dok.istimewa |
Pidato Nyoto Menyambut Ulang Tahun ke-VI Harian Rakyat
Nyoto (1958)
Dimuat dalam buku "Pers dan Massa oleh Njoto", Penerbit N.V. Rakjat, 1958, halaman 59-84
Para hadirin yang terhormat,
Saudara-saudara dan kawan-kawan sekalian,
Atas nama Dewan Redaksi, juga Direksi dan Administrasi serta segenap pekerja Harian Rakjat, saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas perhatian dan bantuan yang saudara-saudara dan kawan-kawan berikan menjelang atau pada ulang tahun keenam Harian Rakjat ini,apapun wujud perhatian dan bantuan itu.
Berkat usaha dari pemiliknya sendiri, yaitu Rakyat,Rakyat pekerja, selama setahun ini Harian Rakjat mengalami kemajuan lebih lanjut.
Bantuan berita-berita dan tulisan-tulisan, bukan hanyadari koresponden-koresponden tetap Harian Rakjat, tetapi juga darikoresponden-koresponden buruh dan tani kita, yang ada di hampir setiap kota, desa dan setiappabrik sudah bertambah banyak. Bertambah banyak pula jumlah surat-surat yangdikirimkan ke alamat Dewan Redaksi ataupun Administrasi, berisi kritik-kritik,saran-saran dan usul-usul, yang bagi Dewan Redaksi dan Administrasi sungguhtidak kecil artinya. Hal ini membuktikan makin eratnya hubungan Harian Rakjatdengan massa.
Dengan gembira saya dapat mengumumkan hari ini, bahwaoplah Harian Rakjat setiap harinya sudah mencapai jumlah 60.000 lembar. Jumlah oplah ini telahdisahkan oleh Kementerian Penerangan dalam pembaruan Surat Izin Pembelian Kertas No:26/I/A/754tertanggal 27 Desember 1956. Ini berarti kenaikan 2.000 lembar dibandingkandengan setahun yang lalu. Ini berarti kenaikan terus-menerus 6 lembar setiapharinya, suatu jumlah yang lumayan. Dengan oplahnya yang 60.000 maka HarianRakjat tetap merupakan harian yang terbesar di seluruh Indonesia.
Pada saat kita memperingati ulang tahun ke -VI HarianRakjat ini, menurut buku “Program dan Pelaksanaan” penerbitan KementerianPenerangan, jumlah harian berbahasa Indonesia di negeri kita adalah 75 buahdengan oplah total 747.250 lembar setiap harinya.
Ini berarti bahwa oplah rata-rata darisuratkabar-suratkabar harian Indonesiaadalah 10.000 eksemplar, dan bahwa olah Harian Rakjat adalah 6 kali lipat oplahrata-rata. Atau, jika dibandingkan dengan seluruh suratkabar di Indonesia, makadi antara setiap 100 lembar surat kabar Indonesia terdapat 8 lembar HarianRakjat.
Harian Rakjat telah menerbitkan “HR Sport dan Film”setiap Minggu pagi, di bawah asuhan Bung Soerjono dan Bung Joebaar Ajoeb. Dengan penerbitan “HRSport dan Film” ini Harian Rakjat menjelajah lapangan yang selama ini belumcukup mendapat perhatian, lapangan yang meliputi bagian yang cukup besar daribangsa kita. Dengan penerbitan ini Harian Rakjat berharap dapat memberikansumbangan kepada usaha pembinaan sport dan film nasional kita. Kemajuan sportdan film nasional berarti kemajuan kebudayaan nasional.
Sungguhpun demikian, tidak sedikit kesukaran-kesukaranyang masih dihadapi Harian Rakjat. Kesukaran-kesukaran itu adalah kesukaran-kesukarantua yang masih saja menghambat-hambat perjalanan kita. Untuk menyebut yangpokok-pokok saja, sampai sekarang Harian Rakjat belum mempunyai percetakannyasendiri. Bagi sesuatu suratkabar, kiranya tak ada kesukaran yang lebih pokokdaripada ketiadaan percetakan sendiri. Banyak harian-harian lain yang sudahmendapat lisensi unit percetakan dari Pemerintah, tetapi Harian Rakjat belumjuga dapat-dapat giliran. Kesukaran pokok yang lain adalah yang berhubungandengan soal-soal keuangan. Meskipun tarif pengangkutan suratkabar melalui posbaru-baru ini mengalami penurunan sekedarnya, tetapi tarif pengangkutan denganGIA (Garuda Indonesian Airways –trans.) dan DKA (Djawatan Kereta Api –trans.)masih tetap tinggi, sedang ongkos-ongkos eksploitasi lainnya pun bukan menuruntetapi menaik. Dalam pada itu tidak bisa kita lupakan, bahwa langganan yangterbanyak jumlahnya adalah kaum buruh, kaum tani dan golongan kecil lainnya.Kaum buruh dan kaum tani adalah kaum yang paling setia, juga jika mengenaipembayaran uang langganan, tetapi kaum buruh dan kaum tani adalah juga kaumyang paling tidak punya uang.
Mengenai isi dan pembagian isi Harian Rakjat, masihbanyak yang berpendapat, bahwa berita-berita dan artikel-artikel Harian Rakjat“kurang banyak”, dan bahwa iklan “terlalu banyak”.
Mengenai hal ini, Lembaga Pers dan Pendapat Umum, yangmelakukan penyelidikan-penyelidikan secara ilmiah baru-baru ini mengumumkanhasil penyelidikannya, sebagaimana termuat di dalam majalah untuk publisistik“Warta dan Massa” nomor 4. Meskipun tidak berarti “mutlak”, hasil penyelidikanitu menunjukkan bahwa isi Harian Rakjat adalah yang terbanyak di antarasuratkabar-suratkabar Indoensia. Isi Harian Rakjat rata-rata setiap harinyaadalah 5.730cm2, atau 65,18% dari seluruh halamannya. Isi “Pedoman” adalah5.070 cm2 atau 52,59%. “Keng Po” 3.720 cm2atau 43,08%, dan “Merdeka” hanya 3.480 cm2 atau 38,76%. Sedang mengenaiiklan,hasil penyelidikan itu menunjukkan, bahwa iklan Harian Rakjat adalah yangtersedikit di antara suratkabar-suratkabar Indonesia, yaitu rata-rata setiapharinya hanya 16% lebih, sedangkan “Pedoman” 32% lebih. “Keng Po” 47% lebih,dan “Merdeka” 51% lebih.
Kesimpulan dari penyelidikan Lembaga Pers dan Pendapatumum itu adalah tepat, yaitu: “Pada tempatnya bila redaksi menjadikan beritayang pendek dan lengkap atau ‘concise’ guna mengatasi kesulitan kertas dankecilnya bidan yang tersedia”.
