Tanggal 2 juli malam aku sudah kembali berada dirumahku di kampung Bali. Kembali menjalani kehidupan sehari hari seperti sedia kala. Bangun pagi jam 7 sudah berangkat tinggalkan rumah bawa jarai parang sepatu bot termos air putih dan topi jerami menuju ladang yang sudah kutinggalkan seminggu. Sekitar jam setengah duabelas pulang ke rumah makan siang istirahat. Sore ini aku malas ke ladang. Banyak waktu ngobrol dengan Jati anakku yang baru saja selesai mendaftasr ke SMA dibawah naungan paroki gereja katolik Pusat Damai.”Pak..Tas ini Jati pakai khusus untuk mata pelajaran eskul sore hari”: Penuh semangat Jati memamerkan tas kain batik yang kubeli sesuai dengan seleranya. Aku mengangguk angguk membangkitkan semangatnya berpenampilan ABG masa kini.
Malamnya seperti biasa, selesai makan malam merokok sepukul di teras depan merenung kehidupan. Lantas masuk rumah menyelenggarakan ibadah online.”Ah !! Malam ini aku agak komsumtif berkomunikasi. Tak usah produktif diskusi tentang persoalan persoalan struktural. Malam ini untuk melepas lelah karena seminggu ini capek ngobrol dengan kawan lama dan bahas penerbitan buku yang tersendat sendat. Malam ini sengaja aku sediakan waktu tuk ngobrol chating sama kawan kawan perempuan.
Kubaca status kawan Lioni Rindang (bukan nama sebenarnya) sangatlah menggembirakan : “Syukur saya bisa terbitkan kumpulan cerpen sepuluh judul”. Secepat kilat kucomment: Mantap !! Sukses tuk anak manis yang kukasihi. Setahun yang lalu aku berkawan dengan Lioni Rindang. Lewat email aku kirim beberapa cerpen (yang kuanggagp spektakuler) Kawan Kentalku Bason, Pak Sintong, Kreak Sijabat. Lioni sangat senang. Makasih...makasih banyak Om yang baik budi. Waktu chat aku bilang: Terasa aku memikul beban yang berat kalau dipanggil Om. Panggil saja Bang Martin. Eh!! Lioni marah:”Justru aku yang tertekan bathin panggil abang sama orang yang umurnya sebaya dengan papaku”. Tersentak aku dan terpaksa aku restui Lioni panggil Om samaku.
Commentku langsung direspon. Tapi respon bukan dari Lioni, yang membalas commentku Margareth:”Makasih banyak Om”. Wah !! Aku jadi bingung, apakah sepuluh kumpulan cerpen itu karya Lioni atau Margaret (bukan nama sebenarnya) ?. Aku minta jawaban dan langsung dijawab sama Margareth: Saya mamanya Lioni. Mampuslah aku ini, pasti Lioni sudah cerita tentang aku dan tulisan tulisanku yang jauh dari tata krama aristokrat jawa. Aku malu , tapi kubalas:Jabat tangan erat erat tuk mamanya Lioni anak manis yang kukasihi. Mamanya Lioni ancung jempol di commentku.
Selain dengan Lioni dalam waktu bersamaan aku chat sama Auda. Auda juga menyapa aku dengan sebutan:”Om” beberapa bulan yang lalu, aku tak berani membantah. Mungkin nasibku sama dihadapan Lioni dan Auda. Auda kuliah di Medan sedang tekun menulis fiksi di komopasiana dan berniat mengkoordinir para penulis. Sesekali aku saran atau semacam koreksi tuk tulisannya supaya semakin menggigit. Auda nampak senang, apalagi beberapa kawanku di Medan kusarankan berkawan dengannya. Tapi malam ini aku tersentak. Aku disapa Auda dengan panggilan “Ayah”. Waduh!! Memang interpersonal kami semakin intens belakangan ini (mungkin) karena sering mendiskusikan judul skripsinya. Lantas Auda katakan bahwa ayahnya sudah berpulang tahun 1994 yang lalu dan dia anggap aku berperan sebagai orangtuanya. Tak kusangka interaksi kami sedalam ini. Pasti niat Auda keluar dari lubuk hati yang paling dalam. Auda aku makin sayang padamu.
Malam ini semakin layak disebut Malam Penuh dengan Kawan Perempuan. Ada rencana jumpa dengan Dian Balkis di Jogya, karena waktu yang tidak berketepatan, maka rencana kami batal. Tadi kubaca respon Dian Balkis: Tak apa abangku, lain waktu kita pasti bisa jumpa. Kami sering bercerita tentang proses menerbitkan buku. Bukunya”Kupinjam Suamimu Semalam” booming laku keras pakai pola jual indi sudah launching di Jakarta dan Pekan Baru. Tentang perkembangan anak anak sering juga menjadi topik diskusi kami. Sehingga dia merasa terharu menganggap aku abang kandungnya. Yah,... Begitulah interpersonal yang kubangun bersama kawan kawan perempuan. Sangat jauh dari genit maupun penyimpangan moral.
Kubaca di inbox ada Adista Amelia gadis Meulaboh Aceh Barat yang sedang bingung penelitan. Saran dari fakultas penelitian cukup di rumah sakit Adam Malik Medan, padahal Adista pengen penelitian di kampung halamannya. Di Inbox kembali lagi dia katakan: Adis sama sekali tak percaya bahwa Pak Martin petani. Hua,....ha....ha...Aku hanya bisa tertawa saja.
Kutengok di chat tercantum nama Ria, langsung aku sapa:”Ooooiii...!!. Tiba tiba teleponku berdering:”Kurang ajar kau Tin”. Aku ini pejabat publik seenakmu tegur aku dengan gaya preman”. Aku hanya ketawa mendengar Ria yang keberatan kusapa dengan: Oooiii... Banyak kali taik minyak kau!!!. Ria tertawa terbahak bahak mengingat perkawan kami yang sudah terputus sekitar 7 tahun. Ria suka mendengar “taik minyak” istilah Medan tuk ngejek orang yang klemak klemek kebanyakan berlagu (istilah Pontianaknya:Banyak lapis). Lantas Ria ikut merasa prihatin melihat nasib burukku menerbitkan buku:”Oke..Tin hari senin aku transfer tuk biaya cetak”. Mintalah no rekeningmu. Maka akupun menggosok gosok retsleting celana Hua..ha...ha..merasa nikmat akan datang menjelang. Ku SMS Pay Jarot Sujarwo minta no rekeningnya (aku sama sekali tak punya no rekening). Langsung kirim ke Ria.”Oke..Tin sukses untuk bukumu” Ria SMS aku.
Aku lelah berada di depan laptop yang signalnya lemah. Merokok sepukul di teras depan, lantas aku masuk kamar. Selamat malam kawan kawanku Perempuan baik budi. Dan,... Teringat aku ucapan Pak Longor kepada Higam dan Payman:”Walau kita ateis tapi hubungan interpersonal yang didasari Cinta kasih yang sempurna serta rendah hati yang sungguh pasti memberi hasil yang berkelimpahan.
Taik kucing sama cakap itu. Buktinya sampai sekarang aku masih suntuk nerbitkan buku’. Dunia....dunia....Hua....ha....ha...Kugosok lagi retsleting celanaku. Hua..ha..
sumber: kumpulan catatan fb martin siregar
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.