Suatu pernyataan sikap yang dikeluarkan oleh Politbiro Komite Sentral Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 17 Agustus 1966, muncul di edisi pertama Tribun Indonesia yang terbit pada November 1966. Pernyataan sikap itu diberi judul “Tempuh Jalan Revolusi untuk Menyadari Tugas-Tugas yang Seharusnya Diraih Revolusi Agustus 1945”.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa rakyat Indonesia meyaksikan dua puluh satu tahun meletusnya Revolusi Agustus di tengah situasi dimana kaum kontra revolusioner yang dipimpin oleh jenderal-jenderal sayap Kanan Suharto dan Nasution menguasai negara. Selama periode yang hampir setahun ini, sejarah Indonesia belum pernah menyaksikan terror kontra revolusioner yang demikian menyeluruh, dimana kebengisannya hanya bisa ditandingi oleh Nazisme Hitler, sebagaimana yang dikobarkan oleh Jenderal-Jenderal reaksioner di ketentaraan. Meskipun demikian, tak peduli betapa keji dan bengisnya Kaum Kontra Revolusioner, mereka tidak akan pernah berhasil menindas elan revolusioner Kelas Pekerja, Kaum Tani, dan tenaga-tenaga revolusi lainnya.
Selangkah demi selangkah, Kaum Revolusioner dan Kaum Demokrat mengorganisir kembali diri mereka dan mengobarkan perjuangan perlawanan melawan kediktatoran militer jenderal-jenderal sayap Kanan Suharto dan Nasution. Semua hal ini telah dijalankan dalam kondisi-kondisi paling gawat dan sulit, di bawah ancaman teror secara terus menerus. Betapa tak terpatahkannya semangat revolusioner rakyat Indonesia!
PKI, sebagai suatu keharusan sejarah menempati posisi pelopor dari kelas pekerja dan tenaga-tenaga revolusioner di Indonesia, tidak hanya membangun kembali organisasinya dari kerusakan parah yang dideritanya, namun juga oleh karena praktek kritik dan oto kritik di antara pimpinan dan dalam Partai secara keseluruhan, telah mengembalikan dirinya ke dalam jalan yang benar, jalan revolusi yang diterangi oleh Marxisme-Leninisme.
Tempuh Jalan Revolusi untuk Menyadari Tugas-Tugas yang Seharusnya Diraih Revolusi Agustus 1945
Mengapa Revolusi Agustus 1945 Gagal Mencapai Tujuan Obyektifnya
Berdasarkan kondisi-kondisi obyektif Indonesia pada saat permulaan revolusi merupakan negara kolonial dan semi feodal, karena itu Revolusi Agustus[1] memiliki karakter revolusi borjuis demokratis dengan dua tugas, untuk mengusir imperialisme dari Indonesia, demi membebaskan seluruh bangsa, serta untuk melaksanakan reformasi-reformasi demokratis, dengan kata lain, untuk melikuidasi sepenuhnya sisa-sisa feodalisme, demi membebaskan kaum Tani dari penindasan feodal baik oleh tuan tanah pribumi maupun tuan tanah asing.
Pernyataan ini mengindikasikan bahwa Revolusi Agustus 1945 merupakan bagian dari revolusi sosialis kaum proletar sedunia. Ia merupakan revolusi borjuis demokrtis tipe baru. Kemenangan sepenuhnya revolusi borjuis demokratis tipe baru akan menyediakan kondisi-kondisi bagi prasyarat menuju revolusi sosialis. Sebagai akibatnya, perspektif Revolusi Agustus 1945 adalah sosialisme dan komunisme.
Tenaga-tenaga pendorong Revolusi Agustus adalah kelas pekerja atau proletar, kaum tani, dan kaum borjuis kecil diluar kaum tani. Karakter anti-imperialis dari Revolusi Agustus 1945, yang termanifestasikan secara jelas pada permulaan revolusi, telah memungkinannya mobilisasi strata luas dari populasi Indonesia. Terlepas dari borjuasi nasional yang, pada tingkat tertentu, mengadopsi posisi anti-imperiais dan anti-feodal, elemen-elemen patriotis lainnya, termasuk tuan tanah patriotis, telah mengambil peran atau berkontribusi dalam perang kemerdekaan melawan imperialis Belanda.
