Judul Asli:
REVOLUSI BURUH DI DUNIA – BAG. V – REVOLUSI JERMAN 1918-1923
Sebelum Perang Dunia I, Partai Sosial Demokrat (SPD) di Jerman merupakan partai sosialis terbesar di dunia. Anggotanya mencapai satu juta orang, dengan 90 koran harian, serikat buruh, koperasi, klub olahraga, organisasi-organisasi pemuda, dan ratusan pengurus penuh waktu. Dalam programnya SPD menyatakan diri sebagai “Marxis Revolusioner”. Namun pada tahun 1914, Perang Dunia I meletus. SPD, seperti kebanyakan partai sosialis, mencampakkan prinsip-prinsip internasionalisnya dan terseret kelas penguasanya sendiri, ikut-ikutan mendukung perang imperialis. Kelas buruh tersapu gelombang nasionalisme. Perang kelas kalah oleh demonstrasi-demonstrasi patriotis, pendaftaran militer secara massal, dan seruan-seruan “persatuan nasional”.
Kaum Revolusioner sejati di SPD yang dipimpin oleh Rosa Luxemburg, bersama-sama menentang perang. Namun tidak seperti Lenin di usia, Luxemburg tidak pecah dengan kaum sosial demokrat dan mencoba membangun suatu organisasi revolusioner. Terlepas dari kegagalannya, SPD memiliki dukungan hampir dari semua buruh yang terpolitisir. Bagi Luxemburg, pecah dengan SPD berarti akan membuat jumlah kaum revolusioner merosot drastis. Ia memandang peran revolusioner adalah untuk membuat argumen-argumen politis daripada untuk mengorganisir buruh-buruh yang paling militan dan paling berkesadaran kelas ke dalam organisasi yang dapat memimpin suatu perjuangan melawan kaum nasionalis dan reformis dalam gerakan buruh.
Tak lama kemudian, konsensus pro-perang mulai retak. Akhir 1915 pecah demonstrasi-demonstrasi menuntut perdamaian di Berlin. Sayangnya di saat opini kelas buruh mulai berbalik menentang perang, tidak ada organisasi yang bisa menjadi poros perhatian. Baru pada tahun 1916 Luxemburg akhirnya membentuk faksi revolusioner dalam SPD, Liga Spartakis.
Revolusi Rusia pada Oktober 1917 memberikan daya penggerak politis bagi kaum buruh dan prajurit Jerman. Kaum Bolshevik mulai menjatuhkan buletin-buletin ke prajurit Jerman di Front Timur. Januari 1918, Liga Spartakis telah menyerukan pemogokan massa untuk menuntut perdamaian. 28 Januari, 400.000 buruh mogok kerja di Berlin. September 1918 upaya militer Jerman mulai tergoyahkan. Para perwira mulai mengeluh bahwa anggota-anggotanya “terjangkiti propaganda kiri anti perang.” Bentrokan meletus saat para prajurit angkatan laut diperintahkan mengeksekusi Angkatan Laut Inggris. Mereka membangkang. Dalam dua hari, buruh-buruh dan prara prajurit mengambil kendali dan menguasai Kiel serta dalam seminggu, Monarki Jerman runtuh. Di seluruh Jerman, dewan-dewan buruh dan prajurit menggantikan otoritas-otoritas sebelumnya.
Berlin adalah kota terakhir yang jatuh. SPD susah payah berusaha mengelakkan penggulingan terhadap monarki. Akhirnya Karl Liebknecht, pemimpin Spartakis, yang mengeluarkan seruan untuk pemogokan massa. Pagi berikutnya, para buruh dan prajurit membanjiri Berlin pusat. Slogan-slogan Spartakis digaungkan pula oleh ratusan ribu massa. Rezim lama yang sudah tidak mampu mengendalikan situasi akhirnya menyerahkan pemerintahan pada pemimpin sosial demokrat, Ebert. Namun berhadapan dengan angkara massa buruh diluar Reichstag, dia terpaksa mendeklarasikan “Republik Jerman”. Dia mengambil kesempatan pada waktunya. Hanya 200 meter jauhnya Liebknecht mendeklarasikan epublik Sosialis Jerman Merdeka dan mengumumkan bahwa “Kekuasaan kapitalisme yang menjadikan Eropa berkubang darah telah berakhir.”