Dalam ulang tahun Harian Rakjat tahun yang lalu, telahpula saya nyatakan, bahwa pendirian Harian Rakyat bukanlah jurnalistikekstensif, melainkan jurnalistik intensif.
Mengenai imbangan antara berita-berita nasional,berita-berita daerah dan berita-berita luar negeri, masih banyak yangberpendapat bahwa berita-berita daerah Harian Rakjat “kurang banyak”.
Mengenai hal ini, penyelidikan Lembaga Pers danPendapat Umum itu menunjukkan hasil sebagai berikut. Berita-berita di daerah didalam Harian Rakjat ternyata adalah yang paling banyak di antarasuratkabar-suratkabar ibukota. Berita-berita daerah di dalam Harian Rakyatrata-rata setiap harinya berjumlah hampir 43%, sedang “Keng Po” kurang lebih40% (yang kebanyakannya berita-berita Jakarta saja), “Pedoman” 33% lebih dan“Merdeka” 31% lebih. Berita-berita daerah di dalam Harian Rakjat bahkan lebihbanyak jika dibanding dengan banyak suratkabar-suratkabar daerah sekalipun.
Bahwa tidak semua kejadian dan kegiatan disemua daerahbisa mendapat tempat di dalam Harian Rakjat, ini mudah dimengerti. Negeri kita terdiri daribegitu banyak pulau, begitu banyak suku bangsa, begitu banyak kabupaten danbegitu banyak kota, dan di setiap tempat terdapat begitu banyak serikat buruh,begitu banyak organisasi. Padahal, di setiap tampat saban harinya tentu adakegiatan, tentu ada kejadian-kejadian yang cukup penting. Inilah sebabnya,mengapa patokan yang diambil oleh Harian Rakjat ialah, memilih berita-beritayang terpenting di antara begitu banyak berita dari begitu banyak daerah.Berita-berita daerah yang mempunyai arti dan pengaruh nasional, bahkan selaludibesarkan di dalam Harian Rakjat, dan berita-berita yang dibesarkan demikianitu bolehlah dikatakan termasuk berita-berita nasional.
Untuk menampung kegiatan-kegiatan di daerah-daerah–yang mudah dimengerti kian lama kian bertambah banyak– akan sangat baik jikadiadakan semacam desentralisasi. Artinya, diusahakan adanyasuratkabar-suratkabar atau penerbitan-penerbitan berkala progresif didaerah-daerah, bahkan sampai pada usaha mengembangkan koran-koran tembok dipabrik-pabrik, di pelabuhan-pelabuhan, di perkebunan-perkebunan, dikampung-kampung, di kecamatan-kecamatan, dan di desa-desa. Koran-koran tembokdemikian ini bukan hanya akan membantu perjuangan kaum buruh, kaum tani danRakyat umunya di tempat-tempat tersebut, tetapi sekaligus juga akanmengembangkan bakat jurnalis-jurnalis buruh dan tani, yaitu kekayaan kulturilyang bisa besar kekuatannya dari gerakan revolusioner di tanah air kita.
Para Hadirin,
Saudara-saudara dan Kawan-kawan,
Suara lain yang terdengar mengenai Harian Rakjatadalah, bahwa Harian Rakjat “tidak seperti suratkabar-suratkabar yang lain”.Ini memang benar! Ini pertama-tama karena Harian Rakjat adalah harianproletariat, dan kedua, karena sumber berita bagi Harian Rakjat lebih banyakdaripada harian-harian lain: Harian Rakjat mempunyai barisan korespondensukarela yang banyak sekali jumlahnya, di pabrik-pabrik, di desa-desa, dan ditempat-tempat lain. Dalam hubungan ini Harian Rakjat sangat memperhatikanpendapat yang dikemukakan oleh Lembaga Pers dan Pendapat Umum, bahwasuratkabar-suratkabar Indonesia “semua sama saja”, “tidak ada variasi” dantidak mempunyai “sifat tersendiri”. Mudah-mudahan Harian Rakjat tidak tergolongpada generalisasi ini.
Dalam usahanya agar berita-berita dan tulisan-tulisanHarian Rakjat padat-padat, singkat dan berisi, Harian Rakjat selalu berpedomanpada Wladimir Illich Lenin, yang di dalam tulisannya “WatakSuratkabar-suratkabar Kita” mengatakan: “Mengapa, daripada menghabiskan 200-400baris, kita tidak menulis 20, atau bahkan 10 baris, mengenai soal-soal yangbegitu sederhana, yang sudah umum diketahui, yang jelas, yang sudah sangatlazim bagi massa?”
Kata Lenin kemudian: “setiap fakta baru… harusdicatat”, tetapi tidak ada perlunya untuk “mengulang-ulang apa yang sudahdikatakan”.
“Apa yang diperlukan”, kata Lenin akhirnya, “adalahmenyatakan dan melantunkan dalam sedikit baris, ‘dalam gaya telegram’, manifestasi-manifestasi barudari politik yang lama, yang sudah diketahui, yang sudah ditetapkan nilainya”.
Kata-kata Lenin ini sangat penting bagi setiapredaktur dan koresponden proletar, khususnya dalam keadaan di mana perkembangansituasi politik berjalan relatif cepat, dan lebih khusus lagi dalam keadaanseperti sekarang, di mana kita harus hemat dengan kertas.
Para Hadirin,
Saudara-saudara dan Kawan-kawan,
Ulang tahun ke -6 Harian Rakjat ini dilangsungkandalam keadaan yang sudah berbeda, dalam keadaan yang sudah lebih maju daripadakeadaan di saat ulang tahun ke-5 Harian Rakjat. Perjuangan klas, baik secara internasional maupunnasional, menjadi lebih tajam tetapi juga lebih sederhana. Perkembanganinternasional memuncak pada peristiwa-peristiwa seperti peristiwa Mesir,peristiwa Hongaria, dan paling akhir apa yang dinamakan “doktrin Eisenhower”.Perkembangan nasional memuncak pada peristiwa-peristiwa percobaan kudeta,mula-mula pada 13 Agustus, kemudian 24 Agustus, kemudian lagi 16 November tahunyang lalu, disusul dengan gerakan separatisme “Dewan Banteng”, komplotanSimbolon, “Kongres Adat Hazairin”, dan lain lain.
Perkenankanlah saya membicarakan berbagai peristiwaini, dalam hubungannya dengan keadaan dan kegiatan-kegiatan pers dan jurnalistik.