Pernyataan ini mengatakan bahwa pengalaman Revolusi Agustus 1945 telah menunjukkan bahwa PKI sebagai pelopor kelas pekerja Indonesia tidak berhasil dalam menempatkan dirinya sebagai pemimpin perjuangan emansipasi rakyat Indonesia. PKI memasuki Revolusi Agustus 1945 tanpa persiapan-persiapan yang cukup. Keterbatasannya dalam teori dan kurangnya pemahaman atas kondisi-kondisi kongkret masyarakat Indonesia telah mengakibatkan ketidakmampuannya untuk memformulasikan watak revolusi, tugas-tugasnya, programnya, taktik-taktik dan slogan-slogannya, sebagaimana pula prinsip-prinsip tepat dan bentuk-bentuk organisasi. Reputasi tinggi PKI di mata rakyat Indonesia telah diraih melalui kepahlawanannya dalam melawan imperialisme selama penjajahan kolonial Belanda maupun penjajahan fasis Jepang. Meskipn demikian, reputasi tersebut gagal mendirikan kepemimpinan dalam Revolusi Agustus 1945.
Kekurangan teoritis dan ketidakmampuan dalam membuat analisis terhadap situasi konkret dunia dan Indonesia telah mengakibatkan PKI tidak mampu menggunakan kesempatan berharga dari Revolusi Agustus 1945 untuk mengatasi kekurangan-kekurangannya. PKI tidak secara konsisten memimpin perjuangan melawan imperialisme, tidak mengembangkan perang gerilya yang terintegrasi dengan gerakan demokratis kaum tani yang bila dilakukan bisa memenangkan dukungan penuh dari mereka, sebagai satu-satunya jalan untuk mengalahkan perang agresi yang dilancarkan oleh imperialis Belanda. Sebaliknya, PKI bahkan mengijinkan dan malah mengikuti politik kompromi-kompromi reaksioner sosialis Kanan Sjahrir. PKI tidak mendirikan aliansi kelas pekerja dan kaum tani, front persatuan dengan semua tenaga demokratis. PKI tidak mengonsolidasikan kekuatannya, sebaliknya malah menurunkan kepentingannya dan menyapu perannya sendiri ke belakang. Ini adalah sekian alasan mengapa Revolusi Agustus 1945 tidak berlanjut sebagaimana yang seharusnya serta tidak mencapai kemenangan mutlak dan akhirnya gagal mencapai tujuan obyektifnya.
Permasalahan Utama dari Tiap Revolusi adalah Permasalahan Kekuasaan Negara
Pernyataan ini mendeklarasikan bahwa sudah merupakan kondisi absolut bagi tiap revolusioner, dan terlebih lagi bagi tiap Komunis untuk menggenggamerat kebenaran bahwa “permasalahan utama dari tiap revolusi adalah permsalahan kekuasaan negara”
Kelas-kelas tertindas, dalam pembebasan dirinya dari penghisapan dan penindasan tidak punya jalan lain selain revolusi, dengan kata lain, penggulingan dengan kekerasan semua kelas penindas dari kekuasaan negara, atau pengambil alihan kekuasaan negara dengan kekerasan. Karena, negara adalah instrumen yang diciptakan oleh kelas-kelas penguasa untuk menindas kelas-kelas yang dikuasai.
Namun bagi suatu revolusi rakyat yang sejati di masa modern, tidak cukup sekedar merebut kekuasaan dan menggunakan kekuasaan yang telah direbut dari kelas penindas tersebut. Marx mengajarkan kita bahwa penghancuran semua mesin negara birokratis-militer yang lama adalah “prasyarat untuk tiap revolusi rakyat yang sejati” (Lenin, Negara dan Revolusi). Suatu revolusi rakyat yang sejati akan mencapai kemenangan mutlak hanya ketika prasyarat ini telah dipenuhi, yang pada saat bersamaan menyiapkan apratus negara yang sepenuhnya baru dengan tugas untuk menumpas dengan kekerasan dan tampa ampun perlawanan dari kelas-kelas yang digulingkan.
Apa yang seharusnya dilakukan Revolusi Agustus 1945 terkait kekiasaan negara?