Namun ternyata ini bukanlah akhir. Pemberontakan spontan pertama tidak disertai oleh pengalaman bertahun-tahun perjuangan. Banyak buruh ini yang melakukan aksi politiknya sebagai pengalaman pertama kali dalam hidup mereka. Meskipun pendirian SPD pro-perang, mayoritas buruh masih mencari kepemimpinannya ke SPD. Tidak lama kemudian, semua angkatan negara lama, dengan dorongan SPD, mulai merebut kembali kendali. Pemerintah menggelar pemilu parlemen yang mana kekuasaannya berhadap-hadapan dengan dewan-dewan buruh.
Hari-Hari Spartakis
Dalam bara panas perjuangan melawan kontra-revolusi, Partai Komunis Jerman akhirnya terbentuk. Awalnya hanya memiliki beberapa ribu anggota, namun partai ini, yang tidak punya sejarah dan sedikit hubungan riil dengan kelas buruh, yang harus berupaya dan memimpin kaum buruh sepanjang periode intens perjuangan kelas buruh di sejarah Jerman. Meskipun demikian dalam minggu pertama 1919, tumbuhnya kekuatan kaum kiri jauh di atas jalanan tampak tak terbendung. Sedangkan pemerintahan SPD memecat pimpinan polisi yang dipilih oleh dewan buruh dengan harapan bisa memancing pemberontakan prematur.
Suatu pemogokan massa mulai dilancarkan. Kaum buruh merebut stasiun-stasiun kereta dan 250.000 buruh bergerak ke pusat Berlin. Namun angkatan-angkatan revolusioner berada dalam kondisi semrawut dan terbukti tidak mampu menghentikan suatu percobaan perebutan kekuasaan yang prematur dan tidak terorganisir. Dalam beberapa hari Frei Korps, suatu pasukan kontra-revolusioner, telah memasuki Berlin. Insureksi yang gagal memberikan kesempatan pada kaum kanan untuk mengisolasi kaum revolusioner dan menjalankan ofensif.
Luxemburg saat itu menentang semua seruan insureksi namun kini tak ada jalan lain selain bertempur. Namun sama halnya saat Spartakis tidak memiliki disiplin, jumlah, dan organisasi yang diperlukan untuk mencegah pemberontakan prematur, mereka juga tidak memiliki kapasitas untuk memimpin massa Berlin yang tak terorganisir untuk mundur. Terror putih berkobar tanpa ampun. Pers memberitakan dinding-dinding yang berlumuran darah dan otak buruh yang mati ditembak. 15 Januari, Luxemburg dan Liebknecht, para pimpinan kiri revolusioner yang paling memiliki keahlian ditangkap dan dibunuh.
Akhir Januari 1919, rezim lama telah merebut kembali kontrol atas seksi-seksi militer, menstabilisasikan pemerintahan, dan menorehkan kerusakan serius pada kiri revolusioner. Hal ini memberi mereka kesempatan untuk menggelar pemilu Majelis Nasional, yang kemudian dimenangkan SPD. Juli 1917, Kaum Bolshevik di Rusia menghadapi dilema yang sama. Kaum buruh Petrograd menuntut insureksi namun hanya ada sedikit kemungkinan bahwa suatu pemerintahan buruh bisa bertahan, saat terisolasi dari seluruh penjuru Rusia. Namun kaum Bolshevik memiliki otoritas di antara kaum buruh paling militan yang sudah dimatangkan sejak perlawanan 1905, serta juga memiliki basis massa di kelas buruh yang memungkinkan mereka mengoordinir gerakan mundur yang penuh disiplin. Karena Lenin telah membangun suatu partai yang mampu bergerak secara terpadu dan memiliki lapisan luas kaum revolusioner yang berpengalaman, kelas buruh dan kaum Bolshevik bangkit dari Hari-Hari Juli dengan menanggung serangan bertubi-tubi namun tetap utuh. Sedangkan Partai Komunis Jerman yang kecil, yang tidak punya keunggulan-keunggulan demikian, tidak mampu mengendalikan berbagai peristiwa yang terjadi.
