BREAK
Loading...

Globalisasi Neoliberal, Hanya Mengabadikan Kemiskinan (2)



Macarov melakukan kritik terhadap berbagai metode penetapan ‘garis kemiskinan’ yang banyak dilakukan di berbagai negara di dunia. Penetapan ‘garis kemiskinan’ yang didasarkan pada rata-rata pendapatan minimum yang dapat diraih setiap warga negara per bulannya tanpa memperhatikan hal-hal yang lain, merupakan hal yang bermasalah. Dalam hal ini, mereka yang termasuk ke dalam kategori orang yang berada di atas ‘garis kemiskinan’ tersebut, meskipun hanya dengan perbedaan yang sangat sedikit, tidak dapat dikategorikan sebagai orang yang miskin. Selain itu, penetapan ‘garis kemiskinan’ yang didasarkan pada pendapatan rata-rata yang terendah dan tertinggi juga memiliki masalah. Pengukuran semacam ini bermasalah karena gap/kesenjangan yang besar antara pendapatan yang terendah dan tertinggi tidak dieperhitungkan.

Lalu, apa implikasi dari penetapan ‘garis kemiskinan’ ini? Selain berimplikasi pada berbagai kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah, penetapan ‘garis kemiskinan’ ini juga sedikit banyak mempengaruhi pendapat umum atau common sense mengenai kemiskinan. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang disepakati dalam mendefinisikan kemiskinan. Yakni sejauh mana orang dapat mengakses berbagai kebutuhan yang merupakan kebutuhan pokok, termasuk pendidikan, kesehatan, dan rumah yang layak, maka ia dapat dikatakan tidak hidup dalam kemiskinan.

Pendapat bahwa kemiskinan itu bersifat sangat relatif dan bergantung pada masing-masing individu juga banyak berkembang. Hanya saja, pendapat mengenai hal ini memiliki banyak kekurangan. Pendapat ini dapat membuat negara mengabaikan kewajiban mereka dalam memenuhi semua kebutuhan warganya. Macarov dalam bukunya ini memang tidak menyebutkan mana pendapat yang lebih masuk akal atau menyatakan dengan tegas dimana posisinya. Namun, Macarov lebih banyak menekankan definisi kemiskinan pada kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural didefinisikan Macarov sebagai kemiskinan yang disebabkan oleh sistem ekonomi yang berkembang di sebuah negara yang kemudian menyebabkan kemiskinan terhadap warga negaranya.


Selain berbagai definisi kemiskinan tersebut, ada hal diungkapkan Macarov dalam buku ini, yakni mengenai dampak atau implikasi yang terjadi akibat kemiskinan. Selain kelaparan, menurut Macarov, prostitusi, kekerasan, dan kerusakan lingkungan menjadi beberapa dampak lain yang ditimbulkan akibat kemiskinan. Menurut Macarov, kerusakan lingkungan terjadi misalnya diakibatkan oleh mereka yang hidup dalam kemiskinan terpaksa membakar hutan atau mengambil ikan di sungai dan memburu binatang dihutan tanpa memperhatikan keberlangsungan lingkungan demi mempertahankan hidup mereka. Bahkan, Macarov mengamini pernyataan Indira Gandhi yang terkenal yang menyatakan bahwa kemiskinan ialah the greatest polluter.3


Saya sendiri kurang sependapat dengan pendapat Macarov tersebut. Prostitusi dan kekerasan akan selalu ada selama kapital masih menghendaki hal itu. Meski tingkat kemiskinan berkurang, kedua hal itu akan selalu ada sejauh kapitalisme masih menjadi fondasi utama masyarakat. Sebagaimana diungkapkan Beatrix Campbell, bahwa kapitalisme yang berkelindan dengan patriarki akan selalu menghasilkan erotic capital yang memungkinkan tumbuh suburnya bisnis prostitusi dan kekerasan.4 Selain itu, menurut saya, kemiskinan tidak dapat dinyatakan sebagai the greatest polluter demikian juga dengan mengatakan bahwa mereka yang miskin sebagai the greatest polluter. Fakta bahwa banyak orang miskin hidup di lingkungan yang kumuh memang tidak dapat dielakkan. Namun, menyebut mereka sebagai the greatest polluter saya rasa masih terlalu terburu-buru. Terlebih, kerusakan lingkungan yang dihasilkan kapitalisme, yang dihasilkan kaum pemilik modal (para pengusaha tambang, para pengusaha kayu dan kertas, dan sebaginya) tentunya jauh lebih besar dan lebih hebat!5