Sebagai prasyarat, Revolusi Agustus 1945 seharusnya telah menghancurkan mesin negara kolonial beserta seluruh aparatusnya yang didirikan untuk mempertahankan dominasi Indonesia, dan bukan sekedar mengalihkan kekuasaan kepada Republik Indonesia. Revolusi Agustus 1945 seharusnya mendirikan negara yang sepenuhnya baru, negara dengan kekuasaan gabungan dari semua kelas anti imperialis dan anti feodal di bawah kepemimpinan kelas pekerja. Inilah apa yang dinamakan sebagai negara demokratis rakyat.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa karena absennya kepemimpinan kelas pekerja, Republik Indonesia tak terelakkan lagi menjadi suatu negara yang dikuasai oleh borjuasi, terlepas adanya partisipasi proletar. Suatu negara dengan karakter kelas demikian tidak pernah bisa menjadi alat untuk menghancurkan musuh-musuhnya, dan sebagai akibatnya tidak mampu menuntaskan tugas-tugasnya yaitu penghapusan sepenuhnya dominasi imperialis dan sisa-sisa feodalisme.
Pengunduran diri sukarela para komunis dari kabinet yang mereka pimpin sendiri pada 1948 telah membukan kesempatan terluas bagi borjuasi reaksioner pimpinan Muhammad Hata untuk membuat agar kekuasaan negara jatuh ke tangan mereka. Borjuasi reaksioner ini telah mengkhianati Revolusi Agustus dengan melancarkan teror putih yaitu peristiwa Madun[2] sebaga prasyarat pengembalian kepentingan-kepentingan Belanda melalui penanda tanganan perjanjian keji Konferensi Meja Bundar (KMB) yang membuat Indonesia menjadi negara semi koloni dan dan semi feodal.
Pernyataan ini mengatakan bahwa kebangkitan perjuangan revolusioner rakyat Indonesia, sebagai kelanjutan perjuangan melawan penindasan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme pasca KMB, telah memberikan beberapa kemenangan politik dalam bentuk reforma dan perbaikan-perbaikan yang menunju pengurangan terhadap karakter anti demokratis kekuasaan borjuis.
Asumsi bahwa terdapat keberadaan pemerintah demikian yang menandai perubahan fundamental dalam karakter kelas kekuasaan negara merupakan kesalahan yang sangat fatal. Sama salahnya untuk mengasumsikan bahwa fakta-fakta yang disebutkan di atas menandai lahir dan berkembangnya aspek yang mewakili kepentingan-kepentingan rakyat atau aspek pro rakyat, di dalam kekuasaan negara. Kesalahan demikian diformulasikan dalam “teori dua aspek kekuasaan negara” membawa pada kesimpulan yang menurut fakta-fakta yang disebutkan sebelumnya, bahwa di dalam kekuasaan negara Republik Indonesia terdapat dua aspek, “aspek anti rakyat” yang terdiri dari kelas-kelas komprador, kapitalis birokrat dan tuan tanah di satu sisi, serta “aspek pro rakyat” yang terdiri dari borjuasi nasional dan proletar di sisi lain.
Berdasarkan “teori dua aspek ini”, mukjizat bisa terjadi di Indonesia, yaitu dalam bentuk sifat negara sebagai alat penindas kelas-kelas penguasa terhadap kelas tertindas bisa berkurang dan menghilang, sehingga menjadi suatu alat yang digunakan bersama oleh baik kelas-kelas penindas maupun kelas-kelas tertindas. Serta perubahan fundamental dalam kekuasaan negara, dengan kata lain, lahirnya kekuasaan rakyat, bisa dicapai secara damai dengan mengembangkan “aspek pro-rakyat” dan secara bertahap melikuidasi “aspek anti rakyat”.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa mengharapkan perubahan fundamental dalam kekuasaan negara,mengantarkan rakyat ke pintu gerbang kekuasaan, melalui “aspek pro rakyat” melampaui “aspek anti rakyat” segaris dengan “teori dua aspek dalam kekuasaan negara” adalah suatu ilusi belaka. Rakyat hanya bisa meraih kekuasaan melalui revolusi bersenjata di bawah kepemimpinan kelas pekerja untuk menggulingkan kekuasaan borjuasi komprador, kapitalis birokrat, dan tuan tanah yang mewakili kepentingan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme.
