Judul:
REVOLUSI BURUH DI DUNIA – BAG. II – REVOLUSI RUSIA 1905
Revolusi 1905 di Rusia merupakan suatu contoh mencengangkan dari bagaimana teori dilahirkan oleh pengalaman hidup perjuangan kelas. 1905 melahirkan bentuk pemerintahan buruh—soviet atau dewan-dewan pekerja—yang kembali muncul di setiap tantangan revolusioner berikutnya terhadap kapitalisme. Dari pengaaman 1905, salah satu pimpinannya, Leon Trotsky, presiden soviet St Petersburg dan kemudian salah seorang pimpinan Kaum Bolshevik, mengembangkan teori revolusi permanen. Seorang revolusioner Jerman-Polandia, Rosa Luxemburg, juga berpartisipasi dan merumuskan teori sentalitas pemogokan massa sebagai bagian dari proses revolusioner. Revolusi ini juga memberikan pemahaman penting mengenai hubungan antara partai revolusioner dan kelas buruh. Memang, revolusi 1905 bisa dianggap lebih kaya pelajaran daripada semua peristiwa sejarah lainnya di luar revolusi 1917, dan seringkali dianggap sebagai “pemanasan” menuju puncak perjuangan kelas buruh.
Awal abad 20, Rusia meupakan otokrasi yang dikuasai oleh Tsar tanpa adanya institusi demokratis sama sekali. Mayoritas luas populasi Rusia merupakan tani hamba yang hidup dalam kondisi semi feodal, namun kapitalisme telah berdiri dengan tegak di Rusia. Sebagian besar industri berat—keinsinyuran, perkapalan, besi dan baja, amunisi—dijalankan untuk memenuhi kebutuhan militer negara Rusia. Terdapat juga industri tekstil yang luas dimana mayoritas buruhnya merupakan buruh perempuan.
Perkembangan kapitalisme di Rusia berarti, secara paradoks, Rusia memiliki industri paling modern dan berskala luas di dunia—hal ini kemudian disebut Trotsky sebagai “Hukum perkembangan tidak berimbang dan tergabungkan”. Sehingga meskipun kelas pekerja sedikit, namun terkonsentrasikan secara ekstrim di pabrik-pabrik raksasa, tidak seperti bengkel-bengkel kecil yang menjadi ciri-ciri tahun-tahun awal perkembangan kapitalis di tempat lainnya. Kelas pekerja Rusia yang masih muda mulai menyadari kekuatannya. Tahun 1896 pekerja tekstil di St. Petersburg melakukan pemogokan massal yang pertama kalinya, dan jumlah pemogokan langsung berlipat selama dua tahun berikutnya. Negara kemudian merespon dengan represi hebat, yang dilakukan pada masa kemerosotan ekonomi, sehingga mematikan perjuangan kelas buruh untuk satu periode.
Tedapat juga sekelompok kecil kaum sosialis revolusioner, khususnya Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) yang memiliki dua faksi utama: Kaum Bolshevik di sekitar Lenin dan Kaum Menshevik. Mereka menanggung represi hebat dari negara dimana banyak pimpinannya yang dipenjarakan dan diasingkan. Meskipun demikian, mereka mulai berpengaruh. Terkait ini kepala polisi politik Rusia menyuarakan kekhawatirannya:
“Dalam tiga atau empat tahun belakangan, pemuda Rusia yang santai telah diubah jadi sejenis intelektual semi melek huruf yang menganggap bahwa sudah tugasnya untuk menolak agama dan keluarga, untuk mengabaikan hukum dan untuk membantah serta mengolok-olok pejabat dan pihak yang berwenang. Untungnya, pemuda-pemuda demikian belum banyak di pabrik namun segelintir yang tidak insignifikan ini meneror mayoritas pekerja yang diam dan akhirnya mengikutinya.”
Tahun 1904 Rusia berperang melawan Jepang. Dampak turunan dari peristiwa ini adalah munculnya gelombang patriotisme, yang menyebabkan pemogokan-pemogokan menurun pada tingkat terendah dalam sepuluh tahun. Namun sebagaimana yang terjadi selama Perang Dunia I—antusiasme perang dengan cepat berganti kemuakan terhadap perang. Karena buruh semakin dipaksa menanggung biayanya. Upah anjlok 25%. Perang itu sendiri merupakan rangkaian blunder dan berakhir dengan kekalahan memalukan yang tiada terkira. Kaum buruh St. Petersburg yang mencari kepemimpinan dan organisasi akhirnya berpaling pada seorang pendeta, Bapa Gapon dan Mejelis Buruh Pabrik St Petersburg, suatu “serikat” yang legal karena dibeking polisi.