Apa Penyebab Kemiskinan?
Dalam buku ini, Macarov menjelaskan dengan sangat baik berbagai pendapat umum atau “common sense” yang berkembang di seputar perdebatan mengenai penyebab kemiskinan. Macarov menyatakan bahwa banyak pendapat yang menyatakan bahwa persoalan kemiskinan disebabkan oleh problem/masalah yang ada di dalam personal seorang manusia. Kemiskinan diakibatkan oleh mental individu manusia yang malas, yang tidak memiliki motivasi untuk berjuang hidup dengan layak dan sebagainya. Dengan demikian, solusinya selalu diletakkan pada bagaimana mengubah manusia tersebut. Entah apakah agar dia tidak malas, dan sebagainya. Kemiskinan yang seringkali dikaitkan dengan problem mental perseorangan ini mengandung masalah karena pengandaian manusia sebagai individu yang memiliki kemampuan untuk menentukan pilihan selalu tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan struktur sosial politik yang melingkupinya.


Persoalan mengenai kemiskinan yang sering dikaitkan dengan problem mental perseorangan ini, pernah diujikan dan coba dibuktikan kebenarannya oleh Macarov. Pada bagian awal buku ini, Macarov menceritakan pengalamannya dalam membuktikan bahwa pendapat mengenai kemiskinan akibat problem mental perseorangan (malas, tidak punya motivasi, dan sebagainya) adalah tidak benar adanya. Pada sebuah kelas mata kuliah yang ia ajar di salah satu universitas, Macarov menceritakan hasil observasi yang dilakukan para mahasiswanya atas kemiskinan. Para mahasiswa tersebut dibolehkan hidup hanya dengan sejumlah uang berdasarkan standar garis kemiskinan yang ada. Mereka kemudian diminta menuliskan apa saja yang mereka makan dengan menggunakan sedikit uang tersebut, apa yang mereka lakukan dan apa yang mereka rasakan dalam kondisi seperti itu.


Hasilnya, sebagian besar mahasiswa Macarov tersebut mengungkapkan bahwa bahwa mereka merasa malas, tidak punya motivasi dalam hidup, ingin melakukan kejahatan atau tindakan kriminal karena atau akibat kondisi kemiskinan yang mereka alami. Beberapa dari mahasiswa tersebut bahkan bercerita bahwa ingin mengakhiri hidup mereka dan melakukan bunuh diri demi mengakhiri hidup yang sengsara itu. Hasil observasi tersebut kemudian mematahkan argumen mengenai kemalasan individu sebagai penyebab kemiskinan. Sebaliknya, kemalasan individu, tidak adanya motivasi dalam hidup, dan keinginan untuk berbuat jahat, justru merupakan akibat dari kemiskinan!


Pendapat lain yang banyak berkembang di seputar penyebab kemiskinan ialah pendapat bahwa kemiskinan disebabkan oleh hal-hal yang sifatnya lebih struktural. Macarov membagi pendapat ini kedalam beberapa hal dimana diantaranya berkaitan dengan kelompok-kelompok minoritas sebagai pihak yang paling rentan dan banyak berada dalam kemiskinan. Dalam hal ini, kemiskinan yang terjadi pada kelompok minoritas diakibatkan diskriminasi yang seringkali menimpa mereka. Kelompok-kelompok minoritas seringkali mendapatkan diskrimasi dalam berbagai hal termasuk dalam hal ekonomi. Hal ini yang menyebabkan banyak kelompok minoritas menjadi mereka yang hidup dalam kemiskinan akibat dihambatnya akses mereka terhadap ekonomi. Selain itu, kemiskinan juga banyak disebabkan oleh seksisme. Pemiskinan perempuan seringkali terjadi akibat perempuan lebih banyak mendapat banyak hambatan dalam berbagai hal termasuk dalam hal ekonomi. Terkait hal ini, perempuan seringkali mengalami kemiskinan yang lebih besar daripada laki-laki. Sebagai contoh, di banyak tempat, perempuan yang bekerja dengan beban kerja yang sama dengan laki-laki mendapatkan upah yang lebih sedikit dibandingkan laki-laki.6


Terakhir, Macarov menyebutkan bahwa penyebab kemiskinan secara struktural tidak lain tentunya ialah sistem ekonomi kapitalisme laizess faire7 dimana sekelompok kecil orang berkuasa sepenuhnya atas akses dan berbagai aset ekonomi dibandingkan dengan sebagian besar lainnya.