Teori “dua aspek dalam kekuasaan negara” pada prakteknya menghalangi kemandirian kelas proletar dalam front persatuan dengan borjuasi nasional, mengaburkan kepentingan-kepentingan kelas proletar demi borjuasi nasional, serta menempatkan proletar sebagai pengikut ekor borjuasi nasional.
Demi mengembalikan proletar ke posisi kepemimpinannya dalam perjuangan pembebasan rakyat Indonesia, maka sudah merupakan keharusan sepenuhnya untuk mengoreksi kesalahan “teori dua aspek dalam kekuasaan negara”, dan mencampakkan semua pandangan salah dengan menjunjung tinggi ajaran Marxis Leninis tentang negara dan revolusi.
Jalan Menuju Indonesia Baru yang Demokratis dan Sepenuhnya Merdeka
Pernyataan ini mengatakan bahwa setelah Revolusi Agustus 1945, Indonesia belum menjadi negara yang sepenuhnya merdeka namun masih merupakan negara semi kolonial dan semi feodal. Kekuasaan tidak di tangan rakyat, namun di tangan strata atas kaum borjuis dan kelas tuan tanah. Hanya segelintir orang Indonesia di antara kelas penguasa yang menikmati buah kemerdekaan sementara rakyat, khususnya buruh dan tani yang berkorban paling besar saat Revolusi Agustus masih hidup di bawah penghisapan dan penindasan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, sehingga masih jauh dari kemerdekaan dan pembebasan.
Kekuasaan kediktatoran militer sayap Kanan jenderak Suharto dan Nasution serta sekutu-sekutunya, kekuasaan kapitalis birokrat, komprador, dan tuan tanah, alih-alih mengurangi penindasan rakyat Indonesia dari imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, sebaliknya malah makin mengintensifkan penindasan tersebut dengan lebh lanjut.
Sebagaimana yang telah dibuktikan fakta-fakta, demi mendirikan kedikatoran mereka terhadap rakyat Indonesia, jenderal-jenderal angkatan darat sayap Kanan Suharto dan Nasution serta antek-anteknya sepenuhnya bergantung pada “bantuan” dari negara-negara imperialis yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS). Di Indonesia, di bawah pimpinan kediktatoran militer Jenderal Suharto dan Nasution dan antek-anteknya, dengan bantuan imperialisme internasional pimpinan AS, neo-kolonialisme kini tengah dibangun.
Pernyataan ini mengindikasikan kontradiksi utama dalam masyarakat Indonesia masih sama saat pecahnya Revolusi Agustus 1945, dengan kata lain, imperialisme dan sisa-sisa feodalisme merasuk dalam kontradiksi massa rakyat yang menginginkan demokrasi dan kemerdekaan sepenuhnya.
Dengan demiian sasaran tembak revolusi masih sama, yaitu imperialisme dan sisa-sisa feodalisme. Kelas-kelas yang merupakan musuh-musuh revolusi, secara utama, masih tetap sama: imperialisme, komprador, kapitalis birokrat, dan tuan tanah. Tenaga pendorong revolusi juga masih sama: kelas pekerja, kaum tani, dan borjuis kecil.
Pernyataan ini menyatakan bahwa kaum imperialis tidak lagi memegang kekuasaan politik secara langsung di Indonesia, kepentingan politik mereka diwakili oleh borjuasi komprador, kapitalis birokrat, dan tuan tanah yang memegang kekuasaan negara di tangan mereka.
Karena itu, hanya dengan menggulingkan kekuasaan kelas-kelas reaksioner dalam negeri, maka penggulingan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme bisa dicapai sepenuhnya. Inilah tugas utama dalam tahapan terkini revolusi Indonesia.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa hari ini, rakyat Indonesia dihadapkan dengan kediktatoran militer sayap Kanan jenderal Suharto-Nasution dan antek-anteknya, yang merupakan perwujudan kekuatan kelas-kelas paling reaksioner di negeri kita.
Absennya demokrasi untuk rakyat dan penindasan dengan kekuatan bersenjata semua gerakan revolusioner dan demokratik, secara tak terelakkan lagi akan mendorong seluruh rakyat untuk mengangkat senjata dan mempertahankan hak-hak mereka. Perjuangan bersenjata rakyat melawan kontra-revolusi bersenjata sudah tak terhindarkan dan menyusun bentuk utama perjuangan dari revolusi mendatang. Hanya dengan mengambil jalan perjuangan bersenjata, rakyat Indonesia akan berhasil dalam menggulingkan kekuasaan kontra-revolusi bersenjata, sebagai suatu prasyarat mewujudkan aspirasi mereka yang sudah diperjuangkan bertahun-tahun, yaitu kemerdekaan dan kebebasan.