Pemogokan-pemogokan pada Desember 1904 berujung pada jatuhnya korban empat orang militan, yang akhirnya memicu pemogokan skala kota. Gapon menyarankan suatu petisi untuk diserahkan kepada Tsar, yang dianggap sebagai “bapak” rakyat Rusia dan berdiri di atas kepentingan buruh dan kapitalis yang saling bertentangan. Tuan-tuan polisi Gapon senang dengan gagasan itu—mereka pikir beberapa patah kata bijak dari Tsar dan sedikit konsesi ekonomi akan cukup untuk memotong gerakan tersebut. Kaum buruh kemudian mengumpulkan petisi—yang berkat intervensi luas dari kaum sosialis—berisi tuntutan-tuntutan politik juga, seperti kebebasan berpendapat, kebebasan berserikat, dan kebebasan pers, tanah untuk kaum tani, dan akhiri perang, bentuk parlemen dan pisahkan Gereja dengan negara. Hal ini jauh melebihi apa yang diperkirakan Gapon sebelumnya.
Minggu, 9 Januari 1905, ribuan buruh, yang banyak diantaranya menyanyikan himne dan mengusung potret-potret Tsar, dengan penuh kepercayaan bergerak ke Istana Musim Dingin (Winter Palace) untuk menyerahkan petisi mereka. Bukan saja Tsar menolak menemui mereka, pasukan tentaranya malah diperintahkan untuk menembaki buruh. Lebih dari ribuan orang tewas terbunuh dan lebih dari dua ribu menderita luka-luka. Hari ini kemudian dikenal sebagai Minggu Berdarah dan merupakan suatu titik balik bagi gerakan buruh.
Suatu pemogokan umum pecah di St Petersburg dan dengan cepat menjalar ke kota-kota lainnya. Aspek penting gelombang pemogokan ini adalah bagaimana tuntutan-tuntutan ekonomi dan politik saling mempengaruhi satu sama lain dan makin memperkuat perjuangan. Banyak pengusaha terpaksa memberikan konsesi, dan di beberapa daerah buruh berhasil mendirikan kebebasan politik secara de facto. Partai-partai sayap kiri bisa beroperasi secara terbuka.
Bulan Agustus, Tsar setuju untuk membentuk semacam parlemen, yaitu Duma. Namun Duma ini merupakan badan yang hanya bersifat konsultatif tanpa kekuatan legislatif. Selain itu tidak ada perwakilan bagi buruh disana. Dalam kota St. Petersburg, yang berpopulasi sebanyak 1.400.000 ternyata hanya 13.000 orang yang diperbolehkan memberikan hak suaranya. “Konsesi” menyedihkan ini membuat murka kaum buruh, dan pada bulan Oktober gelombang pemogokan lainnya dimulai. Rel, perkeretaapian, dan pos berhenti beroperasi. Sekolah-sekolah tutup. Suplai gas dan air berhenti. Komunikasi lumpuh. Perjuangan buruh menginspirasi lapisan-lapisan rakyat tertindas lainnya; kaum tani mulai membakari rumah-rumah tuan tanah serta merebut tanah dan stok pangan. Kaum pelaut dan prajurit memberontak. Buruh-buruh perempuan yang terlibat dalam—serta terkadang bahkan memimpin—pemogokan-pemogokan ekonomi akhirnya meraih kepercayaan diri untuk menuntut mengakhiri pelecehan seksual serta waktu rehat untuk merawat anak-anak.
Soviet
Hal yang terpenting adalah kaum buruh mengembangkan suatu alat untuk mengorganisir tantangan-tantangan ekonomi dan politis mereka dalam melawan sistem. Dewan-dewan buruh, yang dikenal saat itu dalam bahasa Rusia sebagai Soviet, berkembang dari komite-komite mogok berbasiskan tempat kerja di St. Petersburg. Dari jaringan komite-komite demikianlah, suatu komite tingkat kota didirikan untuk mengoordir perjuangan. Soviet-soviet sangatlah demokratis dan representatif. Soviet sangat menyerupai model Komune Paris, dimana delegasi-delegasi buruh bisa ditunjuk dan ditarik (recall) kapanpun dan digaji tidak lebih tinggi dari upah rata-rata buruh. Perbedaan signifikannya dengan Komune Paris adalah soviet-soviet berbasis tempat kerja dan bukannya berbasis lingkungan pemukiman, sehingga benar-benar merepresentasikan kelas buruh secara keseluruhan.
