Selain listrik, sektor publik lain seperti pendidikan dan kesehatan pun diprivatisasi. Di Indonesia, privatisasi pendidikan tinggi ditandai dengan kemunculan Undang-Undang Badan Hukum Milik Negara (UU BHMN) pada awal tahun 2000. Skema privatisasi pendidikan tinggi ini kemudian terus berlanjut dengan dikeluarkannya Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang pada tanggal 17 Desember 2008. UU BHP merupakan skenario World Bank/Bank Dunia yang tercantum dengan jelas dalam dokumen Indonesia Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (IMHERE).12 Meskipun UU BHP dibatalkan secara hukum oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 30 Maret 2010, privatisasi pendidikan tinggi pun terus berlanjut dan terus menghambat akses rakyat miskin terhadap pendidikan tinggi.
Pada tahun 2011, DPR mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Pendidikan Tinggi (RUU PT) yang memiliki isi serupa dengan UU BHP. Bedanya, kali ini privatisasi pendidikan dibalut dalam nama lain yang lebih soft, yakni “otonomi”. RUU PT ini pun kemudian disahkan menjadi Undang-Undang pada tanggal 13 Juli 2012. Gerakan sosial yang anti dengan privatisasi pendidikan pun kemudian kembali melakukan judicial review terhadap UU PT tersebut. Sayangnya, kali ini MK tidak mengabulkan tuntutan pembatalan UU PT dan dengan demikian melegalkan privatisasi pendidikan tinggi terhitung sejak 29 April 2014.13
(Lalu Apa?) Solusi Kemiskinan
Dalam buku ini, Macarov memang menunjukkan posisinya dimana ia berpendapat globalisasi neoliberal menjadi penyebab utama dari kemiskinan dan kemiskinan memang diciptakan secara struktural. Namun, menurut saya, secara umum solusi yang ditawarkan Macarov (untuk mengatasi kemiskinan dan berbagai problem yang dihasilkan globalisasi dan privatisasi tersebut) dalam buku ini tidak begitu mempesona. Solusi yang diungkapkan Macarov, menurut saya, cenderung bersifat reformis ketimbang revolusioner, seperti subsidi, kemudahan kredit bagi usaha mikro, dan peningkatan pajak bagi orang kaya. Solusi-solusi itu, menurut saya, sangatlah tidak mencukupi, jika kita memang menginginkan terwujudnya tatanan masyarakat yang setara, dan terbebas dari pemiskinan dan kemiskinan itu sendiri.
Dalam buku ini, Macarov terlihat tidak mengajukan sebuah solusi yang menawarkan perubahan secara struktural. Saya sendiri berpendapat bahwa karena kemiskinan diciptakan oleh globalisasi neoliberal yang sangat bersifat struktural, maka solusi untuk mengatasi permasalahan kemiskinan pun perlu diletakkan pada dimensi yang juga bersifat struktural. Perubahan mode ekonomi kapitalisme dalam wajah globalisasi neoliberal seperti yang berlangsung saat ini menjadi mode ekonomi yang sosialis, menurut saya, harus terus diusahakan. Selain itu, penguasaan aset-aset publik secara privat hanya dapat dihentikan melalui struktur kekuasaan politik yang diisi oleh mereka yang tidak bersetuju terhadap kapitalisme. Dalam perjalanannya, tentu saja semua usaha-usaha untuk mengubah struktur ekonomi politik kapitalisme yang memiskinkan sebagian besar rakyat ini tidak akan berlangsung dengan “aman-aman saja”. Akan tetapi, kapitalisme dalam wajah globalisasi neoliberal ini akan terus bertahan selama tidak ada upaya untuk mengubahnya dan dengan demikian, maka kemiskinan pun juga tidak akan pernah dapat diakhiri.***
-----------------------------------------------------
1. Ke-nyinyir-an mahasiswa dan lulusan-lulusan universitas Ibukota terhadap aksi May Day kaum buruh ini dapat dilihat di berbagai media sosial seperti twitter,facebook, path, dan sebagainya.
2. Mereka lupa bahwa banyak buruh yang bekerja di pabrik-pabrik kini merupakan lulusan D3 dan bahkan S1. Selain itu, pendapat semacam ini juga dapat dilihat misalnya pada tautan (http://www.merdeka.com/uang/upah-buruh-lulusan-s1-haruskah-sama-dengan-lulusan-sma.html).
3. David Macarov. 2003. What the Market does to People : Privatization, Globalization, and Poverty. London, Zed Books.,hlm. 52.
4. Beatrix Campbell. 2013. End of Equality. Calcutta : Seagull Books.
5. Berdasarkan data yang didapat dari Kompas, Sekitar 70 persen kerusakan lingkungan di Indonesia disebabkan oleh operasi pertambangan (http://regional.kompas.com/read/2012/09/28/17313375/70.Persen.Kerusakan.Lingkungan.akibat.Operasi.Tambang)
6. Hal tersebut tidak terlepas dari konstruksi patriarkal yang menempatkan perempuan bukan sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah utama. Lihat Silvia Federici. 2012. Revolution at Point Zero : Housework, Reproduction, and Feminist Struggle. PM Press.
7. Sistem ekonomi laizess faire dikenal juga dengan istilah sistem ekonomi pasar bebas. Sistem ekonomi ini menekankan kebebasan yang sepenuhnya pada pihak swasta dalam ekonomi dan menekankan minimnya campur tangan pemerintah dalam ekonomi.
8. Pernyataan Sikap KSN ‘Privatisasi PLN Sebuah Skenario Penghancuran Bangsa oleh Kekuatan Kapitalis’
http://ksn.or.id/2012/04/privatisasi-pln-sebuah-skenario-penghancuran-bangsa-oleh-kekuatan-kapitalis/
9. Dalam buku I. Wibowo dan Francis Wahono (ed.). 2003. Neoliberalisme. Yogyakarta : Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas., hlm. 206-207.
10. David Macarov. 2003. What the Market does to People : Privatization, Globalization, and Poverty. Op.Cit., hlm. 79.
11. Dalam pernyataan sikap resmi dari KSN “Privatisasi PLN Sebuah Skenario Penghancuran Bangsa oleh Kekuatan Kapitalis” (http://ksn.or.id/2012/04/privatisasi-pln-sebuah-skenario-penghancuran-bangsa-oleh-kekuatan-kapitalis/ ) dinyatakan bahwa “Privatisasi PLN dimulai dengan ditandatanganinya LOI yang pertama oleh Presiden Soeharto pada tanggal 31 Oktober 1997, dimana pada butir 41 Pemerintah Indonesia akan mengevaluasi lagi belanja negara berkaitan dengan pelayanan publik (seperti listrik, air, minyak dll), dan berjanji bahwa sektor pelayanan publik tersebut akan di privatisasi, agar tercipta pasar yang effisien, kompetitif dan transparan (ini adalah “adagium” klasik dari Kapitalis agar perusahaan negara dapat dikuasainya).”
12. Lihat http://web.worldbank.org/external/projects/main?pagePK=104231&piPK=73230&theSitePK=40941&menuPK=228424&Projectid=P085374.
13. Putusan dapat dilihat di http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Putusan&id=1&kat=1.
Ditulis oleh Fathimah Fildzah Izzati dan diunduh untuk diterbitkan pada weblog ini untuk menambah referensi. Penulis adalah anggota redaksi Left Book Review (LBR) Indoprogress dan anggota Partai Rakyat Pekerja (PRP), beredar di twitterland dengan ID : @ffildzahizz
sumber: KLIK DISINI
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.