Globalisasi dan Privatisasi sebagai Penyebab Kemiskinan
Dalam buku ini, kemiskinan struktural menjadi sorotan utama Macarov. Terkait hal ini, Macarov mengidentifikasi bahwa anak-anak, orang lanjut usia, mereka yang tidak bekerja/pengangguran, para pekerja yang miskin, menjadi orang-orang yang paling dimiskinkan secara struktural. Penyebab kemiskinan secara struktural yakni sistem eknonomi yang berbasis pada sistem ekonomi pasar dijadikan sorotan atau fokus utama Macarov. Hal ini banyak menjadi bagian terbesar tulisannya, terutama mengenai globalisasi sebagai konsekuensi sistem ekonomi neoliberal yang hampir tidak bisa lagi dihindari oleh sebagian besar negara di dunia. Dijadikannya pasar sebagai mesin ekonomi membuat semua harus dilakukan berdasarkan pada ukuran-ukuran itu. Konsekuensi tak terpisahkan dari globalisasi neoliberal diantaranya ialah privatisasi. Privatisasi merupakan ciri yang tak dapat dipisahkan dari neoliberalisme yang berkelindan dengan globalisasi. Privatisasi yang sering juga disebut dengan penjualan aset negara merupakan sebuah proses pengalihan hak kepemilikan dari kepemilikan publik (negara) ke pemilikan pribadi/perusahaan swasta.8 Dalam hal ini, pada tulisan Revrisond Baswir yang berjudul ‘Privatisasi BUMN: Menggugat Model Ekonomi Neoliberalisme IMF‘, dapat dilihat bahwa privatisasi ditujukan untuk menata ulang struktur perekonomian suatu negara demi kelancaran agenda-agenda neoliberal secara internasional.9

Macarov mengemukakan bahwa negara biasanya melakukan privatisasi dengan berbagai alasan. Macarov mengidentifikasi bahwa setidaknya terdapat delapan alasan yang secara umum digunakan berbagai negara dalam melakukan privatisasi. Dalam hal ini, fleksibilitas pasar tenaga kerja dan pemangkasan pengeluaran atas nama efisiensi menjadi dalih yang paling sering digunakan negara dalam melancarkan privatisasi. Selain itu, kurangnya kepercayaan kepada pemerintah juga sering menjadi alasan dibalik privatisasi. Rumitnya prosedur birokrasi pun menjadi alasan lain yang sering digunakan demi membenarkan privatisasi. Hanya saja, yang dihasilkan dari privatisasi dengan berbagai alasan tersebut tetaplah sama, yakni terjadinya peningkatan jumlah pekerja kontrak dan outsourcing, inefisiensi, dan bahkan korupsi. Menurut Macarov, privatisasi selalu berjalan beriringan dengan meluasnya korupsi di berbagai negara, khususnya pada negara-negara yang dikatergorikan sebagai negara ‘transisional’ yang mengalihkan pelayanan publik menjadi milik privat.10 Maka dari itu, globalisasi, menurut Macarov, menghasilkan kurangnya akuntabilitas, rendahnya tingkat upah/penurunan upah, korupsi dan meningkatkan ketidaksetaraan.

Selain terjadi pada korporasi/perusahaan-perusahaan swasta, privatisasi juga terjadi pada sektor-sektor yang menyangkut hajat hidup orang banyak, seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, dan hal-hal lain yang menjadi komponen penting dari kesejahteraan rakyat seperti perumahan, dan sebagainya Dalam buku ini, Macarov memang lebih banyak menjelaskan apa yang terjadi di negara-negara Eropa dan Amerika. Namun, praktik privatisasi dengan dalih efisiensi ini juga banyak terjadi di Indonesia. Privatisasi Perusahaan Listrik Negara (PLN) salah satunya.11 Listrik yang jelas menyangkut kepentingan hajat hidup orang banyak pun (sektor publik) diprivatisasi atas nama efisiensi. Hasilnya, sistem outsourcing kini menjadi sistem kerja utama di PLN saat ini.


Bersambung ke: Globalisasi Neoliberal, Hanya Mengabadikan Kemiskinan (3)
Sebarkan Artikel Ini :
Sebar di FB Sebar di Tweet Sebar di GPlus

About Unknown

WEBSITE ini didedikasikan untuk ilmu pengetahuan dan HUMAN BEING, silahkan memberikan komentar, kritik dan masukan. Kami menerima artikel untuk dimuat dan dikirim ke kawanram@gmail.com. Selanjutnya silahkan menghubungi kami bila memerlukan informasi lebih lanjut. Salam PEMBEBASAN!
    Blogger Comment
    Facebook Comment