Soviet-soviet tersebut tumbuh di seluruh negeri dan dalam sekejap menjelma jadi tantangan bagi negara kapitalis. Kaum buruh memandang soviet pusat sebagai pemerintah mereka sendiri. Memang, hal tersebut saat itu sudah merupakan embryo pemerintahan buruh. Soviet-soviet dibentuk untuk melayani kebutuhan-kebutuhan mendesak dari perjuangan—mengoordir pemogokan-pemogokan, demonstrasi-demonstrasi, serta banyak aktivitas lainnya, menjamin agar buruh tetap diinformasikan mengenai apa saja yang tengah terjadi, bekerja menyediakan makanan, perawatan medis, transportasi dan layanan-layanan penting lainnya saat industri tengah mogok, membuat keputusan-keputusan mengenai bagaimana caranya memajukan perjuangan—soviet-soviet dengan cepat berkembang menjadi suatu mekanisme dimana buruh bisa mengambil alih fungsi dalam menjalankan masyarakat dan menjadi alternatif untuk menggantikan kekuasaan kaum kapitalis.
Konsesi-konsesi lebih lanjut yang kemudian diberikan lagi oleh Tsar gagal memuaskan kaum buruh dan pada bulan November pecah gelombang pemogokan ketiga. Kali ini tuntutan delapan kerja sehari merupakan tuntutan sentral, meskipun buruh juga terus merumuskan tuntutan-tuntutan politik juga. Kaum pengusaha relatif netral saat pemogokan-pemogokan Oktober. Lagipula mereka juga menginginkan reforma demokratis untuk bisa mendapatkan suara politik untuk memaksakan kembali kekuatan ekonominya. Mereka senang-senang saja buruh yang melakukan kerja keras untuk mereka. Namun pada bulan November, kaum kapitalis semakin khawatir dengan tuntutan-tuntutan serta aksi-aksi kaum buruh. Mereka membalasnya dengan tindakan lock-out yang mematahkan perjuangan menuntut delapan jam kerja sehari.
Sementara itu negara tidak tinggal diam: para polisi dan pejabat lokal meluncurkan organisasi anti-Semit bernama Black Hundreds (Ratusan Hitam)—yang tugas utamanya adalah melancarkan kekerasan berdasarkan agama terhadap umat Yahudi—sekaligus diarahkan terhadap gerakan buruh. Soviet St Petersburg ditindas pada 3 Desember dan pemberontakan yang dipimpin soviet di Moskow akhirnya dipatahkan setelah enam hari perlawanan yang gagah berani. Saat dua pusat perjuangan buruh telah berhasil dikalahkan, maka sekitar empat puluhan soviet di kota-kota lain juga digilas oleh militer. Namun butuh dua tahun penindasan yang kejam untuk menghancurkan gerakan buruh. Saat tahapan yang berikutnya tiba, segala sesuatu berjalan dengan berbeda.
Belajar dari Kaum Buruh
Selama 1905 kaum buruh dalam banyak kesempatan, lebih sering atau bahkan lebih di depan dibandingkan kaum sosialis yang terorganisir. Tak satu pun kaum sosialis yang membuat teori tentang soviet dan potensinya untuk menjadi suatu pemerintahan buruh. Buruh-buruh sendiri yang menciptakannya secara relatif spontan, meskipun dalam babakan sejarah buruh sebelumnya kita juga menyaksikan Komune Paris. Memang saat itu Kaum Bolshevik tidak bersikap ramah terhadap soviet-soviet dan bertingkah sektarian dengan menganggap bahwa soviet-soviet berlawanan dengan suatu partai revolusioner (bahkan mereka sempat mencurigai bahwa ini adalah suatu plot dari kaum Menshevik, yang saat itu memang lebih cepat responnya dalam melibatkan diri di soviet-soviet).
Sama halnhya ketika Kaum Bolshevik terus berpegang pada bentuk-bentuk organisasi yang dikembangkan Lenin melalui pamflet tahun 1902 berjudul Apa yang Harus Dikerjakan? Di bawah kondisi-kondisi yang saat itu berlaku—suatu partai ilegal harus beroperasi di bawah tanah, dengan tingkat perjuangan kelas yang rendah—Lenin sebelumnya menyatakan bahwa keanggotaan partai harus dibatasi pada “revolusioner-revolusioner profesional” yang berkomitmen dan berdedikasi, yang akan membawa politik-politik sosialis ke kelas buruh “dari luar”.
