yaitu kapitalisme sebagai akar dari penindasan yang dialami kelas buruh dan kelas terhisap lainnya. Walaupun demikian, perjuangan ekonomi yang dilakukan gerakan serikat buruh pun sebenarnya juga bersentuhan “politik” misalnya dalam aksi menuntut upah layak, penghapusan sistem kontrak dan outsoursing, jaminan sosial, pendidikan dan kesehatan gratis dan sebagainya. Sebagaimana dijelaskan diatas, dalam aksi perjuangan semacam ini, kelas buruh melihat bagaimana pemerintah, parlemen (DPR/DPRD), dan partai politik yang ada terlihat berpihak kepada kelas pemilik modal/pengusaha dibandingkan kepentingan kelas buruh. Oleh karenanya, sebenarnya dalam perjuangan buruh yang luas (bukan perjuangan di tingkat perusahaan) yang dilakukan oleh gerakan serikat buruh, juga menghasilkan “BENIH-BENIH” kesadaran politik dan BENIH-BENIH kesadaran perlawanan terhadap sistem ekonomi kapitalsime. Tetapi BENIH tetaplah BENIH yang perlu dirawat, dijaga dan ditumbuhkan menjadi buah”. Mengembangkan “Benih-Benih Kesadaran Politik” ini tidak bisa hanya dilakukan oleh gerakan serikat buruh sendiri, melainkan butuh sebuah partai politik kelas. Sederhananya, serikat buruh adalah sekolahan awal bagi perjuangan massa kelas buruh untuk bisa mengerti mengapa perjuangan politik dan membangun sebuah partai politik kelas harus dilakukan.
Perjuangan untuk merebut kekuasaan negara dan menghapuskan penindasan sistem ekonomi, merupakan sebuah perjuangan yang tidak lagi sekedar menuntut atau sekedar meminta belas kasih penguasa dan pengusaha melainkan mengambil hak kekuasaan rakyat (kelas buruh dan kelas tertindas lainnya) dari tangan kelas bermilik saat ini (kelas pemodal/pengusaha). Perjuangan yang memiliki cita-cita demikian, disebut sebagai sebuah perjuangan politik.
Untuk membangun sebuah perjuangan politik, dengan cita-cita mengangkat kelas buruh dan kelas tertindas lainnya menjadi penguasa (secara politik dan ekonomi berikutnya – menguasai negara – menjadi pemerintah), tidak cukup hanya menggunakan organisasi serikat buruh. Dibutuhkan bentuk organisasi lain diluar serikat buruh yaitu yang biasa dikenal sebagai partai politik kelas. Perjuangan politik adalah bentuk perjuangan tertinggi dari perjuangan kelas.
Partai Politik Kelas
Berbeda dengan serikat buruh, partai politik kelas, biasanya anggotanya adalah para pejuang-pejuang buruh dan pejuang rakyat lainnya yang sudah memiliki pengalaman perjuangan sebelumnya di serikat buruh atau serikat rakyat dan memiliki “kesadaran politik” (memiliki pengetahuan tentang sistem ekonomi kapitalisme, hakekat dan tujuan serta strategi-strategi perjuangan). Sementara serikat buruh/serikat rakyat adalah organisasi massa (organisasi sekerja), dimana kesadaran dan keaktifan anggotanya sangatlah bermacam-macam. Siapa saja yang mau membayar iuran serikat pada dasarnya dapat menjadi anggota serikat buruh.
Pastinya partai kelas buruh berbeda dengan partai-partai politik yang saat ini ada di parlemen atau partai politik yang baru muncul yang akan ikut dalam pemilu 2014 nantinya. Seluruh partai politik ini tidak memiliki kepentingan berbeda satu sama lain. Karena bila dicek seluruh partai yang ada dibangun/didirikan, atau setidaknya disokong kuat dan dikuasai oleh para pemilik modal. Sehingga kepentingan mereka pun pada dasarnya tidak berbeda antara satu partai dengan partai lain, mewakiliki kepentingan segelintir orang/minoritas yaitu kelompok berpunya (pemilik modal). Kalau pun ada bedanya, bukanlah soal yang mendasar, yaitu penolakan terhadap sistem ekonomi kapitalisme yang menindas rakyat (walaupun bisa saja ada anggotanya yang anti kapitalisme dan pro terhadap gerakan dan perjuangan buruh). Pertentangan diantara partai-partai ini lebih didasarkan karena mereka ingin kelompok merekalah yang menang pemilu, menang di parlemen (DPR/DPRD), menang di pemilihan presiden dan menguasai pemerintahan. Sehingga nantinya, kelompok mereka lah yang akan menikmati hasilnya (menumpuk kekayaan dan modal). Sementara kaum buruh dan mayoritas rakyat tidak mengalami perubahan apa-apa.
Sementara partai kelas buruh, kepentingan sejatinya tidak memiliki kepentingan berbeda dengan kepentingan sejati kelas buruh dan mayoritas rakyat. Kepentingan sejati kelas buruh dan mayoritas rakyat (terlepas apakah buruh dan mayoritas rakyat sudah sadar atau belum) adalah menghapuskan penindasan yang dialaminya, dimana akarnya justru ada pada sistem ekonomi kapitalisme (sistem ekonomi setan uang dalam bahasa jaman pergerakan kemerdekaan). Perjuangan tahap pertama yang harus dilalui adalah merebut kekuasaan negara dari kekuasaan kelas berkuasa saat ini (kelas pemilik modal). Inilah tahapan untuk menghapuskan penindasan dan ketidakadilan di masyarakat. Lewat negara yang dikuasai inilah, secara pasti perubahan sistem ekonomi dilakukan, menjadi ekonomi yang berkeadilan bagi rakyat banyak. Jika pergantian kekuasaan sebelumnya (dari Soeharto- SBY), selalu kelompok minoritaslah yang menguasai negara, maka partai kelas buruh bercita-cita menaikkan kaum mayoritas: kaum buruh dan rakyat jelata menjadi penguasa negeri.
