SBMI - Minggu (15/9), Jaringan Buruh Migran Indonesia Cabut UU39/04 (JBMI) mengadakan aksi solideritas “Keadilan untuk Kartika dan Seluruh Buruh Migran) di Causwaybay, Hong Kong.
Aksi yang dimulai pukul 10:30 pagi waktu setempat hingga pukul 15:30 di taman Victoria dan berlanjut ke Lighton road, depan gedung Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong diikuti oleh lebih dari 400 Buruh Migran Indonesia (BMI)
JBMI yang terdiri dari berbagai aliansi BMI seperti : Persatuan BMI Tolak Overcharging (PILAR), Gabungan Migran Muslim Indonesia (GAMMI), Asosiasi Buruh Migran Indonesia (ATKI), Liga Pekerja Migran Indonesia (LiPMI), dan Indonesia Migran Worker Union (IMWU) memobilisasi masa lewat penggalangan petisi tandatangan untuk menekan pemerintah Indonesia/KJRI memberikan pelayanan dan perlindungan lebih baik kepada BMI.
Dalam pidato yang disampaikan oleh Umi, koordinator GAMMI. Betapa sulitnya BMI mencari perlindungan. Bagaimana KJRI bisa membantu permasalahan BMI bila mengangkat telpon pengaduan saja mereka tidak mau. “Saat BMI menelpon KJRI untuk meminta bantuan, jarang sekali mereka menjawab. Kalaupun diangkat jawaban mereka sangat ketus, seolah BMI itu sampah dan bukan warga negaranya yang perlu dilindungi!” tuturnya.
Disampaikan pula oleh Muthi Hidayati, koordinator LiPMI “Kartika adalah satu dari ratusan BMI lain yang menjadi korban kebijakan. Peraturan diwajibkannya “Live in” atau tinggal di rumah majikan adalah faktor utama terjadinya berbagai pelanggaran yang menimpa Buruh Migran.”
Selain permasalahan lemahnya perlindungan dan penanganan KJRI terhadap kasus-kasus yang menimpa BMI, JBMI pula menuntut agar KJRI kembali memperbolehkan BMI melakukan kontrak mandiri serta menghapus aturan dilarangnya pindah agen yang tercantum dalam Surat Edaran (SE) No 2524 yang telah dikeluarkan oleh KJRI Hong Kong, serta dihapusnya mandatory Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Karena dari kebijakan-kebijakan tersebutlah BMI rentan dengan tindak exploitasi. (sumber)
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.