Banyak orang dari Kaum Bolshevik memiliki kecenderungan untuk mengecilkan pentingnya pemogokan-pemogokan ekonomi sebagai suatu hal yang “tidak politis”, dan gagal memahami bahwa dinamika perjuangan massa yang menyebar luas demikian berarti bahwa tuntutan-tuntutan ekonomi dan politik saling mempengaruhi satu sama lain. Peristiwa-peristiwa 1905 mengubah semua itu. Lenin, meskipun masih berada dalam pengasingan, hampir seketika memahami potensi-potensi revolusioner soviet-soviet, namun dia harus melakukan perdebatan sengit dengan kamerad-kameradnya untuk meyakinkan mereka. Begitu berhasil diyakinkan, kaum Bolshevik sendiri langsung terjun ke dalam soviet-soviet dan memainkan peran konstruktif, bahkan dipercaya untuk memimpin soviet Moskow. Lenin jugalah yang menyerukan partai untuk “membuka gerbang” dan menerima ribuan buruh muda yang teradikalisasi untuk mengubah kebiasaan konservatisme dan biokratis yang berkembang selama isolasi paksa terhadap partai.
1905 menunjukkan bahwa kelas kapitalis tidak mampu memimpin perjuangan untuk menuntaskan revolusi borjuis demokratis. Bahkan bilamana hal itu merupakan kepentingan kelasnya untuk menghapus sisa-sisa feodalisme dan merebut kekuasaan politik, mereka lebih takut terhadap kekuatan buruh daripada rezim Tsar. Hal ini membuktikan kebenaran teori revolusi permanen yang dikembangkan oleh Leon Trotsky. Trotsky mengemukakan bahwa karena kapitalisme mendominasi ekonomi dunia, maka sosialisme merupakan agenda mendesak. Selain itu juga karena kelas buruh mampu menjalankan aksi independen bahkan di negara yang relatif terbelakang seperti Rusia, sehingga tidak perlu menunggu kapitalisme berkembang sepenuhnya.
Kaum buruh harus memimpin tiap perjuangan untuk reforma-reforma demokratis karena kelas kapitalis akan mengorbankan tujuan-tujua revolusi daripada memobilisasi buruh yang mana kekuatannya mengancam keberadaan kapitalis. Dalam proses memimpin revolusi demokratis, buruh harus melampaui batasan-batasan tuntutan untuk revolusi borjuis dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan kelasnya—yaitu demi sosialisme. April 1917, kaum Bolshevik dengan diam-diam menerima teori ini dan bertindak berdasarkan teori ini. Hari ini teori ini masih relevan dan masih digunakan sebagai panduan aksi untuk kaum aktivis di negara-negara yang kurang berkembang.
Namun bila kaum sosialis revolusioner harus belajar semua ini dari kaum buruh, mengapa kita perlu adanya suatu partai? Bukankah kaum buruh bisa menciptakan revolusi secara spontan? Terkait ini, Lenin menjelaskan bahwa partai adalah “memori kelas buruh”. Dalam sebagian besar masa hidupnya, buruh tidak terlibat dalam perjuangan terbuka, khususnya pemogokan massa dan revolusi. Generasi-generasi baru dari kaum buruh tidak memiliki pengalaman yang sama dengan para pendahulu mereka dan pelajaran-pelajaran penting dari periode perjuangan bisa terlupakan. Maka tugas kunci suatu partai revolusioner adalah menarik, menggeneralisir, dan menularkan pelajaran-pelajaran dari tiap periode perjuangan. Selain itu situasi kekuasaan ganda yang muncul saat kaum buruh membentuk soviet-soviet hanya bisa dipecahkan dengan bantuan buruh bilamana ada suatu organisasi dengan otoritas dan daya tarik yang mencukupi untuk melancarkan insureksi final. Revolusi 1905 diikuti oleh tahun-tahun reaksi dan kemerosotan. Seandainya Kaum Bolshevik tidak menjaga gagasan-gagasan 1905 agar tetap hidup, seandainya mereka tidak mempertahankan suatu organisasi yang menghimpun buruh-buruh yang paling militan, berdedikasi, dan berkesadaran kelas, maka tidak mungkin kelas buruh mampu merebut kekuasaan pada tahun 1917—yang mana hal ini merupakan bahasan dalam bagian selanjutnya.
Ditulis oleh Tess Lee Ack sebagai bab III dari pamflet “Workers Revolutions of The 20th Century – A Socialist Alternative Pamphlet. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dipublikasikan ulang oleh Bumi Rakyat juga di weblog MerdekaFiles ini.
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.