Dalam beberapa bulan berikutnya, Frei Korps menghancurkan dewan-dewan buruh di Ruhr, Jerman Pusat, dan Bavaria. Kini bukan hanya kiri jauh yang diserang namun juga organisasi-organisasi dasar kekuasaan kelas buruh, yaitu dewan-dewan buruh—baik yang dikuasai oleh kaum komunis maupun SPD. Represi demikian memicu serangkaian perlawanan. Namun karena perlawanan tersebut tidak terjadi secara simultan, maka tiap daerah bisa dihadapi bergantian satu demi satu. Organisasi pusat negara—dan kurangnya organisasi buruh—terbukti merupakan faktor yang vital. Akhir tahun, kekuasaan borjuis telah distabilkan di seluruh penjuru negeri. Namun ada harga yang harus dibayar. SPD akhirnya dipaksa memberikan dukungan verbal pada revolusi dan menyatakan bahwa sasarannya hanyalah “agen-agen Bolshevik”. Akhirnya barisan Frei Korps yang menyerbu seluruh penjuru Jerman dan menggilas dewan-dewan buruh membuat mereka kehilangan dukungan dari kaum buruh.
Kudeta Kapp
13 Maret 1920, pasukan dengan persenjataan berat yang dipimpin oleh Jenderal Kapp bergerak menuju Berlin dan menyatakan penggulingan pemerintah. Jenderal-jenderal sayap kanan sudah merasa bahwa pemerintahan SPD tidak berguna lagi. Di mata mereka, kegunaan kaum sosial demokrat—untuk mengelakkan revolusi komunis—sudah selesai dijalankan. Meskipun beberapa pimpinan SPD dengan seketika melarikan diri dari Berlin, beberapa diantaranya tetap tinggal, dan menyerukan pemogokan massa melawan kudeta. Pemogokan massa menjalar bagaikan belukar kering tersulut di musim panas dan membakar seluru sabana, dan seluruh penjuru Jerman mogok. Namun kudeta tentu saja tidak bisa dikalahkan oleh sekedar aksi pemogokan “damai” belaka. Mulai dari Ruhr, Tentara Merah mulai terbentuk. Di seluruh Jerman, buruh bersenjata mengambil kendali, menutup pers sayap kanan yang mensponsori kudeta, dan memerangi unit-unit pasukan reaksioner yang mendukung Kapp. Dihadapkan dengan kesatuan serbuan simultan oleh hampir seluruh kelas buruh Jerman, Kapp akhirnya kabur melarikan diri.
Buruh-buruh berada dalam posisi dimana mereka mampu menghancurkan semua sisa rezim lama. Namun sekali lagi, para pimpinan SPD membuktikan bahwa mereka lebih takut terhadap kaum kiri daripada kaum kanan. Alih-alih menghancurkan kekuasaan kaum Jenderal mereka malah menghimpun upaya untuk menggulung gerakan pemogokan dan menggilas Tentara Merah. Namun pemerintah berhadapan dengan satu permasalahan. Semua pernyataan yang mereka buat yang mendesak kaum buruh untuk percaya pada loyalitas militer telah terbukti tidak berdasar. Selanjutnya puluhan ribu pendukung SPD yang bersama-sama kaum Komunis berjuang melawan Kapp, malah diajari untuk mencaci-maki. Namun kaum buruh yang bangkit dari ofensif masif melawan kaum kanan ini tidak mendapatkan capaian jelas sama sekali. Meskipun KPD melancarkan serangan-serangan verbal sengit terhadap pemerintahan, mereka tidak paham bagaimana menyikapi krisis ini. Para pimpinannya di Jerman malah menentang seruan untuk mempersenjatai buruh demi melawan kudeta. Selain takut atas bahaya terulangnya pembantaian Januari 1919, mereka juga kekurangan hubungan organis dengan kelas buruh yang bisa memberikan tanda bahwa sekarang waktunya massa buruh untuk bertempur.