Pengalaman akhir-akhir ini membenarkan dalil yangmengatakan, bahwa, makin tajam keadaan, apalagi makin terdesak kaum reaksi,makin menjadi-jadilah sifat-sifat mereka yang buruk: sinisme, kebohongan,pemalsuan dan lain-lain sebagainya. Galib dikatakan, bahwa setengah kebenaranmasih lebih berbahaya daripada kebohongan seratus prosen. Tetapi akan saya cobauntuk membuktikan, bahwa pers kanan bukannya menghidangkan setengah kebenarankepada pembaca-pembacanya, melainkan seperlima, dan tidak jarang sepersepuluhsaja dari kebenaran.
Dalam keadaan yang demikian, tugas dari pers yangmempunyai harga diri, pers yang menyadari arti suci kejujuran, sungguh tidakringan. Dewan Redaksi Harian Rakjat selalu mengingat kata-katapengarang demokrat Belanda yang besar, Multatuli, kata-kata yang kami anggapditujukan kepada setiap orang yang jujur. Kata Multatuli:
Padamu terletak tugas kemanusiaan!
Tugas itu mengharuskan: berusaha ke arah kebenaran
Dan di mana-mana terdapat kebohongan.
Maju! Berjuang terhadap kebohongan! Ayo berjuang!Maju, ke arah kemenangan!
Kata-kata Multatuli yang tajam ini berharga benar bagisetiap suratkabar, setiap redaktur dan setiap koresponden, yang mengabdi atauingin mengabdi kepada Rakyat. Membohongi pembaca tidaklah sukar, tetapi membohongipembaca berarti juga membohongi diri sendiri. Di sini orang tertumbuk pada hatinurani. Karena menyadari hal ini, maka kata-kata Multatuli itu kami simpandalam hati sebagai intan daripada intan.
Baiklah saya mulai dengan membicarakan berbagaikeadaan dan peristiwa yang saya sebutkan tadi.
Pertama mengenai soal Mesir. Agresi Israel, Inggeris,dan Perancis, yang tidak beralasan dan biadab itu, dikutuk oleh segenap Rakyat Indonesia.Dalam hal ini bolehlah dikatakan bahwa bangsa kita bulat. Golongan yang satuaktif, yang lain kurang aktif, yang lain lagi sangat aktif, tetapi semuanyamenentang agresi terhadap Mesir itu.
Di sini arti dan pengaruh Konferensi Asia-Afrika, ibudaripada Semangat Bandung itu, terasa sekali. Keadaannya sekarang sudah sedemikian rupa, sehinggatidak ada sesuatu peristiwa internasional pun di mana Semangat Bandung tidakikut bicara. Semangat Bandung bahkan menggerakkan lebih lanjut bangsa-bangsaAsia-Afrika, menghimpunnya ke dalam satu barisan raksasa dari abad kita:barisan mendobrak kolonialisme, barisan menyongsong kemerdekaan nasional.Lahirnya Republik Mesir, sesudah Semangat Bandung disusul dengan perombakansusunan ekonominya setindak demi setindak, kemudian nasionalisasi Terusan Suez.Ini dan hanya hal yang adil inilah yang dijadikan “alasan” oleh kaum imperialisuntuk melakukan agresinya.
Di negeri kita perlawanan Rakyat mengambilbentuk-bentuk yang kongkret. Rapat-rapat raksasa, demonstrasi-demonstrasi, aksi-aksiboikot dan pemogokan berlangsung di mana-mana dengan dipelopori olehorganisasi-organisasi pemuda dan serikat buruh. Aksi boikot dan pemogokansolidaritet yang bersifat politik belum pernah begitu hebatnya kita alami di Indonesia.Di Mesir kebiadaban kaum agresor menjadi-jadi, dan di Indonesia kemarahan pemuda-pemudakita juga menjadi-jadi, kemarahan yang adil. Suatu ketika, kantor BritishInformation Service di Jakarta yang kerjanya memutarbalikkan berita-beritamengenai Mesir diserbu oleh pemuda-pemuda kita dan segala arsip sertabuku-bukunya dibakar. Kejadian ini tidak bisa ditelan oleh pers burjuasi yangkanan, dan mereka itu berbalik membela Inggeris dan menyalahkan pemuda-pemudakita. Di sini mereka tidak bisa lagi menyembunyikan ketidakikhlasannya.Sementara itu di negeri-negeri Sosialis demonstrasi-demonstrasi dan aksi-aksisolidaritas lainnya terhadap Mesir makin menghebat. Dengan segala tulus hatiRakyat dan Pemerintah-pemerintah Sosialis memberikan bantuan apa saja kepadaRakyat dan Pemerintah Mesir. Di sini pers kanan seolah-olah menginjak durilagi. Pers kanan Indonesiaternyata sangat keberatan untuk berjalan bersama dengan negeri-negeri Sosialis,tetapi mereka sama sekali tidak keberatan untuk berjalan bersama dengan kaumimperialis!
Demikianlah, karena pers imperialis internasionalmengerahkan segala sesuatu untuk membelokkan perhatian dunia dari agresi yangsesungguhnya, yaitu agresi Israel-Inggeris-Perancis di Mesir, pada “agresi”yang sama sekali bukan agresi, yaitu bantuan Tentara Sovyet kepada Hongaria,maka pers kanan Indonesia pun turut-turutan, ikut-ikutan mengerahkan segalakemampuan dan kekuatannya untuk membelokkan perhatian. Setiap berita bikinan“UP”, “AP”, “AFP” atau “Reuter” mengenai Hongaria dibesar-besarkan demikianrupa, sehingga memenuhi halaman-halaman pers kanan itu, sedang berita-beritatentang Mesir, meskipun berita yang paling besar sekalipun, mereka tempatkan dipojok, kecil, tidak menyolok mata, seolah-olah apa-apa yang terjadi di Mesiritu “suatu permainan kanak-kanak” dan bukan kekurangajaran kapitalis-kapitalisyang tua bangka yang membunuhi ibu-ibu, anak-anak dan orang-orang tua Mesirdengan kepala yang sedingin-dinginnya.!
Para Hadirin,
Saudara-saudara dan Kawan-kawan,
Mengenai pengalaman Hongaria banyak yang bisadibicarakan. Bahwa pers kanan berusaha mati-matian untukmenggoncangkan keyakinan kaum revolusioner yang mereka kira bisa digoyangkan,ini tidaklah mengherankan. Tetapi bahwa mereka hanya sedikity saja berhasil,ini tidak usah mengherankan. Kesalahan mereka ialah, bahwa mereka menyamakanmanusia Komunis dengan buah belimbing yang empuk, yang jika digoyah-goyahkanpohonnya agak sedikit sudah akan berjatuhan. Kalau mau diambil perbandinganjuga, kaum Komunis adalah pohon durian yang kalaupun jatuh buahnya akanmenjatuhi kepala si penggoyah pohon!
