Penulis : Ahmad WahidPenyunting : Djohan Effendi & Ismed Natsir
Penerbit : LP3ES
Cetakan : Pertama, July 1981
Tebal : X+351 Halaman
***
Kira-kira dua minggu setelah setelah melahap buku Soe Hok Gie, kudapati juga akhirnya buku yang ku baca resensinya di koran Kompas sewaktu di Bangka . Buku mengenai seorang yang juga tragis mati muda seperti SHG, Ahmad Wahid. ( 1942-1973 ) .Tak banyak yang kuketahui waktu itu tentang pemuda dengan pemikiran liberal ini pada waktu itu. Yang kuketahui bahwa pemuda ini sangat liberal dan berpikir jauh dari masanya dalam hal-hal pemikira agama Islam. Sementara dalam kata pengantarnya H.A. Mukti Ali menulis bahwa " Menarik sekali untuk dipelajari mengapa teman-teman muda ini-yang latar belankang pendidikan mereka berbeda-beda-sama-sama memperlihatkan pikiran-pikiran yang disaat itu di anggap " Meyebalkan " dari pikiran yang di anggap umum di kalangan umat Islam.
***
Maka pada tanggal 3 Juli 1987, satu bulan setelah tiba di Jakarta, aku melangkah ke Projek Senen. Pasar Senen memiliki imej yang jelek karena premanismenya waktu itu. Tapi tiba juga aku di komplek pusat buku Projek Senen. Dari puluhan toko buku yang ada di lantai 4 ku beli buku ini di sebah toko buku Pedoman Ilmu Jaya. Aku nggak tahu apakah toko buku ini masih ada sekarang ketika kutulis komentar mengenai buku AW ini. Waktu itu harga nya Rp. 3000-. tahun 1987 kurs mungkin sekitar Rp. 900-an /USD. Jadi sekitar Rp. 40000- dengan Kurs sekarang kira-kira.
***
Hanya dalam waktu 2 hari saja aku lahap habis halaman buku ini dan semakin penasaranlah aku dengan pemikian-pemikiran pemuda ini. Kesukaan ku pada mereka ini -SGH+AW- mungkin disebabkan oleh usia ku yang masih muda dalam proses pencarian dan dahaga akan informasi yang liberal dan radikal.
***
Buku ini berbentuk buku saku.Dengan kertas koran terbitan LP3ES. Di sunting oleh Djohan Effendi dan Ismed Natsir. Di halaman xi ada foto Ahmad Wahid sedang mengetik. Dokumentasi Majalah Tempo. Perawakannya sederhana. Kurus dan ceking.
Penerbit : LP3ES
Cetakan : Pertama, July 1981
Tebal : X+351 Halaman
***
Kira-kira dua minggu setelah setelah melahap buku Soe Hok Gie, kudapati juga akhirnya buku yang ku baca resensinya di koran Kompas sewaktu di Bangka . Buku mengenai seorang yang juga tragis mati muda seperti SHG, Ahmad Wahid. ( 1942-1973 ) .Tak banyak yang kuketahui waktu itu tentang pemuda dengan pemikiran liberal ini pada waktu itu. Yang kuketahui bahwa pemuda ini sangat liberal dan berpikir jauh dari masanya dalam hal-hal pemikira agama Islam. Sementara dalam kata pengantarnya H.A. Mukti Ali menulis bahwa " Menarik sekali untuk dipelajari mengapa teman-teman muda ini-yang latar belankang pendidikan mereka berbeda-beda-sama-sama memperlihatkan pikiran-pikiran yang disaat itu di anggap " Meyebalkan " dari pikiran yang di anggap umum di kalangan umat Islam.
