Aku sudah tidak percaya pada utsourcing. Pemerintah harus hapuskan segera untuk mengusir agen-agen penyalur outsourcing.
Itulah salah satu uneg-unegku bila ditanya soal sistem dan mekanisme sub-kontrak. Wacana outsourcing menjadi salah satu kampanye nasional sekber buruh saat ini yang harus dikonsolidasikan kekuatannya. Praktek outsourcing sejatinya terus menjadi permasalahan semua buruh dan harus menjadi salah satu tuntutan utama buruh untuk dihapuskan.
Walau praktek outsourcing dilakukan hanya bagi pekerjaan tertentu, namun, pada prakteknya outsourcing dilakukan pada hampir seluruh jenis pekerjaan. Kalangan buruh yang sudah berang terutama dari kalangan Sekber Buruh yang menuntut agar outsourcing dihapuskan segera harus mencoba mengajak tapi MPBI yang masih pada soal tuntutan outsourcing dibolehkan asal konsisten pada jenis pekerjaan yang sudah ditentukan.
Sedangkan dari pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berdasarkan beberapa pengusaha masih tetap pada keinginannya semula dan mengakui bahwa sejak dulu sudah terjadi praktek outsourcing.Tidak perlu ribut-ribut atau mogok nasional karena praktek outsourcing sudah berjalan sedari dulu. Outsourcing yang selama ini dikonotasikan sebagai sistem yang mengebiri buruh/pekerja, sebenarnya perlu dilihat dari sisi positif lainnya.
Outsourcing merupakan bagian dari sistem ekonomi yang teruji menjadi jalan keluar dari resesi dunia, kita tidak bisa menafikan bahwa itu kenyataan, pendapat para pengusaha itu. Mereka para pengusaha umumnya membenarkan pendapat ini dan malah menyebutkan fakta lain bahwa sampai sekarang masih ada perusahaan yang bersikukuh tidak menggunakan pekerja outsourcing. Mereka meragukan para pengusaha yang tidak menggunakan sistem outsourcing itu bisa bertahan sampai kapan.
Para pengusaha yang mau untung tapi tidak mau membayar hak buruh tersebut menandaskan unsur proteksi buruh dalam outsourcing sudah ada berupa persyaratan ketat yang diberikan oleh pemerintah pada perusahaan. Pengusaha justru mengkritik persyaratan itu, misalnya perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing harus berbadan hukum yang dinilainya memberatkan pengusaha. Lalu bagaimana nasib perusahaan kecil yang tidak berbadan hukum? Bisa-bisa hanya perusahaan besar saja yang memonopoli tenaga outsourcing, keluhnya.
Akan tetapi, Sekber Buruh sekali lagi menegaskan bahwa banyak penyimpangan terjadi dalam praktek outsourcing. Dari database beberapa SB/SP yang diolah sekber, ada sekitar 4.000 kasus di dunia tentang penolakan pembayaran pesangon buruh. Selain itu juga walaupun pemerintah Indonesia telah menetapkan sifat dan jenis pekerjaan yang bisa di outsourcing, kenyatannya hampir semua bidang pekerjaan menggunakan sistem ini.
Sekber meminta pemerintah yang seharusnya berpihak pada buruh wajib mengakomodir kepentingan buruh. Tapi apa itu mungkin?Lemahnya pengawasan ketenagakerjaan adalah masalah yang tidak pernah secara serius dilakukan perbaikannya oleh pemerintah walaupun Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 81 sudah diratifikasi. Dampaknya buruh/pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak berdampak melemahkan Serikat Buruhnya sendiri karena tidak ada jaminan keberlangsungan pekerjaannya dalam jangka waktu lama.
Ketimpangan antara kemauan pengusaha dan permintaan buruh menjadi hal-hal yang paling krusial saat ini. Menyatukan berbagai kepentingan merupakan hal sulit, tapi perlu adanya kemauan keras dari berbagai kalangan buruh untuk membangun persatuan perjuangan mendesak agar pemerintah (baca: negara) berpihak pada buruh.
Selain itu juga pemerintah perlu menghilangkan hubungan kerja yang membingungkan. Akses yang efektif terhadap prosedur dan mekanisme hubungan kerja. Perlu dipikirkan juga akibat bagi buruh, keluarga dan komunitasnya bila buruh terus dikorbankan mengatasnamakan produktifitas dan finansial.