Di beberapa negeri, memang ada sejumlah kaum Komunis,terutama intelektuil-intelektuil Komunis, yang tidak dapat mengambil sikap yangtepat, dan sedikit banyaknya mengalah kepada kampanye burjuasi imperialis. Di Indonesia –tidakseorang Komunis pun yang dalam soal Hongaria ini bisa mereka balikkankeyakinannya! Hal ini keterangannya tidaklah sukar: kaum Komunis Indonesiamengerti benar, bahwa soalnya adalah Hongaria tetap negeri Sosialis ataukembali menjadi negeri kapitalis. Jika soalnya memilih antara Sosialisme dankapitalisme, maafkanlah, kaum Komunis tidak akan memilih kapitalisme!
Harian Rakjat tidak henti-hentinya menelanjangikepalsuan-kepalsuan dan kebohongan-kebohongan pers reaksioner dalam masalahHongaria ini. Ketika mereka kabarkan “Puskas mati”, Harian Rakjatmemastikan kepada para pembacanya: Puskas tentu masih hidup. Juga ketika merekakabarkan Janos kadar “mati”, Harian Rakjat memastikan: pemimpin Rakyat pekerjaHongaria itu masih hidup. Harian Rakjat tidak mempunyai korespondennya diBudapest, dan hari-hari itu Harian Rakjat belum mendengar apa-apa tentangPuskas maupun Kadar. Tetapi mengapa Harian Rakjat begitu berani menyangkalberita-berita pers kanan itu? Soalnya hanyalah sederhana: HarianRakjat sudahfaham akan bagaimana pers Imperialis dan pers reaksioner umumnya bekerja.Dengan sedikit ketajaman, kita bisa membedakan mana berita dan mana fitnahan,mana emas dan mana pasir. Ya, para hadirin dan para saudara, jika manusia biasatidak bisa hidup tanpa nasi, kaum reaksioner tidak bisa hidup tanpa kebohongan!
Bukan baru pertama kali ini burjuasi imperialismembikin gelombang kampanye yang begini mati-matian. Dulu, ketika Sovyet Unimengadakan pakta non agresi dengan Jerman, mereka pun membikin kampanye yangtidak tanggung-tanggung. Tetapi sedang Sovyet Uni sesudah itu dengan nyatmenggasak pasukan-pasukan Hitler, orang-orang anti Sovyet itu sudah buru-burumenjilat Hitler. Begitu pulalah halnya sekarang. Sedang Sovyet Uni dengan tanpacadangan membantu perjuangan Mesir, orang-orang anti Sovyet itu sudah buru-burumembela Israel, Inggeris ataupun Perancis, atau setidak-tidaknya Belanda atauAmerika. Sehingga terciptalah keadaan, bahwa yang benar-benar membantuperjuangan dunia Arab, bukan Masyumi atau G.P.I.I., tetapi kaum komunis dankaum anti imperialis lainnya. Persahabatan Sarbupri Indonesia dengan “Sarbupri Mesir”tidaklah mungkin kita lupakan, begitu pula hubungan Gamal Abdul Nasser denganBung Aidit. Dalam keadaan begini, herankah kita jika Masyumi mulai ditinggalkanoleh pemuka-pemuka Arab atau peranakan Arab di Indonesia?
Tetapi jangan pula dikira, bahwa Masyumi tidakmempunyai hubungan baik dengan Mesir. Hanya saja, Mesir sahabat mereka itu bukan MesirRakyat, bukan Mesir Nasser, melainkan Mesir Ichwanul Muslimin, Mesir DI!
Sekarang, imperialisme Amerika sedang giat-giat dansengit-sengitnya berusaha mendepak kekuasaan Inggeris-Perancis di Timur Tengahmelalui apa yang dinamakan doktrin Eisenhower. Sebagai dalih mereka berbicaratentang “agresi Sovyet” di Timur Tengah, dan bersamaan dengan itu mengajukan“teori kekosongan”. Tetapi kalau benar “teori kekosongan” itu, artinya, kalau benardi Timur Tengah sekarang kosong kekuasaan, maka dongeng “agresi Sovyet” ituterang omong-kosong!
Menganggap di Timur Tengah ada kekosongan sama artinyadengan menganggap Pemerintah-pemerintah negara-negara Arab itu sebagai angin.Pendeknya, Amerika tidak suka bahwa orang menjadi tuan di rumah orang itusendiri. Amerika ingin supaya dia yang menjadi tuan di rumah oran glain. Alangkah tepatnya perkataanGeorge Bernard Shaw, bahwa Amerika sebetulnya tidak memerlukan Kementerian LuarNegeri –soal seluruh dunia toh dia anggap sebagai soal dalam negeri Amerika!
Mengenai intervensi Amerika di Timur Tengah inikoran-koran kanan Indonesiatampaknya tidak dapat menemukan kata-kata. Juga sesudah Amerika secara gila mau menempatkankesatuan-kesatuan atom di Turki, Irak, dan Jepang. Mereka tidak mengecamintervensi asing itu, mereka tidak membela bangsa-bangsa Arab. Kalau mau dicarisebabnya, mungkin sebabnya adalah karena di Indonesia sendiri mereka menganutsemacam “teori kekosongan”: Pemerintah Republik masih segar-bugar, merekaanggap saja kosong kekuasaan dan mereka pun mendirikan Pemerintah-pemerintahsendiri, bahkan mau mendirikan negara-negara pulau atau negara-negara suku.
Para Hadirin,
Saudara-saudara dan Kawan-kawan,
Sesungguhnya, yang kita hadapi di Indoensia adalahdoktrin Eisenhower juga.Meskipun resminya doktrin Eisenhower itu hanya ditujukanterhadap Timur Tengah, tetapi Asia Tenggaradan Timur Jauh ternyata tidak terkecuali. Sampai batas-batas tertentu kapitalBelanda dan kapital Amerika berjalan bersama-sama, berkomplot memusuhiRepublik. Dalam batas-batas yang lain, kapital Belanda itu mau didesak olehkapital Amerika. Kapital Amerika ingin menggantikan kedudukan kaum kolonialisBelanda di Indonesia.
Sebagaimana kita semua ingat, Zulkifli Lubis mencobakudetanya pada 13 Agustus tahun yang lalu [1956]. Percobaan itu gagalberantakan. Tetapi niat kaum imperialis Amerika tidak diurungkan. Begitulah,menurut rencana kudeta harus dilakukan pada 24 Agustus. Pada hari-hari itu apayang dinamakan “latihan perang-perangan” SEATO dilangsungkan di depan pintukita. Pada 25 Agustus, datanglah kepla dinas rahasia Amerika, Allan Dulles.Tetapi celaka –kenyataan tidak klop dengan rencana! Menurut rencana, Lubissudah harus berhasil pada 24 Agustus malam, sehingga kunjungan allan Dullesakan merupakan “kunjungan kemenangan”. Seandainya “Pemerintah Lubis” akanmendapat tentangan yang terlalu hebat, tetapi asal “Pemerintah Lubis” itu sudahberdiri, maka sudah siaplah armada dan angkatan udara SEATO, bukan saja untukmelakukan tekanan, tetapi bahkan untuk melakukan penyerbuan langsung di negerikita ini. Kasihan bnenar imperialisme Amerika yang salah hitung ini!