Bentuk-bentuk perjuangan politik dari kelas buruh bisa bermacam-macam: dari mulai demonstrasi massa dan pemogokan politik (merubah kebijakan pemerintah, termasuk kebijakan ekonomi), membentuk partai politik, ikut pemilu dan menempatkan pejuang-pejuangnya di parlemen secara damai, hingga perjuangan jalanan menumbangkan kekuasaan. Sekali lagi yang harus diingat, perjuangan ekonomi dan perjuangan politik harus dilakukan beriringan. Oleh karenanya, partai politik kelas buruh haruslah memiliki hubungan yang erat dengan serikat-serikat buruh, baik yang progresif (merah), yang radikal reformis, bahkan dengan serikat-serikat buruh yang “memble atau yang menjadi kaki tangan pengusaha/penguasa sekalipun”. Karena pada dasarnya karakter-karakter dari serikat buruh yang disebutkan diatas lebih pada pengaruh dari pimpinan-pimpinan serikat buruh tersebut. Sementara di massanya, seringkali jauh lebih maju kesadaran dan keinginan untuk berjuangnya.
Situasi Perjuangan Kelas Buruh Saat Ini dan Tugas Mendesaknya
Disadari bahwa mayoritas kelas buruh bahkan yang sudah berserikat sekalipun dan sudah terlibat dalam berbagai perjuangan menuntut kesejahteraan, terlibat dalam pemogokan, belum memiliki kesadaran politik untuk berkuasa dan menghapuskan sistem kapitalisme. Mayoritas kelas buruh belum menyadari bahwa selain serikat buruh, mereka membutuhkan partai politik kelas untuk meraih cita-cita perjuangan politik kelas buruh: “Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera!”
Tetapi disisi lain, terdapat fakta bahwa di kalangan pejuang-pejuang buruh, sebagiannya duduk menjadi pimpinan-pimpinan serikat buruh, sudah menyadari akan kebutuhan ini. Hanya saja, usaha-usaha serius untuk membangun sebuah kekuatan politik kelas buruh (partai politik kelas buruh), tidak dilakukan secara serius. Mayoritas pejuang buruh yang sadar akan hal inipun larut pada pekerjaan hanya membangun perjuangan serikat buruhnya. Tetapi, sentuhan-sentuhan politik dalam perjuangan ekonomi yang dilakukan (mogok lokal, mogok nasional, nuntut penghapusan outsourcing dan kontrak, nuntut jaminan sosial, menolak RUU Kamnas dan RUU Ormas, persatuan dan solidaritas sesama buruh/antar serikat, bahkan mendukung calon-calon dalam pilkada ataupun taktik menitipkan calon mereka ke parpol dalam pemilu 2014 dan lain sebagainya) sebenarnya memberikan lahan luas untuk mendorong maju gerakan buruh dari gerakan serikat buruh menjadi sebuah gerakan politik untuk membangun sebuah partai politik kelas buruh. Pekerjaan ini tidak dapat ditunda-tunda lagi.
Pembangunan partai politik kelas buruh tentu saja pengerjaannya tidak seperti yang dilakukan seperti “partai-partai buruh” yang pernah dibentuk, yang tujuannya tak lebih dari sekedar dapat ikut serta pemilu, dan dapat ikut serta berkuasa (baca: menikmati kekuasaan bersama kelas penindas lainnya) dan bukan untuk menaikkan kelas buruh menjadi berkuasa dan menghapuskan sistem ekonomi kapitalisme.
Organisasi politik kelas buruh (partai kelas buruh) haruslah dibentuk bukan oleh segelintir elit pimpinan serikat buruh yang berkumpul, berkongres dan membentuk partai. Melainkan harus dibangun dari kesadaran gerakan perjuangan kelas buruh saat ini. Artinya, para pejuang buruh dan buruh-buruh maju/sadar, dari serikat manapun yang telah memiliki kesadaran akan pentingnya membangun sebuah partai politik kelas buruh hurus mulai berkumpul, mendiskusikan secara bersama bagaimana membangun organisasi politik ini dan mengembangkannya secara luas kepada anggota-anggota serikatnya yang paling aktif. Persatuan kelas buruh harus ditingkatkan dari persatuan perjuangan serikat buruh menjadi persatuan perjuangan untuk membangun partai politik kelas buruh.
Situasi terakhir, terdapat debat di kalangan kawan-kawan pimpinan serikat buruh, atas dukung atau tidak mendukung calon yang dianggap berpihak kepada kaum buruh terutama di Bekasi, terkait pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat. Ke depan menghadapi pemilu 2014, pastinya banyak debat soal memasukkan atau tidak penting memasukkan pimpinan-pimpinan serikat buruh ke partai-parti politik yang ada untuk menjadi anggota DPR/DPRD. Semuanya ini akan sangat berguna jika saja kita sudah memiliki sebuah organisasi politik, sehingga akan ada kesatuan tindakan, dan manfaat yang lebih jauh bagi gerakan atas pilihan-pilihan ini. Oleh karena terlepas dari debat diatas, kenyataan ini semakin menunjukkan bahwa pembangunan sebuah partai politik kelas buruh harus segera dilakukan. Seluruh pejuang-pejuang buruh dan perjuang rakyat lainnya yang tersebar di berbagai serikat buruh dan organisasi rakyat di masing-masing kota harus segera bertemu merumuskan bagaimana mengawali langkah pembangunan partai politik kelas buruh ini. Sekian, salam juang.. (kibar)
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.