Itulah salah satu uneg-unegku bila ditanya soal sistem dan mekanisme sub-kontrak. Wacana outsourcing menjadi salah satu kampanye nasional sekber buruh saat ini yang harus dikonsolidasikan kekuatannya. Praktek outsourcing sejatinya terus menjadi permasalahan semua buruh dan harus menjadi salah satu tuntutan utama buruh untuk dihapuskan.
Walau praktek outsourcing dilakukan hanya bagi pekerjaan tertentu, namun, pada prakteknya outsourcing dilakukan pada hampir seluruh jenis pekerjaan. Kalangan buruh yang sudah berang terutama dari kalangan Sekber Buruh yang menuntut agar outsourcing dihapuskan segera harus mencoba mengajak tapi MPBI yang masih pada soal tuntutan outsourcing dibolehkan asal konsisten pada jenis pekerjaan yang sudah ditentukan.
Sedangkan dari pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berdasarkan beberapa pengusaha masih tetap pada keinginannya semula dan mengakui bahwa sejak dulu sudah terjadi praktek outsourcing.Tidak perlu ribut-ribut atau mogok nasional karena praktek outsourcing sudah berjalan sedari dulu. Outsourcing yang selama ini dikonotasikan sebagai sistem yang mengebiri buruh/pekerja, sebenarnya perlu dilihat dari sisi positif lainnya.
Outsourcing merupakan bagian dari sistem ekonomi yang teruji menjadi jalan keluar dari resesi dunia, kita tidak bisa menafikan bahwa itu kenyataan, pendapat para pengusaha itu. Mereka para pengusaha umumnya membenarkan pendapat ini dan malah menyebutkan fakta lain bahwa sampai sekarang masih ada perusahaan yang bersikukuh tidak menggunakan pekerja outsourcing. Mereka meragukan para pengusaha yang tidak menggunakan sistem outsourcing itu bisa bertahan sampai kapan.
Para pengusaha yang mau untung tapi tidak mau membayar hak buruh tersebut menandaskan unsur proteksi buruh dalam outsourcing sudah ada berupa persyaratan ketat yang diberikan oleh pemerintah pada perusahaan. Pengusaha justru mengkritik persyaratan itu, misalnya perusahaan yang menggunakan jasa outsourcing harus berbadan hukum yang dinilainya memberatkan pengusaha. Lalu bagaimana nasib perusahaan kecil yang tidak berbadan hukum? Bisa-bisa hanya perusahaan besar saja yang memonopoli tenaga outsourcing, keluhnya.
Akan tetapi, Sekber Buruh sekali lagi menegaskan bahwa banyak penyimpangan terjadi dalam praktek outsourcing. Dari database beberapa SB/SP yang diolah sekber, ada sekitar 4.000 kasus di dunia tentang penolakan pembayaran pesangon buruh. Selain itu juga walaupun pemerintah Indonesia telah menetapkan sifat dan jenis pekerjaan yang bisa di outsourcing, kenyatannya hampir semua bidang pekerjaan menggunakan sistem ini.
Sekber meminta pemerintah yang seharusnya berpihak pada buruh wajib mengakomodir kepentingan buruh. Tapi apa itu mungkin?Lemahnya pengawasan ketenagakerjaan adalah masalah yang tidak pernah secara serius dilakukan perbaikannya oleh pemerintah walaupun Konvensi International Labour Organization (ILO) No. 81 sudah diratifikasi. Dampaknya buruh/pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak berdampak melemahkan Serikat Buruhnya sendiri karena tidak ada jaminan keberlangsungan pekerjaannya dalam jangka waktu lama.
Ketimpangan antara kemauan pengusaha dan permintaan buruh menjadi hal-hal yang paling krusial saat ini. Menyatukan berbagai kepentingan merupakan hal sulit, tapi perlu adanya kemauan keras dari berbagai kalangan buruh untuk membangun persatuan perjuangan mendesak agar pemerintah (baca: negara) berpihak pada buruh.
Selain itu juga pemerintah perlu menghilangkan hubungan kerja yang membingungkan. Akses yang efektif terhadap prosedur dan mekanisme hubungan kerja. Perlu dipikirkan juga akibat bagi buruh, keluarga dan komunitasnya bila buruh terus dikorbankan mengatasnamakan produktifitas dan finansial.
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.