Jadinya, Allan Dules bertemu juga dengan ZulkifliLubis.Bedanya dengan rencananya: pertemuan itu bukannya pertemuan kemenangan, tetapipertemuan airmata.
Rencana mereka ditunda lagi. Lubis masih menjanjikanakan menggerakkan “seluruh TT III” [TT singkatan dari Teritorium, strukturkomando teritorial TNI pada masa itu]. Tetapi pada 16 November pagi-pagi buta,yang bergerak bukan “seluruh TT” melainkan 2 kompi. Lagi-lagi rencana merekagagal. Lagi-lagi rencana mereka ditunda. Serenta ternyata bahwa pimpinanAngkatan Darat mengambil tindakan-tindakan tegas setiap perwira yang melanggardisiplin, dan karena hari timbang terima yang ditentukan sudah mendekat, makaSimbolon memforsir aksinya, didahului dengan pemberontakan “Dewan Banteng”.Juga kali ini Amerika belum juga pandai menghitung. Dutabesar Cummings datangke Perdana Menteri Ali, dan membayangkanbahwa Amerika mungkin akan mengakuikekuasaan de facto Simbolon. Malangsekali –begitu tuan Cummings meninggalkan PM Ali, begitu Simbolon jatuh!
Baik Simbolon maupun “Dewan Banteng” sama-samamenindas kaum buruh, kaum tani, Rakyat pekerja dan kaum demokrat umumnya, danbaik Simbolon maupun “Dewan Banteng” sama-sama menjamin eksploitasi kapitalasing, Stanvac, Caltex, ALS, AVROS, HVA, Flying Tiger, orang-orang Kuomintang,orang-orang Nica, Singapura –tidakkah terang-benderang hubungan komplotanSimbolon dan “Dewan Banteng” dengan kapital imperialis asing ini.
Yang kita hadapi sekarang ini adalah kombinasi antaraimperialisme Belanda dan imperialisme Amerika, yang kedua-duanya memakaitenaga-tenaga komprador Indonesia. Aksi-aksi subversifBelanda berciri jangka panjang dan tampaknya tidak begitu tergesa-gesa:aksi-aksi intervesionis Amerika berciri jangka pendek dan tampak sangattergesa-gesa, sesuai dengan strategi umum imperialisme Amerika yang dalam waktuyang sesingkat-singkatnya mau menancapkan pangkalanperangnya di mana-mana,mengepung kubu Sosialis dan menindas gerakan-gerakan kemerdekaan. Kaumkolonialis Belanda, dengan persiapannya yang sudah belasan tahun, tetapmemusatkan taktiknya pada divide et impera, memisahkan pulau-pulau kita satusama lain, memecahbelah suku bangsa-suku bangsa kita satu sama lain, merenggutdaerah-daerah kita dari pusatnya. Kaum intervensionis Amerika memusatkantaktiknya pada perebutan kekuasaan sentral. Sebagaimana saya dikatakan di atas,yang kita hadapi sekarang adalah kombinasi dua imperialis ini, kombinasi duataktik imperialis. Sekarang, kedua-duanya bertujuan mengganti PemerintahAli-Idham yang program-programnya didukung oleh DPR hasil pemilihan umum.Sekarang maksud mereka jelas: kalaupun Pemerintah ini tidak bisa diganti denganPemerintah Hatta atau pemerintah semacam Pemerintah BH, pada tingkat pertamamereka tampaknya mengusahakan “pulihnya dwitunggal”, atau setidak-tidaknyasuatu Pemerintah, yang meskipun tetap dipimpin oleh PNI dan NU, tetapi yangprogram dan orang-orangnya kanan daripada yang sekarang. Ini kentara dari usahamereka mengganti Menteri Luar Negeri dengan siapa saja asal yang politiknyatidak bebas dan tidak aktif menuju perdamaian dunia, dan usaha mereka menggantiPerdana Menteri dengan siapa saja asal yang politiknya bukan politik nasional.
Dalam keadaan yang genting akhir-akhir ini, di manapertentangan antara imperialisme di satu pihak dan front persatuan nasional dipihak lain bertambah tajam, bertambah langsung dan bertambah terang, perskontra-revolusioner yang asing maupun yang “asli”, tidak mudah mengambil sikap.
Mereka begitu terdesak, sehingga tak ada lagi senjatapada mereka selain kebohongan, termasuk dalam soal-soal kemiliteran –lebih dari50% berita-berita mereka tidak mengandung kebenaran, sehingga hari ini disiarkan,besok sudah disangkal oleh pejabat-pejabat militer yang bersangkutan. Salahbenar jika kita mengira bahwa kepala propaganda Hitler, Goebbels, tidak adapengikutnya di Indonesia:Berbohonglah sebanyak-banyaknya, akhirnya orang akan mempercayai kebohonganmu!
Tetapi, meskipun begitu, pers kanan itu terang tidakjelek dalam semua halnya.Mereka anti gerakan progresif, tetapi betapa seringnyamereka menguntungkan gerakan progresif!
Mereka mengira bahwa dengan bantuan kampanye persbesar-besaran, apalagi kampanye pers internasional, Lubis bisa berkuasa, Hattabisa berkuasa, Simbolon bisa berkuasa. Demikianlah, mulai “Het Parool” Belanda, melalui“Times” Inggeris sampai ke “New York Times” Amerika, semuanya menjagoi Hatta.Mereka tampaknya mau menggertak massa Rakyat Indonesia: Lihatlah, Hatta adalahtokoh internasional, tokoh yang disegani oleh seluruh dunia! Mereka lupa bahwaRakyat Indonesia tidak lupa, bahwa “Het Parool” adalah yang memuji-muji agresikolonial di tahun 1947 maupun 1948, dan bahwa “New York Times” adalah yang antiIrian Barat dan yang memaki-maki Gamal Abdel Nasser sebagai “Hitler”.
Sungguh, kampanye pers internasional ini besarbantuannya –bukan dalam menaikkan Hatta, tapi dalam lebih menurunkan lagiHatta.