***
Maka pada tanggal 3 Juli 1987, satu bulan setelah tiba di Jakarta, aku melangkah ke Projek Senen. Pasar Senen memiliki imej yang jelek karena premanismenya waktu itu. Tapi tiba juga aku di komplek pusat buku Projek Senen. Dari puluhan toko buku yang ada di lantai 4 ku beli buku ini di sebah toko buku Pedoman Ilmu Jaya. Aku nggak tahu apakah toko buku ini masih ada sekarang ketika kutulis komentar mengenai buku AW ini. Waktu itu harga nya Rp. 3000-. tahun 1987 kurs mungkin sekitar Rp. 900-an /USD. Jadi sekitar Rp. 40000- dengan Kurs sekarang kira-kira.
***
Hanya dalam waktu 2 hari saja aku lahap habis halaman buku ini dan semakin penasaranlah aku dengan pemikian-pemikiran pemuda ini. Kesukaan ku pada mereka ini -SGH+AW- mungkin disebabkan oleh usia ku yang masih muda dalam proses pencarian dan dahaga akan informasi yang liberal dan radikal.
***
Buku ini berbentuk buku saku.Dengan kertas koran terbitan LP3ES. Di sunting oleh Djohan Effendi dan Ismed Natsir. Di halaman xi ada foto Ahmad Wahid sedang mengetik. Dokumentasi Majalah Tempo. Perawakannya sederhana. Kurus dan ceking.
***
Dalam kata-kata Mukti Ali" Akan tetapi saya kira, bagaimanapun keyakinan kita masing-masing , catatan harian Ahmad Wahid ini cukup mengesankan. Bahkan mungkin aka merangsang dan menggoda pikiran kita. paling tidak bisa memahami pergulatan pikiran seorang anak muda yang sedang mencari. Orang boleh setuju atau menolak pikiran-pikiran almarhum Ahmad Wahid, tetapi ia yang berprawakan kecil, walau meninggal dalam usia yang masih muda, ternyata hidupnya tak sia-sa. Dan bagi kawan-kawannya, catatan harian almarhum ini merupakan warisan yang sangat berharga" Yogyakarta, February 1981.
Dalam kata-kata Mukti Ali" Akan tetapi saya kira, bagaimanapun keyakinan kita masing-masing , catatan harian Ahmad Wahid ini cukup mengesankan. Bahkan mungkin aka merangsang dan menggoda pikiran kita. paling tidak bisa memahami pergulatan pikiran seorang anak muda yang sedang mencari. Orang boleh setuju atau menolak pikiran-pikiran almarhum Ahmad Wahid, tetapi ia yang berprawakan kecil, walau meninggal dalam usia yang masih muda, ternyata hidupnya tak sia-sa. Dan bagi kawan-kawannya, catatan harian almarhum ini merupakan warisan yang sangat berharga" Yogyakarta, February 1981.
***
Buku
ini adalah cetakan pertama dari LP3ES. Buku tersusun dalam 4 bab utama
dengan kata pengantar dari H.A Mukti Ali. Mukti Ali adalah pentolan dari
HMI yang menjadi leader sebuiah grup diskusi Limited Group di mana
Ahmad Wahid juga intens ikut terlibat dalam diskusi-diskusi panas.
***
Dalam
penyajiannya , karena mempertimbangkan berbagai hal dan untuk
mempermudah pembaca memahami buah pikiran Ahmad Wahid, maka catatan
harian ini dikelompokan dalam judul-judul berdasarkan tema bukan
berdasarkan kronologis .
***
Bab pertama mencakup rentang waktu dari 17 Januari 1969 sampai 27 Januari 1973.
rentang
waktu ini mencakup jalan pikiran Ahmad Wahid yang sedang gelisah ,
sebuah pencarian jati diri yang penuh dengan pertanyaan -pertanyaan
besar . Secara keseluruhan Bab pertama mengambil porsi terbesar dalam
catatn harian Ahmad Wahid ini. Bab pertama ini mencakup sampai 193
halaman dari 351 halaman buku saku ini. Nampaknya memang buah pikiran
mengenai keagamaanlah yang paling mendominasi catatan harian ini. dan
tentu saja para penyunting berpikir bahwa topik inilah yang menjadi
porsi terpenting.