Pernyataan ini mempertahankan bahwa perjuangan bersenjata untuk mengalahkan kontra-revolusi bersenjata, sebagai suatu revolusi, tidak boleh dikobarkan dalam bentuk avonturisme atau petualangan militer, atau dalam bentuk putsch, yang diceraikan dari kebangkitan massa kerakyatan.
Pernyataan ini menekankan bahwa tahapan terkini revolusi Indonesia pada pokoknya merupakan revolusi agraria oleh kaum tani, perjuangan bersenjata rakyat Indonesia, dengan demikian pada pokoknya juga merupakan perjuangan bersenjata kaum tani untuk membebaskan diri mereka sendiri dari penindasan oleh sisa-sisa feodalisme. Perjuangan bersenjata melawan kontra revolusi bersenjata tidak akan bisa bertahan dan akhirnya akan dikalahkan kecuali perjuangan tersebut pada pokoknya merupakan perjuangan bersenjata kaum tani untuk mewujudkan revolusi agraria. Perjuangan bersenjata kaum tani untuk mencapai revolusi agraria hanya akan berhasil mencapai kemenangan sepenujnya, dan benar-benar membebaskan kaum tani dari penindasan sisa-sisa feodalisme, hanya bila perjuangan tersebut dipimpin oleh kelas proletar, dan tidak dibatasi sekedar pada penggulingan para tuan tanah di pedesaan namun juga bertujuan untuk menghancurkan seluruh kekuatan kontra revolusioner dalam negeri yang diwakili oleh kediktatoran militer sayap Kanan jenderal Suharto dan Nasution serta antek-anteknya.
Kesimpulan-kesimpulan:
Pernyataan ini menyatakan bahwa mempelajari sekali lagi permasalahan dasar Revolusi Agustus 1945, kita bisa menarik beberapa kesimpulan yang merupakan hal-hal paling penting bagi kelas proletar Indonesia dan pelopornya yaitu PKI dalam menghadapi tugas-tugasnya di masa mendatang.
Revolusi Agustus 1945 sebagai suatu revolusi borjuis tipe baru yang misinya adalah menuntaskan penghapusan dominasi imperialisme dan sisa-sisa feodalisme akan mencapai kemenangan bila dipimpin oleh kaum proletar. Demi mendirikan kepemimpinannya dalam revolusi borjuis tipe baru, kaum proletar harus, di atas segalanya, mendirikan aliansi dengan kaum tani, dan dengan dasar aliansi buruh dan tani yang dipimpin oleh kelas pekerja, mendirikan front persatuan revolusioner dengan semua kelas dan kelompok revolusioner. Kaum proletar bisa memenuhi tugasnya sebagai pimpinan front persatuan revolusioner hanya bila ia memiliki program dan taktik tepat yang bisa diterima semua sekutunya, untuk dijadikan sebagai panduan revolusi, asalkan memiliki organisasi yang kuat dan memberikan keteladanan dalam menunaikan tugas-tugas nasional. Sedangkan untuk program yang tepat, sudah merupakan hal yang paling penting untuk memiliki suatu program revolusi agraria demi menempa aliasi kelas pekerja dan kaum tani. Sedangkan untuk taktik yang tepat, sudah merupakan hal yang palng penting untuk menguasai bentuk utama perjuangan yaitu perjuangan bersenjata yang bersandarkan pada dukungan kaum tani. Semua ini hanya bisa diwujudkan bila kaum proletar memiliki partai politiknya sendiri, PKI, yang sepenuhnya dipandu oleh teori Marxis-Leninis, dan bebas dari semua jenis oportunisme.