Pers imperialis memang menyokong mereka, tetapi adayang tidak menyokong mereka, yaitu Rakyat Indonesia. Bagaimana Rakyat akanlupa, bahwa Hatta adalah orang yang tidak terpilih dalam pemilihan umum yanglalu, bahwa Lubis adalah yang tidak terpilih, bahwa Simbolon adalah orang yangtidak terpilih, bahwa Hazairin adalah orang yang tidak terpilih, dan bahwa“Dewan Banteng” terutama didalangi oleh PSI, partai yang mendapat suara sedikitsaja di Sumatera Tengah.
Tambahkanlah pada kenyataan-kenyataan ini kenyataanyang lain, yaitu bahwa hatta ingin berkuasa “asal tidak dijatuhkan olehParlemen”, maka jelaslah ke mana semua ini hendak menuju: meniadakanhasil-hasil pemilihan umum, artinya, mengkhianati kehendak Rakyat.
Para Hadirin,
Saudara-saudara dan Kawan-kawan,
Ada satu soal pokok yang harus kita perhatikan. Pernahkah pers kanan Indonesiasekarang ini berbicara tentang KMB [Konferensi Meja Bundar]? Mereka berbicaratentang “ini jelek” dan itu “jelek”, “ini tidak beres” dan “itu tidak beres”.Baik! Kas negara kosong –tetapi bukankah kas negara kosong karenabertahun-tahun lamanya penghasilan negara harus dialirkan ke Den Haag, berkatKMB? Aparat negara seret, birokratis, korup –tetapi bukankah aparat negarakoprot karena seluruh aparat NIT (Negara Indonesia Timur), NST (NegaraSumatera Timur), Negara Pasundan, dan lain-lain termasuk PID dan RVD-nya [PIDdan RVD adalah kesatuan polisi rahasia pada jaman kolonial] harus dioper olehRepublik berkat KMB? Kita bisa teruskan contoh-contoh ini, tetapi lupakah orangsiapa yang membikin semua ini, siapa yang membikin KMB? Hatta pernahmenyalahkan revolusi kita karena revolusi itu “tidak dibendung”. Dengan KMB,Hatta sudah membendung revolusi. Oleh sebab itu alangkah nikmatnya kitamenyaksikan sandiwara politik dewasa ini: berbagai “dewan revolusioner”menuntut supaya Pemerintah dipegang oleh si kontra-revolusioner!
“Dewan Banteng” dalam tindakan-tindakannya jugamengemukakan berbagai alasan. Mereka marah, karena dulu “Divisi Banteng” dibubarkan.Tetapi yang membubarkan “Divisi Banteng” adalah Hatta! Mereka marah karenagubernur Rasjid dulu diganti. Tetapi yang mengganti gubernur Rasjid adalahHatta! Mereka marah karena keluarga orang-orang bekas KNIL mendapat tunjangansedangkan keluarga prajurit-prajurit yang bukan bekas KNIL tidak. Tetapi iniakibat KMB dan KMB adalah Hatta! Sehingga bertanya-tanyalah orang: mengapa“Dewan Banteng” tidak menyalahkan Hatta dan malahan menyalahkan kita yangmenyalahkan Hatta?
Kata mereka: penghasilan daerah tidak kembali kedaerah. Memang! Penghasilan Daerah tuan-tuan tidak kembali ke daerah tuan-tuan,tetapi masuk ke kantong Amsterdam dan New York! Tidakkahtambang-tambang di daerah tuan-tuan masih dikuasai BPM, Stanvac dan Caltex?Tidakkah kebun-kebun di daerah tuan-tuan masih dikuasai HVA, ALS dan AVROS?Kalau tuan-tuan mau supaya daerah mendapat lebih banyak dari penghasilannyasendiri, ada jalannya: sokonglah tuntutan PKI supaya perusahaan-perusahaanvital, sesuai dengan pasal 38 Undang-undang Dasar dinasionalisasi. Kalautuan-tuan mau supaya daerah mendapat lebih banyak dari penghasilannya, adajalannya: sokonglah tuntutan PKI supaya sejak sekarang juga keuntungan modalbesar asing dikurangi dan dibatasi. Tetapi mereka bukannya menyokongnasionalisasi, mereka menentang nasionalisasi. Mereka bukannya menyokong pengurangandan pembatasan keuntungan modal besar asing, mereka menentang pengurangan danpembatasan itu. Mereka bukannya menyokong tuntutan supaya tidak didatangkanlagi modal asing baru, mereka malahan mengundang modal asing baru. Dari sininyatalah bahwa tuntutan mereka bukan tuntutan nasional, tetapi a-nasional. Kitaharus mengakui, bahwa mereka memperjuangkan “kepentingan daerah”, dan daerahyang mereka bela bukan daerah sembarang daerah – yang mereka adalah “daerahbursa” di Amsterdam dan Wallstreet!!
Dalam pers mereka mengkampanyekan tuntutan-tuntutanmereka, pers itumemakai cara-carayang bagi kita sama sekali tidak asing, yaitucara melebih-lebihkan segala sesuatu. Lupakah para hadirin, bahwa jika suatuwaktu sebuah pesawat terbang Amerika ditembak jatuh, Sendenbu [Sendenbu adalahDinas Penerangan Jepang masa pendudukan di Indonesia] dulu memberitakan“sepuluh pesawat terbang musuh jatuh”?
Jika kita ikuti “Pedoman”, “Keng Po”, “Indonesia Raya”dan juga “Abadi”, maka seolah-olah orang Jawa jahat semua, atau orangMinangkabau luarbiasa semua, atau PNI korup semua, atau NU “kyai-kyai jugabodoh” semua. Sudah tentu – Rakyat “bodoh semua” dan PSI “pintar semua”!Penyakit main umum-umuman ini oleh Multatuli pernah dicanangkan sebagaipenyakit yang paling berbahaya.
Atau kita ambillah segi yang lain: kalau pers kanantidak melebih-lebihkan sesuatu, dia mengecilkan sesuatu, begitu rupa, sehinggayang tampak hanya karikatur belaka. Sebetulnya, mengecilkan itu adalah jugasifat melebih-lebihkan. Begitulah, jika kita hanya membaca koran-koran kanan,maka Konferensi Asia-Afrika itu hanya apa yang dinamakan “HospitalityCommittee”; kabinet Ali-Arifin itu hanya apa yang terkenal sebagai “lisensiistimewa”; dan Presiden Soekarno itu hanya “yang mengawini Hartini”.
Di dalam suratkabar Perancis “La Parisienne” pernahditulis sebuah nasehat yang cukup aneh: “Jadilah seorang sinikus, tetapisinikus yang dengan perhitungan dan yang pandai”. Tetapi pers kanan “kita”sudah sinis, tetapi tidak pakai perhitungan dan tidak pandai!