Aksi Maret
Awal 1921, KPD telah memiliki keanggotaan sekitar setengah juta. Dengan ini akhirnya terdapat suatu partai revolusioner yang besar di jerman dengan anggota-anggotanya yang disuntik oleh kepercayaan diri baru yang sadar bahwa buruh bisa merebut kekuasaan negara. Dalam kesempatan-kesempatan awal mereka menyerukan suatu pemogokan massa dan mendorong buruh untuk mempersenjatai diri. “Mereka yang tidak bersama kami berarti melawan kami” kata koran Komunis, Rote Fahne (bahasa Jerman untuk bendera merah) –namun massa buruh yang non-komunis tidak merespon. Hal ini membuat KPD frustasi. Beberapa buruh komunis merebut dan menduduki pabrik-pabrik dan pelabuhan. Buruh-buruh yang non-komunis yang tidak mengikuti panggilan mogok dicap sebagai Scabs (buruh tidak terampil yang sering digunakan majikan untuk menggantikan buruh asli saat ada pemogokan). Akibatnya hal ini mengasingkan buruh komunis dengan massa yang berbulan-bulan sebelumnya sama-sama bertempur bahu-membahu. Pemerintah akhirnya mendapat senjata berupa “bukti” bahwa kaum komunis merupakan pengacau dan ini digunakan untuk meluncurkan ofensif kontra-revolusi. Ratusan militan komunis dipenjara dan korannya diberangus. Keanggotaan KPD turun dengan tajam.
Suatu organisasi revolusioner massa baru saja melakukan kesalahan-kesalahan fatal dan kesalahan penilaian sama ketika ia masih kecil seperti bertahun-tahun sebelumnya. Meskipun mereka sekarang memiliki basis massa, KPD tidak memiliki kohesi yang hanya muncul dari bertahun-tahun perjuangan bersama melawan negara dan melawan reformisme. Militan-militan KPD tidak berpengalaman dan para pimpinannya tidak meyakinkan—kadang mereka bersikap terlalu defensif kadang mereka malah maju bertempur tanpa partisipasi kelas buruh. Nasehat dari Rusia yang didasari kurangnya informasi diikuti dengan membabi buta karena para pimpinan KPD akan mendengarkan siapapun yang memiliki otoritas dan wibawa yang tidak dimilikinya. Sadar akan kegagalannya dalam Kudeta Kapp, KPD bertekad tidak akan tertinggal di belakang kaum buruh. Akhirnya mereka malah membuat kesalahan fatal lagi dan hampir menghancurkan dirinya sendiri.
1923 – Krisis Sosial Demokrasi
Tahun 1923 suatu krisis yang menyebabkan inflasi menerpa Jerman. Akhir musim panas, harga-harga berlipat ganda tiap dua jam. Frustasi dan ingin menghindari kelaparan kaum buruh terpaksa melancarkan aksi industrial. Sebaliknya, sayap kanan juga melancakan ofensif baik terhadap buruh maupun pasukan Prancis yang menduduki Ruhr. Dihadapan kekecewaan yang semakin tinggi terhadap SPD, kaum komunis membuktikan kemampuan mereka sebagai pejuang terbaik untuk reforma dan kenaikan upah yang sangat dibutuhkan. Serangan-serangan paramiliter dari kaum kanan juga berarti bahwa ada peluang-peluang untuk suatu kesatuan aksi dengan kaum buruh non-komunis. Ini kemudian muncul tidak hanya dalam bentuk aksi industrial namun juga pembentukan “Ratusan Proletar”—laskar-laskar buruh bersenjata untuk memerangi kaum fasis. Jumlah keanggotaan KPD tumbuh sekali lagi mencapai 200.000 orang dengan pengaruh yang tidak sekedar berlaku di keanggotaan saja. Dari Mei ke Juli suatu gelombang pemogokan massa mendorong pemerintah resmi untuk menulis: “Suatu semangan revolusioner dan aktivisme tengah bangkit di antara massa yang dulunya tenang dan diam…hanya perlu suatu rangsangan kecil untuk meledakkan semuanya.”