***
Bab
pertama ini di tutup dengan catatan mengenai initi pokok sebuah diskusi
di rumah Dawam Rahardjo dan di catatan ini Ahmad Wahid menulis bahwa
''Islam adalah Qur-an dengan penafsiran secara insipratif "
***
Catatan awal pada periode 1969 dibuka dengan kalimat yang mungkin akan memerahkan telinga saudara-saudara Muslim :
"
Kita orang Islam belum mampu menterjemahkan kebenaran Islam dalam suatu
program pencapaian. Antara Ultimate values dalam ajaran Islam dengan
kondisi sekarang memerlukan penerjemahan-penerjemahan..." ( 17 Januari
1969 )
***
Dalam sub judul Kebebasan Berpikir Ahmad Wahid menulis tentang kegalauan hatinya tentang ajaran dan pemahaman Islam ...:
"
Kadang-kadang hatiku berpendapat bahwa dalam beberapa hal ajaran Islam
itu jelek. Jadi ajaran Allah itu dalam beberapa bagian jelek dan
beberapa ajaran manusia, yaitu manusia-manusia besar , jauh lebih baik.
Ini akal bebasku yang berkata, akal bebas yang meronta-ronta untuk
berani berpikir tanpa disertai ketakutan akan dimarahai Tuhan .( 9 Maret
1969 )
Lalu pada catatan 17 Juli 1969,
sejalan dengan pikiran "nyeleneh " pada beberapa bulan sebelumnya, Ahmad
Wahid menulis : "Mungkin akan ada orang yang mengemukakan bahaya
berpikir bebas yaitu orang yang beripikir bebas itu cenderung atau
bahkan bisa jadi atheis. Betulkah ? Orang yang sama sekali tidak
berpikir juga bisa atheis. ( 17 Juli 1969 )
***
Diakhir
catatan pada bab ini Ahmad Wahid menulis perasaannya tentang Natal.
Catatan tertanggal 25 Desember 1972 ini terasa sendu dan sunyi
"
Hari ini adalah hari natal. Kepada saudara-saudaraku yang beragama
Kristen ingin kusampaikan berbahagia dan simpatiku pada kesungguhan
mereka menerima pesan Natal. Banyak kawan-kawan di kalangan Kristen dan
katalik yang tidak sempat kukirimi surat ucapan selamat. Surat itu bukan
formalitas. Dia punya arti bagi persahabatan dan pembinaan saling
menghargai." ( 25 Desember 1972 )
***
Perasaan
tulus yang ditulis Ahmad Wahid ini kita terasa sangat langkah dari
saudara kaum Muslim sekarang ini dimana ketika fatwa mengharamkan mereka
memberi selamat Natal kepada kaum Nasrani. Mungkin latar belakang masa
remaja tinggal di asrama Katolik dan lingkungan Katolik , apa yang di
tulis oleh Ahmad Wahid tentulah hal yang wajar. Betapa banyaknya hal-hal
kecil seperti ini hilang ketika agama di jadikan komiditas politik dan
menghilangkan makna agama yang hakiki, saling mengasihi. Semangat
berbagi kasih. Semangat Religiositas kata Mangunwijaya. Semangat
inklusivitas yang hilang. betapa sayang.
***
Aku
pikir tulisan-tulisan dalam catatan harian ini , akan menjadi penting
dan memberikan sebuah cara berpikir yang lain bagi saudara kaum Muslim.
***
Maka
bila Wahid berumur panjang dan melihat kehidupan beragama hari ini, aku
berpikir mungkin dia akan menulis lebih keras lagi atau duduk
termaktub-maktub heran dan tak bisa percaya. Benarkah Tuhan yang dia
ajak bicara pernah paham apa yang kini tengah terjadi di tengah
bangsanya ?
***
Maka
kerinduan kita pada sosok toleran seperti Wahid -walau dalam pikiran
dan tulisan-terasa sangat menguat dan mengedor-gedor pintu tali
silaturahim kita kini. Tuhan mungkin tengah menguji kita dengan
memanggil Wahid lebih di usia muda. Sayang !
***
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.