Dalam soal-soal internasional gambaranhalaman0-halaman suratkabar-suratkabar kanan itu sama saja. Bagi mereka, NikitaChrusjov misalnya, selalu salah. Kalau Chrusjov mengkritik kesalahan-kesalahanStalin, mereka ribut. Kalau Chrusjov membela kebenaran-kebenaran Stalin, merekajuga ribut. Tetapi kalau produksi di Sovyet Uni naik, kalau pensiun di sanadinaikkan banyak, dan kalau wajib belajar 10 tahun mulai dilaksanakan,pernahkah koran-koran kanan “kita” menggambarkannya? Atau kalau upah kaumburuhHongaria baru-baru ini dinaikkan, atau kalau harga barang-barang di RRCbaru-baru ini diturunkan pernahkah koran-koran kanan “kita” mengabarkannya?Kalau sekali-sekali berita demikian para hadirin jumpai di dalam salah sebuahsuratkabar kanan, mungkin itu suatu kesalahan, dan siapa tahu redaktur yangmemuatnya esok paginya dimarahi oleh hopdakturnya! (pemimpin redaksi –trans).
Tamu kita saudara Jacques Kahn tidak usah heran jikakoran-koran sosialis Indonesiamenganggap Sosialisme itu syaitan dan kapitalisme itu malaikat. Kaum sosialis Indonesiaberguru pada kaum sosialis Belanda, dan kaum sosialis Belanda saya kira tidaklebih baik daripada kaum sosialis kanan Perancis.
Koran-koran kanan Indonesia, yang Islam maupun yangsosialis, tidak begitu suka akan setengah-kebenaran. Mereka lebih suka kepadasepersepuluh atau bahkan seperseratus kebenaran.
Para Hadirin,
Saudara-saudara dan Kawan-kawan,
Belum pernah situasi di tanah air kita secerahsekarang ini. Belum pernah kekuatan-kekuatan reaksioner di dalamnegeri begitu terang-terangan samanya, satunya, dengan kaum imperialis, sepertihalnya sekarang ini. Ini di satu pihak, dan ini sangat memudahkan massa rakyat untukmengenal musuh-musuhnya. Di pihak lain, belum pernah tenaga-tenaga patriotik didalam masyarakat, di dalam Angkatan Perang, dan juga di dalam persuratkabaran,bersatu seperti sekarang ini.
Kaum reaksioner dengan terang-terangan melemparkanpanji-panji demokrasi.Mereka sendiri mengakui, bahwa tindakan-tindakanLubis-Ahmad Husein-Simbolon dan lain-lain menurut hukum adalah salah, melanggardisiplin militer dan melanggar Konstitusi Negara. Mereka mau meniadakanParlemen, meniadakan badan hasil ciptaan demokratis dari Rakyat pemilih. Dan dimana mereka berhasil berkuasa, mekipun baru sehari-dua, yang pertama-tama merekalakukan adalah merampas hak-hak demokrasi, merampas hak berapat, merampas hakberdemonstrasi, merampas hak mogok, bahkan menangkapi pemimpin-pemimpin buruhdan kaum demokrat lainnya, bahkan melarang suratkabar-suratkabar demokratisberedar. Terhadap Harian Rakjat, “Dewan Banteng” malahan mengambil sikap yangistimewa: dulu Hitler membakari buku-buku Heine, Goethe dan lain-lain mengapa“Dewan Banteng” tidak akan membakari Harian Rakjat!
Mereka menuntut demokrasi bagi diri sendiri, yaitubagi jumlah terkecil, tetapi merampasi demokrasi dari orang lain, dari jumlahterbesar. Di mana mereka berkuasa, mereka memberikan lantai dinginrumah penjara kepada pemimpin-pemimpin kaum buruh, dan bersamaan dengan itumemberikan kursi yang empuk-empuk bagi orang-orang Nica.
Mereka marah jika seorang Mochtar Lubis ditahan,sedangkan mereka enak-enakan saja ketika wartawan-wartawan seperti BandaHarahap, Siauw Giok chan, A. Karim Dp, dan lain-lain ditahan ketika “RaziaAgustus”. Mereka bahkan bungkam sebungkam-bungkamnya jika Harian Rakjat dibakaroleh “Dewan Banteng” di kota Padang!.
Yang paling hebat: mereka tidak merasa malu sedikitpunbersikap demikian!
Di mana-mana kaum reaksi itu sama saja. Di Hongariamereka menuntut demokrasi bagi diri sendiri –”demokrasi” untuk menghancurkanSosialisme, “demokrasi” untuk membunuhi ibu-ibu dan anak-anak secarakebinatangan. Di sini di Indonesia mereka juga menuntut demokrasi bagi dirisendiri –”demokrasi” untuk menghancurkan Republik, “demokrasi” untukmemecahbelah bangsa, “demokrasi” untuk Nica dan “demokrasi” untuk SEATO.
Baiklah tuan-tuan dengarkan: sekarang ini, kaumpatriotik Indonesia sedang berusaha sekeras-kerasnya supaya demokrasi Indonesiatidakmenjadi anarki, supaya demokrasi Indonesia benar-benar berlaku bagiRakyat, dan supaya demokrasi itu tidak berlaku bagi orang-orang Nica, agen-agenSEATO dan orang-orang anti Republik lainnya!
Lebih setahun yang lalu, di dalam Dies NatalisUniversitas Hasanuddin di Makassar, mr. Utrecht menganalisakebohongan-kebohongan harian Mochtar Lubis, “Indonesia Raya” dan menerangkanbetapa berbahayanya anarki di dalam halaman-halaman suratkabar seperti itudibiarkan.
Juga kita selalu menandaskan, bahwa kemerdekaan persitu sama sekali bukan anarki pers.
Kemerdekaan itu sangat luas, tetapi kemerdekaan itumengenal batas. Jika tidak ada batas, jika mau mutlak, ia bukankemerdekaan lagi.
Tetapi justru mutlak-mutlakan ini pulalah penyakitkaum reaksioner.
Ambillah Hatta. Bagi kaum reaksioner, Hatta iniseperti juga Syahrir, dan lain-lain adalah “dewa” –dia mutlak, dia tidak bisasalah, dia tidak boleh diganggugugat. Sepuluh-dua puluh ribu rupiah pada orangPNI atau NU, itu sudah pasti korupsi. Tetapi 200 juta rupiah TeluknibungSimbolon, itu “bukan korupsi”. Satu rumah Roeslan Abdulgani di Bogor, itu sudahpasti korupsi. Tetapi rumah Hatta yang mewah di Jalan Diponegoro Jakarta itu“bukan korupsi”. Karena Hatta membikin rumah ini juga lah maka tak lama lagiBung Naibaho akan mewakili Harian Rakjat di depan pengadilan. Meskpun cukupaneh bahwa pemfitnah Presiden Soekarno tidak pernah dituntut. Baiklah bagiHarian Rakjat bahkan kebetulan bahwa dikenakan perkara mengenai Hatta. Di depanPengadilan nanti Harian Rakjat akan membongkar apa-apa yang belum cukupdiketahui oleh masyarakat mengenai Hatta.
