Word Trade Organization |
Globalisasi, dimana tidak ada lagi batas antar-negara, tidak sepatutnya dijadikan sebagai momok yang harus dihindari, melainkan harus disikapi sebagai suatu keadaan alamiah yang harus dihadapi, salah satunya dengan berkaca pada kelemahan kita.
Pembahasan masalah perdagangan internasional, yang merupakan komponen dari globalisasi, terutama pembahasan mengenai WTO, peran dan prospek ke depannya bagi perdagangan internasional adalah fokus utama tahun ini bagi Indonesia.
Dari banyaknya pernyataan berbagai pihak, banyak yang menyatakan bahwa WTO tidak lebih dari kepanjangan tangan dari kapitalis yang pada akhirnya merugikan negara, terutama negara berkembang, termasuk Indonesia. Kita harus kritis atas peran, posisi, serta alasan keanggotaan Indonesia di WTO. Jelas sudah bahwa WTO justru merugikan Indonesia walau sebatas sebuah forum dikusi yang hanya mempunyai administratif function bagi para anggotanya, sehingga sifatnya hanyalah memfasilitasi, dan tidak ada kaitan langsung dengan perdagangan.
Oleh karena itu, WTO yang sebenarnya merupakan alat penekan atau mengatur kegiatan perdagangan suatu negara. Kalaupun WTO terlihat mengatur atau ‘mendikte’ kebijakan perdagangan suatu negara, hal tersebut dikarenakan WTO memegang peran kontrolatas kebijakan yang telah disepakati para anggotanya di forum WTO. Karena posisi sekretariat WTO adalah netral, maka yang bermain disini adalah bargaining position dari setiap negara dan bagaimana negara mempengaruhi negara lain untuk mendukung keputusannya, dimana kpentingan nasional menjadi landasannya.
Mengenai posisi Indonesia di WTO, Indonesia merupakan salah satu automatic member atau founding father dari WTO, karena sebelumnya Indonesia merupakan anggota dari GATT, cikal bakal dari WTO. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu dari anggota green room. Dimana green room merupakan sebuah forum diskusi informal di WTO yang juga memilki peran penting dalam menentukan kebijakan di WTO.
Pembahasan mengenai Doha Developmnet Agenda yang sudah dibahas dalam 6 Konferensi Tingkat Menteri (KTM) sejak 1995. Selama 13 tahun tersebut belum dihasilkan kesepakatan yang berarti bagi sistem perdagangan internasional. Adapun permasalahan yang dibahas adalah mengenai implementative, agriculture, services, industrial tariffs, WTO rules, environment, dan dispute settlement.
Pada akhir stadium general, beliau menyatakan bahwa sebaik apapun produk kebijakan yang telah dihasilkan DEPLU, namun apabila tidak ada dukungan dari masyarakat ataupun pihak terkait lain, maka hasil kerja itupun menjadi sia-sia. Oleh karena itu, perlu ada kesadaran dan tanggung jawab dari setiap pihak untuk dapat mewujudkan kondisi perdagangan yang dinamis, yang pada akhirnya bermanfaat bagi pertumbukan ekonomi dalam negeri.
Pembahasan masalah perdagangan internasional, yang merupakan komponen dari globalisasi, terutama pembahasan mengenai WTO, peran dan prospek ke depannya bagi perdagangan internasional adalah fokus utama tahun ini bagi Indonesia.
Dari banyaknya pernyataan berbagai pihak, banyak yang menyatakan bahwa WTO tidak lebih dari kepanjangan tangan dari kapitalis yang pada akhirnya merugikan negara, terutama negara berkembang, termasuk Indonesia. Kita harus kritis atas peran, posisi, serta alasan keanggotaan Indonesia di WTO. Jelas sudah bahwa WTO justru merugikan Indonesia walau sebatas sebuah forum dikusi yang hanya mempunyai administratif function bagi para anggotanya, sehingga sifatnya hanyalah memfasilitasi, dan tidak ada kaitan langsung dengan perdagangan.
Oleh karena itu, WTO yang sebenarnya merupakan alat penekan atau mengatur kegiatan perdagangan suatu negara. Kalaupun WTO terlihat mengatur atau ‘mendikte’ kebijakan perdagangan suatu negara, hal tersebut dikarenakan WTO memegang peran kontrolatas kebijakan yang telah disepakati para anggotanya di forum WTO. Karena posisi sekretariat WTO adalah netral, maka yang bermain disini adalah bargaining position dari setiap negara dan bagaimana negara mempengaruhi negara lain untuk mendukung keputusannya, dimana kpentingan nasional menjadi landasannya.
Mengenai posisi Indonesia di WTO, Indonesia merupakan salah satu automatic member atau founding father dari WTO, karena sebelumnya Indonesia merupakan anggota dari GATT, cikal bakal dari WTO. Selain itu, Indonesia merupakan salah satu dari anggota green room. Dimana green room merupakan sebuah forum diskusi informal di WTO yang juga memilki peran penting dalam menentukan kebijakan di WTO.
Pembahasan mengenai Doha Developmnet Agenda yang sudah dibahas dalam 6 Konferensi Tingkat Menteri (KTM) sejak 1995. Selama 13 tahun tersebut belum dihasilkan kesepakatan yang berarti bagi sistem perdagangan internasional. Adapun permasalahan yang dibahas adalah mengenai implementative, agriculture, services, industrial tariffs, WTO rules, environment, dan dispute settlement.
Pada akhir stadium general, beliau menyatakan bahwa sebaik apapun produk kebijakan yang telah dihasilkan DEPLU, namun apabila tidak ada dukungan dari masyarakat ataupun pihak terkait lain, maka hasil kerja itupun menjadi sia-sia. Oleh karena itu, perlu ada kesadaran dan tanggung jawab dari setiap pihak untuk dapat mewujudkan kondisi perdagangan yang dinamis, yang pada akhirnya bermanfaat bagi pertumbukan ekonomi dalam negeri.
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.