Selama berbulan-bulan KPD gagal menyadari perubahan semangat tersebut. Atusan ribu buruh sosial demokrat kini memandang KPD sebagai pimpinannya. Namun KPD belum bergerak, sampai kaum buruh percetakan mengobarkan pemogokan, barulah para pimpinan KPD menyadari skala penuh perubahan yang terjadi. Buruh-buruh percetakan yang bertanggungjawab dalam mencetak aliran uang yang dibutuhkan untuk mengejar inflasi yang terus meroket. Saat kerja cetak itu berhenti maka seluruh ekonomi terancam ambruk. Menjelang Oktober, revolusi sudah menjelang. Jutaan buruh jelas-jelas mendukung kaum Komunis, ribuan “Ratusan Proletar’ siap untuk membentuk basis Tentara Merah. Rencana-rencana pemogokan massa sudah dirumuskan dimana melalui itu insureksi bisa diluncurkan. Sayangnya di menit-menit terakhir, KPD berubah pikiran dan membatalkan insureksi. Meskipun KPD sudah berukuran besar namun mereka tidak mampu mengambil langkah pamungkas untuk memimpin perjuangan merebut kekuasaan. Para pimpinannya terpaku ketakutan dan khawatir akan mengulangi kesalahan-kesalahan Aksi Maret.
Partai Bolshevik sebelumnya juga sempat mengalami kebimbangan dalam hal insureksi. Namun mereka berhasil memecahkan permasalahan tersebut karena partai Bolshevik dibangun melalui perjuangan kaum buruh Rusia selama lebih dari 12 tahun dan para pimpinannya memiliki kepercayaan diri dan penilaian untuk memahami kapan mereka punya dukungan dari kelas buruh. KPD sudah berupaya untuk membangun suatu partai revolusioner di tengah panas bara pertempuran, yang artinya mereka belum cukup tergembleng dan terbajakan untuk mengambil peran kepemimpinan yang menentukan. Banyaknya kesalahan fatal yang dibuatnya selama periode revolusioner di Jerman pada akhirnya bisa dilacak balik pada fakta tersebut.
Seorang revolusioner Prancis, St. Just, mengatakan bahwa “mereka yang setengah-setengah dalam menjalankan revolusi hanya akan menggali kuburnya sendiri.” Tak berapa lama setelah kaum Komunis membatalkan insureksi 1923, kekuasaan kaum borjuis akhirnya kembali ditegakkan. Tahun 1933 Hitler meraih kekuasaan, dan mengibarkan simbol swastika yang pertama kali ditunjukkan oleh Frei Korps pada 1919. Revolusi Rusia, yang terisolasi, akhirnya takluk pada kontra-revolusi Stalinis. Kapitalisme dunia dengan semua barbarismenya bertahan hidup. Kaum sosialis hari ini, perlu memetik pelajaran-pelajaran penting dari revolusi Jerman untuk agar paham tugas-tugas yang harus diemban dalam situasi serupa yang kemungkinan muncul kembali di masa depan.
--------------------------------------------------
Ditulis oleh Tess Lee Ack sebagai bab III dari pamflet “Workers Revolutions of The 20th Century – A Socialist Alternative Pamphlet. Diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dipublikasikan ulang oleh Bumi Rakyat juga di weblog MerdekaFiles ini.
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.