Ambillah sekarang Soekarno. Bagi kaum reaksioner,Soekarno ini adalah ‘iblis’ – dia tidak pernah benar, dia salah melulu. Ketikadalam pidatonya yang terkanl di Palembang Bung Karno mencanangkankegiatan-kegiatan subversif dengan “Rencana A” dan “Rencana B” nya, kaumreaksioner beringas, dan menganggap Soekarno beromongkosong. Sekarang, NICA,SEATO, DI-TII, Lubis, Ahmad Husein, Simbolon, semuanya memberontak terhadapRepublik. Ya, Soekarno cuma “beromong-kosong”! Tetapi mengapa “Pedoman” –“Abadi” dan kawan-kawan marah benar ketika Soekarno memukul canang tempo hari,sebabnya sekarang menjadi terang: Yang punya “Rencana A”, “Rencana B”, “RencanaTornado”, dan macam-macam lagi itu tidak lain tidak bukan adalah merekasendiri!
Para Hadirin,
Saudara-saudara, dan Kawan-kawan,
Cukuplah buat malam ini kita berbicara tentang kaumkanan dan pers kanan. Saya khawatir bahwa para hadirin akan terlalu kenyangjadinya.
Sungguhpun demikian, saya ingin meminta perhatiansaudara-saudara dan kawan-kawan sekalian, agar jangan pengaruh pers reaksioneritu kita remehkan. Sudah sejak sebelum perang dunia kedua, pembaca di Indonesiabanyak yang mempercayai saja apa-apa yang ditulis suratkabar. Mereka mengirabah jika sesuatu itu sudah ditulis di suratkabar, tentulah ia benar. Lagipula,ada semacam sifat konservatif pada pembaca-pembaca Indonesia, yaitu: sekaliberlanggangan suratkabar A, selama-lamanya berlangganan suratkabar A dan tidakmau ganti. Sekarang, keadaan sudah maju. Tetapi keadaan yang saya gambarkanini, yaitu kecenderungan untuk mempercayai segala apa yang ditulis olehsuratkabar manapun, dan sifat konservatif dalam membaca suratkabar, masih sajaada, dan masih agak luas. Inilah keterangannya mengapa perjuangan persrevolusioner itu tidaklah ringan.
Kekuatan pers reaksioner adalah cermin dari kekuatanpolitik mereka. Begitu juga kekuatan per progresif maupun pers tengah.Adalah menjadi kewajiban kita semua, untuk mengusahakan perubahan dalamimbangan kekuatan ini, perubahan yang menguntungkan front nasional.
Kaum revolusioner, apapun tugasnya dan dimana puntempatnya, wajib menyadari bahwa pers revolusioner adalah sebagian dari mesinperjuangan revolusioner yang besar. Oleh sebab itu, maju mundurnya pers revolusioner,baik dalamisi, dalam tipografi, dalam penyebaran maupun dalam keuangan, bukanlah semata-mata soal Dewan Redaksi, Direksi dan Administrasi, melainkan soalseluruh gerakan revolusioner.
Juga dalam perjuangan di lapangan pers, yangdiperlukan ialah militansi.
Meskpun tidak dalam waktu satu tahun, tetapi dalamwaktuyang tidak terlalu lama, kita harus memperbesar Harian Rakjat menjadiharian yang beroplah 100.000 eksemplar. Dengan Partai Komunis yang beranggota satu juta,dengan SOBSI yang beranggota 2,5 juta, dengan organisasi-organisasi massalainnya dan dengan barisan kaum progresif non-partai, termasuk kauminteligensia yang patriotik, sekarang ini, jumlah 100.000 itu bukanlah khayal.
Para Hadirin,
Saudara-saudara dan Kawan-kawan,
Untuk meningkatkan lebih lanjut nilai Harian Rakjat,dan karena pekerjaan jurnalistik itu erat sekali dengan pekerjaan literer, makamulai tahun depan Harian Rakjat saban tahun akan mengeluarkan Hadiah SastraHarian Rakjat, masing-masing untuk hasil puisi terbaik, untuk cerita pendekterbaik, untuk esai terbaik, dan untuk terjemahan terbaik. Hadian akandiberikan pada setiap ulang tahun Harian Rakjat, jadi pada setiap 31 Januari,sedang hasil-hasil sastera yang dinilai ialah semua yang dimuat di dalamRuangan Kebudayaan Harian Rakyat antara 1 Januari sampai 31 Desember tahunsebelumnya. Untuk menilai dan menimbang karangan-karangan itu akan dibentuksebuah Dewan Juri.
Dengan langkah ini Harian Rakjat berharap akan lebihmendorong pengarang-pengarang progresif kita, dan dengan demikian Harian Rakjatberharap dapat memberikan sumbangan lebih banyak pada kehidupan dankhazanahkesusasteraan Indonesiamodern.
Akhirnya, dari mimbar ini perkenankanlah saya atasnama segenap pekerja Harian Rakjat mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknyakepada semua saja yang selama setahun ini membantu Harian Rakjat dalam wujuddan bentuk apapun, mulai penulis karangan sampai ke pengantar koran yang takkenal jerih tak kenal letih.
Kepada Serikat Perusahaan Suratkabar Harian Rakjatmengucapkan terimakasihnya atas pembelaan SPS terhadap Harian Rakjat yangsedang diteror oleh “Dewan Banteng”.
Kepada para hadirin, yang telah sudi mengisi waktudengankehadirannya pada Pesta Harian Rakjat ini, termasuk tamu kita yangtercinta, kawan Jacques Kahn dari “l’Humanite”, Harian Rakjat mengucapkandiperbanyak terimakasih.
Hidup Harian Rakjat yang militan, alat dari perjuanganrevolusioner yang militan dan besar!
Hidup front persatuan, hidup demokrasi, hidupRepublik!
0 komentar :
Post a Comment
PEDOMAN KOMENTAR
Ayo berpartisipasi membangun budaya berkomentar yang baik. Mohon tidak memberikan komentar bermuatan penghinaan atau spam, Kita semua menyukai muatan komentar yang positif dan baik.
Kolom komentar tersedia untuk diskusi, berbagi ide dan pengetahuan. Hargai pembaca lain dengan berbahasa yang baik dalam berekspresi. Setialah pada topik. Jangan menyerang atau menebar nuansa kebencian terhadap suku, agama, ras, atau golongan tertentu.
Pikirlah baik-baik sebelum mengirim komentar.