Prasyarat untuk perwujudan sepenuhnya tugas-tugas Revolusi Agustus 1945, alih-alih sekedar merebut kekuasaan negara dari tangan imperialisme asing dan mentransfernya kepada Republik Indonesia, seharusnya adalah penghancuran semua mesin rezim kolonial dan pendirian negara yang sepenuhnya baru yaitu kediktatoran demokrasi rakyat, suatu kekuasaan gabungan semua kelas anti imperialis dan anti feodal di bawah kepemimpinan kelas pekerja. Suatu kediktatoran demokrasi rakyat, sebagai alat revolusi demokratis borjuis tipe baru, tanpa ampun akan menghantam dengan kekuatan bersenjata semua musuh-musuh revolusi, serta menjamin hak-hak demokratis paling luas bagi rakyat.
Emansipasi rakyat Indonesia dari penghisapan dan penindasan oleh imperialisme dan sisa-sisa feodalisme bisa dicapai hanya melalui jalan revolusi yang pasti akan terjadi sekali lagi, suatu revolusi dengan karakter sama seperti Revolusi Agustus 1945, yaitu revolusi demokratis borjuis tipe baru. Tugas utama revolusi yang mendatang adalah penghancuran melalui perjuangan bersenjata, kekuasaan semua kaum kontra revolusioner dalam negeri yang kini diwakili oleh kediktatoran militer sayap Kanan jenderal Suharto dan Nasution serta antek-anteknya. Perjuangan bersenjata untuk mengalahkan kontra-revolusi bersenjata hanya akan menang bila pada pokoknya merupakan perjuangan bersenjata kaum tani untuk mewujudkan revolusi agraria. Perjuangan bersenjata kaum tani untuk mewujudkan revolusi agraria hanya akan menang bila dikobarkan di bawah kepemimpinan proletar dan ditujukan untuk menghantam semua kekuatan konra-revolusioner dalam negeri.
Tugas-tugas Partai untuk memimpin revolusi demokratis rakyat menuju kemenangan antara lain:
Pertama: Melanjutkan pembangunan ulang PKI dengan garis Marxis Leninis menjadi suatu Partai yang bebas dari semua jenis oportunisme dan secara konsisten memerangi subyektivisme dan revisionisme modern, dan di saat yang bersamaan terus membangkitkan, mengorganisasikan, dan memobilisasi massa, khususnya buruh dan tani.
Kedua: Mempersiapkan diri untuk memimpin perjuangan bersenjata berkepanjangan yang terintegrasi dengan revolusi agraria kaum tani di pedesaan.
Ketiga: Membentuk front persatuan dari semua kekuatan yang menentang kediktatoran militer sayap Kanan jenderal Suharto dan Nasution, suatu front persatuan berdasarkan aliansi kelas pekerja dan kaum tani di bawah kepemimpnan kelas proletar. Ketiga hal ini adalah Tri Panji Partai untuk revolusi demokratis rakyat.
Pernyataan ini menyatakan bahwa proletar internasional dan seluruh rakyat yang berperang melawan imperialisme adalah sekutu bagi revolusi Indonesia yang akan datang. Imperialisme AS, pimpinan utama dari kontra revolusi dunia, terlepas dari bantuan yang diberikan oleh revisionis modern Kruschovite, tengah menghadapi kekalahan mutlak dan tak terelakkan di Vietnam.
Akhirnya, pernyataan ini menyatakan bahwa kami dengan penuh tekad dan teguh hati serta dengan sepenuh hati mengabdikan kekuatan dan kemampuan kami, memenuhi panggilan tugas mendatang, untuk menggulingkan kekuasaan kediktatoran militer sayap Kanan jenderal Suharto dan Nasution, pimpinan-pimpinan kaum kontra revolusioner dalam negeri, demi memberi jalan menuju Indonesia baru yang bebas dari dominasi imperialisme dan sisa-sisa feodalisme.
----------------------------------------------------------
[1] “Revolusi Agustus 1945″ pada 17 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan lainnya mendeklarasikan Republik Indonesia dan mengobarkan “revolusi” Indonesia. Revolusi ini memberikan dampak berupa transformasi Indonesia, yang sebelum Perang Dunia II merupakan koloni sepenuhnya dari Belanda menjadi neo-koloni milik AS sebagai penguasa Imperialis utama.
[2] “Peristiwa Madiun”: Suatu “pemberontakan militer” yang berujung pada kampanye represi brutal terhadap tenaga-tenaga PKI dan para simpatisannya oleh pemerintah Indonesia pada September/Oktober 1948.
sumber: bumirakyat
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.